kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Suku Bunga BI Diramal Naik, Bagaimana Nasib Penyaluran Kredit Perbankan?


Senin, 18 Juli 2022 / 06:45 WIB
Suku Bunga BI Diramal Naik, Bagaimana Nasib Penyaluran Kredit Perbankan?


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk, Maizal Walfajri, Siti Masitoh, Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Musim suku bunga rendah mulai berakhir di sejumlah negara. Goyangan ekonomi yang ditandai oleh kenaikan inflasi, terutama dari produk pangan dan energi dan dampak perang Rusia-Ukraina, telah mendorong bank sentral di sejumlah untuk mengerek suku bunga acuan masing-masing.

Di Amerika Serikat misalnya. Melambungnya inflasi di negeri Paman Sam masih belum ada tanda-tanda mereda. Tak ayal, sejumlah ekonom memprediksi The Fed bisa saja mengambil langkah signifikan dengan kembali mengatrol suku bunga sebesar 100 bps. Padahal bank sentral AS sudah menaikkan suku bunga sebesar 75 bps pada bulan lalu.

Kondisi tak jauh berbeda juga terjadi di sejumlah negara. Di saat yang sama, Bank of England mengerek suku bunga 75 bps bulan lalu yang menjadi kenaikan tertinggi sejak 2015. Bank of Korea (BOK) juga menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin menjadi 2,25% bulan ini.

Kenaikan inflasi juga terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada bulan Juni 2022 sebesar 0,61% month on month (mom). Dengan tingkat inflasi ini, inflasi secara tahunan terpantau 4,35% year on year (yoy). Angka inflasi tahunan ini sudah melampaui batas atas target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI), yaitu sebesar 4% yoy.

Baca Juga: IMF Minta Bank Sentral Naikkan Suku Bunga Acuan, Begini Respons BI

Ditambah lagi, kurs rupiah dalam tren pelemahan seiring menguatnya dolar AS karena didorong kenaikan suku bunga The Fed.

Kondisi ini makin menguatkan ramalan bahwa Bank Indonesia bakal ikut mengerek suku bunga acuannya. Meski pada bulan lalu, lembaga pimpinan Perry Warjiyo ini masih menahan suku bunga acuan di level 3,5%.

Fitch Ratings contohnya memperkirakan pada tahun ini BI akan mulai menaikkan suku bunga acuan pada tahun 2022 sebesar 50 basis poin (bps). Kemudianberlanjut pada tahun 2023 diperkirakan suku bunga acuan naik hingga 100 bps.  

“Kami memperkirakan era suku bunga rendah akan berganti, ini untuk mengurangi perbedaan suku bunga dengan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) dan menghindari depresiasi rupiah yang tajam,” tulis lembaga tersebut dalam laporannya, Selasa (28/6).

Senada, ekonom Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto dalam paparannya mengatakan, Bank Indonesia diprediksi akan menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR) pada September dan Desember masing-masing sebanyak 25 basis poin (bps). Dus, BI 7 Day Reverse Repo Rate akan berada di posisi 4% pada akhir tahun.

Ia menilai kenaikan suku bunga acuan tersebut dinilai seiring kenaikan inflasi. Dimana pemicu terbesar dari inflasi ini adalah karena kenaikan harga pangan dalam beberapa bulan terakhir.

Kenaikan Suku Bunga BI Tinggal Menunggu Waktu?
Namun, ia menilai BI tak perlu terburu-buru menaikkan suku bunga guna mengerem inflasi. Karena untuk mengatasi hal tersebut akan lebih efektif bila dilakukan dengan perbaikan distribusi dan mendorong peningkatan supply.

Dengan perkembangan ekonomi global dan lesunya rupiah dibarengi oleh upaya menjaga laju pertumbuhan ekonomi selepas melewati puncak pandemi Covid-19, BI pun nampaknya tak ingin asal latah mengerek suku bunga. Bank sentral akan mencermati laju inflasi inti secara jeli sebelum memutuskan mengerek suku bunga acuan.

Deputi Gubernur BI Juda Agung mengatakan, pihaknya akan tetap mewaspadai tekanan inflasi dan juga dampaknya terhadap ekspektasi inflasi. Selain itu, Ia mengatakan BI juga siap untuk menyesuaikan suku bung jika nantinya terdapat tanda-tanda inflasi inti yang lebih tinggi lagi.

“Bank Indonesia siap menyesuaikan suku bunga jika ditemukan tanda-tanda peningkatan inflasi inti,” tutur Juda dalam agenda Central Bank Policy Mix for Stability and Economic Recovery, Rabu (13/7) di Nusa Dua Bali.

Baca Juga: Bank Danamon (BDMN) Masih Yakin Bisa Penuhi Target Pertumbuhan Kredit Tahun Ini

Juda mengatakan, inflasi meningkat didorong oleh tekanan dari sisi penawaran akibat kenaikan harga-harga komoditas internasional. Namun menurutnya, inflasi inti masih tetap dalam target jangkauan BI.

Sedangkan inflasi volatile food lanjutnya, meningkat, terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga pangan global dan kendala sisi penawaran yang disebabkan oleh cuaca buruk. Lalu, inflasi tekanan pada harga yang diatur (AP) tetap tinggi, dipengaruhi oleh harga tiket pesawat dan energi.

BPS sendiri mencatat inflasi Juni sebesar 0,61% secara bulanan dan secara tahunan tercatat 4,35%. Sementara itu, inflasi inti mencapai 2,63%.

Karena banyaknya pertimbangan, memang BI mesti berhati-hati dalam memutuskan kebijakan suku bunga. Efek domino bisa tercipta dari kenaikan suku bunga oleh bank sentral. Salah satunya kenaikan bunga kredit perbankan yang bisa berdampak pada laju ekspansi ekonomi maupun konsumsi.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengingatkan Bank Indonesia harus benar-benar menghitung dampak lanjutan terhadap pertumbuhan ekonomi bila menaikkan suku bunga. Hal ini bisa berdampak pada penyaluran kredit perbankan ke sektor riil yang akan jadi lebih mahal. Dus, debitur harus merogoh kocek lebih dalam yang bisa berakibat pada perlambatan ekonomi.

Yang pasti, dengan sederet sentimen di atas, kenaikan suku bunga BI nampaknya memang akan tetap terjadi di tahun ini. Walhasil, sejumlah bank pun mesti bersiap untuk mengerek suku bunga kreditnya. Plus, menyiapkan strategi untuk menjaga tingkat penyaluran kredit.

Bunga Kredit Bank Bakal Ikut Naik?
Sadar dengan kondisi tersebut, sejumlah bank telah mengantisipasi potensi kenaikan bunga BI tahun ini. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) misalnya, memperkirakan ada potensi kenaikan bunga acuan sebesar 100 bps tahun ini. 

"Kami melihat BI masih berusaha untuk menjaga kebijakan yang bersifat pro growth dan pro stability. Namun, di tengah kenaikan inflasi domestik dan juga kenaikan suku bunga acuan the Fed, maka kami melihat ada potensi BI akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 100 bps di semester II ini," tutur Haru Koesmahargyo, Direktur Utama BTN kepada Kontan.co.id, Jumat (8/7).

Dia bilang, BTN telah mengantisipasi potensi kenaikan suku bunga tahun ini. Untuk itu, perseroan saat ini lebih fokus meningkatkan porsi dana murah dalam bentuk tabungan dan giro, dan mengurangi porsi deposito berbiaya tinggi. Tujuannya agar menekan kenaikan biaya dana. 

Baca Juga: Beri Kredit Berbunga Kompetitif, BTN Kurangi Sumber Pendanaan Mahal Secara Gradual

Haru menambahkan, pihaknya  akan terus mengevaluasi pergerakan biaya dana sebagai dasar untuk peningkatan suku bunga kredit jika diperlukan. BTN juga akan memperhatikan kondisi makro ekonomi dan pergerakan bunga dana dan kredit di pasar sebagai dasar penyesuaian. 

"Kami juga mengevaluasi lagi segmen kredit apa yang perlu disesuaikan dan  memperhatikan potensi pasar dan kondisi debitur," jelas Haru. 

Di sisi lain, sebagai upaya memberi bunga kredit yang lebih kompetitif, BTN juga terus memperbaiki komposisi pendanaan. Diharapkan ekspansi kredit pun bisa tetap terjaga. Bank spesialis KPR ini berusaha terus mengurangi obligasi dengan kupon tinggi. 

Di sisi lain, Sekretaris Perusahaan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk alias BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan, tekanan terhadap perbankan nasional untuk menaik suku bunga masih minim. Pun bila BI pada akhirnya akan mengerek suku bunga acuannya, BRI memperkirakan kredit akan tetap tumbuh lebih baik dari tahun lalu.

Ia bilang, BRI akan melakukan review secara berkala suku bunga, baik pinjaman maupun simpanan, sejalan dengan kenaikan bunga acuan BI. Bank pelat merah ini akan terus membuka ruang untuk melakukan penyesuaian suku bunga simpanan dan kredit.

Saat ini suku bunga deposito BRI tertinggi sebesar 2,85%. Sementara untuk bunga kredit bervariasi, dimana rata-rata bunga kredit korporasi sebesar 8%, kredit kecil 8,25%, kredit mikro 14%, kredit konsumer (non KPR) 8,75% dan KPR 7,25%.

Tak Jauh berbeda, PT Bank Danamon Indonesia Tbk masih optimis mengejar target bisnis yang telah ditetapkan di awal tahun. Wakil Direktur Utama Hafid Hadeli menyatakan akan mengejar target pertumbuhan kredit sigle digit atas. 

“Saat ini kredit kita tetap tumbuh. Target kita dari awal tahun itu tumbuh single digit sedikit di bawah double digit. Kita masih coba untuk tumbuh ke sana,” ujar Hafid di Jakarta pada Kamis (14/7). 

Ia menyatakan sumber pertumbuhan kredit berasal dari semua sektor. Mulai dari korporasi, UMKM, hingga konsumer dengan mendorong anak perusahaan Adira Finance. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×