kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%
FOKUS /

Suku Bunga BI Sudah Naik 2,25% Sejak Agustus 2022, Masih Perlu Naik Lagi?


Senin, 23 Januari 2023 / 10:59 WIB
Suku Bunga BI Sudah Naik 2,25% Sejak Agustus 2022, Masih Perlu Naik Lagi?
ILUSTRASI. Sejak Agustus 2022, BI telah menaikkan suku bunga sebesar 225 bps alias 2,25%.


Reporter: Bidara Pink, Herlina KD, Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2022 kembali menaikkan suku bunga acuan alias BI 7 day reverse repo rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75%. Ini adalah kali keenam kalinya BI menaikkan suku bunga acuan sejak Agustus 2022. Dalam periode tersebut, BI telah menaikkan suku bunga sebesar 225 bps alias 2,25%.

BI juga menaikkan suku bunga deposit facility sebesar 25 bps menjadi 5%, dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 6,5%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan, keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur ini merupakan langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive dan forward looking memastikan berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.

Bank Indonesia meyakini kenaikan BI 7 day reverse repo rate sebesar 225 bps sejak Agustus 2022 hingga menjadi 5,57% ini memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada dalam kisaran sasaran 2%-4% pada semester I-2023 dan inflasi IHK ke kisaran sasaran 2%-4% pada semester II-2023.

Baca Juga: Penyaluran Kredit di Kuartal I 2023 Diprediksi Tumbuh Lebih Tinggi

"Memadai untuk menjaga inflasi inti pada semester I-2023 tak lebih dari 3,7% secara tahunan dan inflasi IHK akan kembali di bawah 4% secara tahunan pada semester II-2023," terang Perry, Kamis (19/1) di Jakarta. 

Perry lanjut menjelaskan, kenaikan suku bunga acuan sebesar 225 bps tersebut memadai, asalkan tidak ada situasi yang di luar dugaan. 

Dengan demikian, Perry menyiratkan kemungkinan besar BI tak akan kembali menaikkan suku bunga acuan bila tidak ada kegentingan yang memaksa. 

Sikap BI yang kemungkinan sudah menutup peluang kenaikan suku bunga acuan di tahun ini jika tak ada kejadian genting ini sesuai dengan perkiraan ekonom. 

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman juga memperkirakan, BI kemungkinan masih akan mempertahankan suku bunga acuan di level saat ini, yakni 5,75% hingga akhir 2023.

Faisal yakin, inflasi Indonesia pada tahun 2023 akan terjaga di kisaran sasaran BI yang sebesar 2%-4%. 

Memang, menurut Faisal, pada semester pertama tahun 2023 inflasi IHK masih akan melampaui batas atas kisaran sasaran BI seiring dengan dampak lanjutan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). 

Tapi, Faisal memperkirakan inflasi pada akhir tahun 2023 akan berada di kisaran 3,60%. Ini lebih rendah dari inflasi 2022 yang sebesar 5,51%. 

Meski begitu, Faisal memberikan catatan bahwa kebijakan suku bunga acuan tetap akan memperhatikan perkembangan global ke depan. Pasalnya, kondisi perekonomian global juga masih penuh ketidakpastian. 

Tingkat inflasi global dan ancaman resesi global adalah ancaman ketidakpastian yang patut diwaspadai oleh BI. 

Di Amerika Serikat (AS) misalnya, meski inflasi sudah mulai melandai, namun tingkat inflasi masih jauh di atas kisaran sasaran bank sentral AS The Federal Reserve sebesar 2%.

Pada Desember 2022, inflasi harga konsumen AS tercatat sebesar 6,5% secara tahunan. Angka ini turun signifikan dari November 2022 yang mencapai 7,1%.

Harga konsumen turun untuk pertama kalinya dalam lebih dari 2,5 tahun di bulan Desember. Angka inflasi Desember yang lebih rendah menunjukkan bahwa inflasi saat ini berada dalam tren penurunan yang berkelanjutan.

Baca Juga: Ekonomi Global Kurang Cerah, Ekonomi Indonesia Diprediksi Melambat Tahun Ini

Asal tahu saja, inflasi AS sempat menyentuh level 9,1% pada Juni 2022. Angka inflasi AS ini menjadi level tertinggi dalam beberapa dekade terakhir.

Lantaran inflasi yang masih di atas kisaran sasaran ini pula, The Fed diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga acuannya pada tahun ini.

Sedikit kilas balik, pada Desember 2022, The Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 bps ke kisaran 4,25%-4,4,5%. Kenaikan tersebut merupakan kenaikan yang ke tujuh kalinya sepanjang tahun lalu. Bila dihitung sejak Maret hingga Desember 2022, suku bunga The Fed telah naik 425 bps.

Para analis memperkirakan, The Fed akan kembali menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan kebijakan 1 Februari 2023. Meski begitu, analis juga memperkirakan The Fed akan mulai mengerem laju kenaikan suku bunganya menjadi sekitar 25 bps.

Pertumbuhan Ekonomi Global Melambat

Pengetatan kebijakan moneter negara maju seperti AS yang masih berlanjut, membuat risiko perlambatan ekonomi global semakin terbuka. 

Untuk itu, BI memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini dari 2,6% menjadi 2,3%.

"Ekonomi global semakin melambat dari perkiraan sebelumnya, hal ini disebabkan fragmentasi serta pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara maju," tutur Perry.

Perry mengakui, pengetatan kebijakan moneter di negara maju saat ini memang sudah hampir mencapai puncaknya. Hanya saja, ia memperkirakan suku bunga acuan global masih akan tetap tinggi di sepanjang tahun ini, atau yang dikenal dengan istilah higher for longer.

Selain itu, beberapa negara maju juga mengalami risiko resesi. Seperti AS dan Eropa masih berisiko untuk masuk ke jurang resesi. 

Meski ketidakpastian masih cukup tinggi, Perry melihat ada beberapa hal yang bisa menahan perlambatan perekonomian global. 

Seperti, penghapusan kebijakan zero Covid-19 di China diyakini akan menyokong geliat ekonomi global. 

Kemudian, tekanan inflasi global terindikasi mulai berkurang, sejalan dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi global yang menekan permintaan. 

Hanya, perlu diwaspadai inflasi dari sisi suplai, karena harga energi dan pangan global masih tinggi seiring berlanjutnya gangguan rantai pasok global dan ketatnya pasar tenaga kerja, terutama di AS dan Eropa. 

Baca Juga: BI: Kenaikan Suku Bunga 225 Basis Poin Sudah Cukup Memadai

Perlambatan ekonomi juga diprediksi bakal berdampak ke dalam negeri. Menurut BI, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 diperkirakan sedikit melambat ke titik tengah kisaran 4,5%-5,3%. 

"Perlambatan ekonomi ini sejalan dengan menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi global," ujar Perry.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2023 ini lebih lambat dari proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 yang diperkirakan akan cenderung bias ke atas dalam kisaran 4,5%-5,3%. Hal ini didorong oleh kuatnya kinerja ekspor serta membaiknya konsumsi rumah tangga dan investasi non bangunan.

Likuiditas Longgar, Kenaikan Bunga Perbankan Terbatas

Kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 225 bps direspons telah direspons oleh perbankan dengan kenaikan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. 

Berdasarkan data BI, suku bunga deposito 1 bulan pada Desember 2022 tercatat 3,97% atau meningkat 108 bps dibandingkan dengan level Juli 2022. Sementara suku bunga kredit Desember 2022 tercatat 9,15% atau meningkat 21 bps dibandingkan dengan level Juli 2022. 

Menurut Perry, kenaikan suku bunga perbankan yang terbatas tersebut dipengaruhi oleh masih longgarnya likuiditas perbankan. 

Termasuk karena dukungan kebijakan Bank Indonesia yang memberikan insentif Makroprudensial berupa pengurangan GWM bagi bank yang menyalurkan kredit kepada sektor prioritas dan inklusif.

“Bank Indonesia akan terus mendorong perbankan untuk membentuk suku bunga kredit yang efisien, akomodatif, dan kompetitif yang dapat mendukung pemulihan ekonomi,” tambahnya. 

Di pasar uang, suku bunga IndONIA pada 18 Januari 2023 naik 222 bps dibandingkan dengan level akhir sebelum kenaikan BI7DRR di bulan Juli 2022 menjadi sebesar 5,02%. Sejalan dengan kenaikan BI7DRR dan penguatan strategi operasi moneter Bank Indonesia. 

“Imbal hasil SBN tenor jangka pendek meningkat 55 bps, sedangkan imbal hasil SBN tenor jangka panjang tetap terkendali,” tutur Perry.

Baca Juga: Fundamental Indonesia Kuat di Tengah Resesi Global, Simak Panduan untuk Investor

Ia menuturkan fungsi intermediasi perbankan meningkat sepanjang 2022. Bank Indonesia (BI) mencatatkan kredit perbankan tumbuh 11,35% secara tahunan hingga Desember 2022.  

Perry menyatakan pertumbuhan itu lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 yang hanya naik 5,24%. Ia menjelaskan peningkatan kredit pada tahun lalu terjadi merata di seluruh sektor ekonomi dan jenis kredit. 

“Terutama kredit investasi dan modal kerja. Pemulihan intermediasi juga terjadi di bank syariah, dengan pembiayaan bahkan tumbuh lebih tinggi 20,1% di Desember 2022. Lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang naik 6,6%,” katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×