kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.001,22   7,62   0.77%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Gelontoran program sosial, demi ekonomi atau citra? (1)


Senin, 02 Oktober 2017 / 17:12 WIB
Gelontoran program sosial, demi ekonomi atau citra? (1)


Sumber: Tabloid Kontan | Editor: Mesti Sinaga

Bantuan Disebar, Pesona Ikut Tertebar

Sepanjang tiga tahun pertama berkuasa, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil beragam langkah yang tidak populer. Berbagai anggaran subsidi dipangkas, bahkan dicabut.

Belanja pemerintah pusat di berbagai kementerian dan lembaga disunat. Lalu, anggaran di pos-pos belanja tersebut dialihkan ke pengeluaran yang lebih produktif, salah satunya pembangunan infrastruktur.

Namun, di tahun keempat memerintah, Jokowi mulai membagi fokus. Sektor infrastruktur tetap digenjot dengan merencanakan anggaran sebesar Rp 409 triliun. Terbesar sepanjang sejarah republik ini berdiri. Di sisi lain, program-program populis yang sebelumnya sempat dikesampingkan kini mulai menjadi perhatian.

Untuk menanggulangi kemiskinan dan memberi dukungan bagi masyarakat berpendapatan rendah, pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 292,8 triliun.

Wujud bantuannya mulai dari subsidi, bantuan pendidikan, kesehatan, hingga membagikan uang kepada belasan juta keluarga (lihat infografis). Anggaran subsidi energi dan non energi bertambah 2,1% menjadi Rp 172,4 triliun.

Lonjakan yang paling besar disalurkan melalui Kementerian Sosial (Kemensos). Tahun depan anggaran kementerian yang dipimpin Khofifah Indar Parawansa, itu melejit hampir dua kali lipat menjadi Rp 34 triliun. Sekitar 87% di antaranya dihabiskan untuk beberapa program bantuan sosial.

Peruntukan utamanya untuk Program Keluarga Harapan sebesar Rp 17,3 triliun dan Bantuan Pangan Non Tunai senilai Rp 7,3 triliun.

Berbau politis

Langkah pemerintah Jokowi tak pelak memunculkan nada miring. Pemerintah dinilai tengah mencoba merebut hati calon pemilih demi terpilih kembali di pemilihan presiden tahun 2019 mendatang.

Pandangan yang tidak bisa disangkal begitu saja. Mengingat setiap kali menjelang pergantian kekuasaan, pos-pos anggaran populis memang kerap naik secara signifikan.

Tengok saja alokasi anggaran untuk PKH yang sudah digelar pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sejak tahun 2007. Pada 2008, atau setahun menjelang pemilu anggarannya naik hampir 51,1%. Tahun 2014, saat SBY hendak melanggeng ke periode kedua kekuasaannya, pos anggaran ini melesat 56,9%.

Pun kali ini kondisinya tidak jauh berbeda. Setahun sebelum pemilu 2019 anggaran PKH melonjak 52,7%. Pada tahun-tahun penyelenggaraan PKH yang lain, kenaikan anggarannya tidak konsisten sebesar ketika menjelang pemilu.

Dus, Eric Alexander Sugandi menilai, pertimbangan politis pun tidak terelakkan dalam pengambilan kebijakan semacam ini. “Wajar saja setiap pemerintahan berkuasa berharap agar terpilih kembali dengan menjalankan program-program populis,” tandas Chief Economist SKHA Institute for Global Competitiveness itu.

Meski begitu Eric menilai, tujuan utama program-program ini lebih ke pengentasan kemiskinan. Juga untuk menjaga daya beli masyarakat agar momentum pertumbuhan konsumsi terjaga.

Sebab, sejalan dengan keinginan pemerintah menggenjot pertumbuhan ekonomi di 2018, daya beli masyarakat memang mesti tetap dijaga. “Makanya tahun depan ada kemungkinan pemerintah tidak lagi menaikkan administered prices,” kata Eric yakin.

Harry Hikmat pun menampik penambahan anggaran dilakukan demi mendongkrak popularitas pemerintah demi meraih simpati rakyat. Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos itu menunjukkan bukti, sejak tahun 2007 anggaran PKH terus naik secara bertahap. “Jadi sama sekali tidak terkait dengan momentum pemilu,” ujarnya.

Sejak Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) generasi pertama (2005-2009), bantuan sosial yang menyasar 40% masyarakat yang memiliki status ekonomi terbawah memang sudah menjadi prioritas nasional. Namun, keterbatasan anggaran membuat jumlah penerima bantuan dinaikkan secara bertahap.

Tahun depan, dengan menyasar 10 juta keluarga penerima manfaat, PKH bakal menjangkau 40 juta orang. Ini dengan asumsi satu keluarga terdiri dari empat orang.

Dengan begitu, kata Kunta W.D. Nugraha, Direktur Penyusunan APBN Kementerian Keuangan (Kemenkeu), program ini tidak hanya menjangkau penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Tapi juga yang tergolong rentan miskin.

Sebagai gambaran, data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2017, penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan mencapai 27,77 juta orang.

Artinya, PKH bakal menjangkau 12,23 juta penduduk yang berada di atas garis kemiskinan. Mereka termasuk dalam golongan rentan yang dengan mudah bisa terperosok ke bawah garis kemiskinan akibat kenaikan harga barang.

Konsep serupa, imbuh Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani, juga diterapkan dalam program lain. Subsidi listrik misalnya, menjangkau 23,2 juta rumah tangga.

Pun program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mengkaver iuran bagi 92,4 juta orang penerima bantuan iuran. “Jadi cakupan pemerintah itu betul-betul bisa lebih efektif dan lebih luas,” ujar Askolani.

Masih berdasar data BPS, jumlah penduduk miskin terbanyak berada di desa. Persentasenya mencapai 61,6% dari total orang miskin sebanyak 27,77 juta.

Dus, agar langkah pengentasan kemiskinan bisa semakin efektif, pemerintah memadukannya dengan program Dana Desa. Tahun depan anggarannya ditambah 3,1% menjadi Rp 60 triliun.

Formula pengalokasian anggarannya pun kembali diotak-atik. Desa yang berstatus sangat tertinggal dan tertinggal dengan jumlah penduduk miskin tinggi bakal mendapat alokasi Dana Desa yang lebih besar. Ini upaya pemerintah agar antar program yang mendukung pengentasan kemiskinan bisa saling berkolaborasi. Dengan begitu, efektivitasnya bisa lebih baik.

Semoga efektif dan tepat sasaran, ya!

Bersambung :  "Dampaknya ada dan langsung terasa"

* Artikel ini berikut seluruh artikel terkait sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN, pada Rubrik Laporan Utama edisi 28 Agustus 2017. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Bantuan Disebar, Pesona Ikut Tertebar"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×