kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,05   4,30   0.48%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Siap-siap hadapi inflasi tinggi di Juni-Juli 2015


Selasa, 23 Juni 2015 / 13:24 WIB
Siap-siap hadapi inflasi tinggi di Juni-Juli 2015


Reporter: Agus Triyono, Handoyo, Margareta Engge Kharismawati, Uji Agung Santosa | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Lonjakan harga bahan makanan pada bulan Ramadhan dan lebaran menjadi masalah klasik yang selalu menghantui masyarakat Indonesia. Tidak hanya terjadi pada makanan seperti daging dan beras, kenaikan harga biasanya juga terjadi pada berbagai barang, antara lain produk tekstil dan sepatu. 

Namun tahun ini tekanan inflasi bakal makin tinggi, seiring dengan ancaman musim kering berkepanjangan atau El Nino dan tahun ajaran baru sekolah. Bank Indonesia (BI) memprediksi inflasi Juni 2015 akan berada pada level 0,66%. Untuk itu BI meminta pemerintah bergerak cepat mengendalikan harga pangan agar inflasi bulan ini dan Juli tak bertambah tinggi.

Gubenur BI Agus Martowardojo memaparkan, pantauan BI pada minggu ketiga tercatat, inflasi pada posisi 0,5%, naik dari minggu kedua 0,44%. Untuk Juni, secara keseluruhan  akan terjadi inflasi 0,66%, lebih tinggi dari periode sama tahun lalu sebesar 0,43%. Juga lebih tinggi dari inflasi Mei lalu sebesar 0,5%.

Kenaikan inflasi terjadi karena tekanan pada bahan makanan alias volatile food seperti daging ayam, telur ayam ras, bawang merah, cabai merah dan beras. Kondisi ini lazim terjadi menjelang Lebaran. "Memang komponennya tidak besar, tapi kalau kenaikannya tinggi tentu berkontribusi ke inflasi," ujar Agus, akhir pekan lalu.

Dengan perkiraan itu, inflasi tahunan pada Juni 2015 akan naik ke 7,4% dari bulan sebelumnya 7,15%. Namun, Agus memprediksi, inflasi hingga akhir tahun ini masih sesuai target BI yaitu 4% plus minus 1%. BI mengingatkan pemerintah agar menjaga pasokan pangan. "Beberapa komoditi tidak bisa dielakkan, harus impor. Pemerintah sudah tahu," tambah Agus.

Kenaikan harga bahan makanan menjadi penyebab utama lonjakan inflasi Juni 2015. Data Kementerian Perdagangan (Kemdag) menunjukkan, harga daging sapi di awal bulan Juni 2015 mencapai Rp 102.846 per kilogram (kg), namun memasuki akhir pekan pertama Ramadhan harganya naik menjadi Rp 108.145 per kg.

Data harga yang dihimpun Komite Daging Sapi Jakarta Raya juga menunjukkan adanya kenaikan harga daging sapi menjadi di atas Rp 100.000 per kg. Misalnya harga daging sapi di Aceh yang harganya telah mencapai Rp 150.000 per kg, lalu di Medan Rp 120.000 per kg. 

Begitupun di Banten yang harganya mencapai Rp 125.000 per kg dan Bandung Rp 120.000 per kg. Sementara harga daging sapi di DKI Jakarta masih berkisar Rp 110.000 per kg. Harga daging sapi termurah ada di Makassar Rp 90.000 per kg. Kenaikan harga daging sapi terjadi karena minimnya pasokan nasional. 

Di sejumlah daerah, harga sayur mayur juga menunjukkan lonjakan signifikan. Seperti di Kabupaten Sambas,  "Harga sayur-mayur naik tinggi sekitar 20%, mulai kacang panjang, tomat, cabai besar, rawit, kol, sawi kenaikannya agak tinggi," ujar Kepala Bidang Perdagangan Diskumindag Kabupaten Sambas, Nisa Azwarita, seperti dikutip dari Antara, pekan lalu. 

Harga daging ayam di Sambas naik dari Rp 30.000 per kilogram menjadi Rp 35.000-Rp 40.000 per kg. Sedangkan daging sapi di harga Rp 120.000 per kg.  

Langkah pemerintah rem lonjakan harga

Untuk mengerem kenaikan harga bahan makanan, pemerintah melakukan sejumlah langkah. Selain operasi pasar dan impor bahan makanan, pemerintah juga mengeluarkan aturan soal pengendalian harga.

Operasi pasar dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemdag) dan Bulog. Kemdag menggelar operasi pasar daging dan beras di 215 titik di sejumlah kelurahan dan kecamatan serta pasar di seluruh Wilayah DKI Jakarta mulai 16 Juli 2015.

Dalam operasi pasar itu, harga daging dijual Rp 70.000 per kilogram (kg). Sementara untuk operasi pasar beras, menggunakan beras kualitas medium dalam kemasan 50 kg dan 10 kg dengan harga Rp 9.000 per kg. 

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mengatakan, pemerintah pusat akan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan seluruh produsen bahan kebutuhan pokok untuk turut serta menyediakan barang dengan harga terjangkau.

Dalam hitungan Kemdag, pelaksanaan pasar murah di tiap titik bisa menjaring 2.000 orang-5.000 orang konsumen. Untuk mengindari permainan spekulan, Kemdag telah memanggil beberapa asosiasi barang kebutuhan pokok untuk memastikan ketersediaan stok. 

Sedangkan Bulog mengaku telah menggelar operasi pasar beras di Bandung. Dalam operasi pasar ini, Bulog menggelontorkan 300.000 ton beras dan 50.000 ton gula konsumsi. "Minggu depan operasi pasar daging. Pasokannya 15 ton per hari," ujar Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti. 

Bulog melakukan operasi pasar daging sapi setelah diizinkan mengimpor 1.000 ton secondary cut dan jeroan sapi. Sebelumnya Kementerian Perdagangan yang membuka izin impor sapi siap potong 29.000 ekor pada importir.

Untuk stok beras, Djarot memastikan, pasokan beras yang dimiliki Bulog saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan beras nasional. Hingga Juni ini stok beras milik Bulog tercatat 1,4 juta ton yang tersebar di 26 provinsi. Jumlah stok ini cukup untuk konsumsi selama enam bulan.

Selain operasi pasar, pada 15 Juni 2015, Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. 

Dalam perpres ini, sejumlah kebijakan pengendalian harga pangan diatur. Seperti, larangan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan barang penting di gudang ketika terjadi kelangkaan barang atawa gejolak harga. 

Selain itu Perpres ini juga memberikan kewenangan kepada Kemdag untuk mengatur harga komoditas pokok dan barang penting, termasuk melakukan intervensi ketika harga melambung dan mengatur stok barang pokok milik pedagang dengan menetapkan stok maksimal penyimpangan.

Teten Masduki, Tim Komunikasi Presiden mengatakan, penerbitan perpres dan pelibatan pemerintah dalam penentuan harga kebutuhan pokok tersebut dilakukan untuk menjaga stabilitas harga barang pokok, khususnya saat ramadhan, lebaran dan hari besar keagamaan.

"Dengan perpres ini, untuk keadaan khusus, seperti lebaran, pemerintah pusat dan daerah bisa ikut mengendalikan harga dengan menentukan batas harga yang layak," katanya. 

Barang-barang yang dilarang untuk disimpan dalam keadaan itu adalah beras, kedelai, cabai, bawang merah, gula, minyak goreng, tepung terigu, daging sapi, ayam, telur ayam, ikan bandeng, ikan kembung, tongkol, tuna, cakalang.

Selain barang kebutuhan pokok, pemerintah juga melarang penyimpanan benih padi, jagung, kedelai, pupuk, gasil elpiji 3 kilogram, triplek, semen, besi baja konstruksi dan baja ringan. "Pemerintah juga berwenang membuat kebijakan harga dengan menetapkan harga khusus menjelang, saat dan setelah hari besar keagamaan atau saat terjadi gejolak," katanya.

Ekonom PT Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, seharusnya Perpres soal pengandalian harga pangan keluar lebih cepat yakni sebelum bulan puasa, sehingga pengendalian harga pangan lebih efektif.

Sebab, dia menilai langkah pemerintah melakukan stabilisasi harga dengan operasi pasar hanya berdampak sesaat. Selama ini struktur masalah yang ada di tata niaga bahan pokok. "Operasi pasar hanya solusi instan, yang diperlukan solusi lebih struktural, persoalan mendasarnya apa?" katanya, Jumat (19/6).

Oleh karena itu, dia memprediksi inflasi bulanan di bulan puasa dan lebaran masih akan tetap tinggi di kisaran 0,8% dan 1%. "OInflasi pada Juni - Juli 2015 di kisaran 1%," katanya. Hingga akhir tahun, David menilai inflasi masih bisa ke arah 5% jika dampak El Nino tahun ini tidak besar. Untuk mengantisipasi tekanan inflasi ini, pemerintah bersama BI harus menyiapkan stok beras dan pangan utama lainnya.

Sedangkan Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat, inflasi Juni 2015 berada pada posisi 0,77% sehingga inflasi tahunan naik ke 7,73%. Dia menilai besaran inflasi masih wajar, karena Juni adalah periode sebulan menjelang Lebaran. Pada periode ini, permintaan bahan pangan naik, sehingga harga juga ikut terkatrol naik.

Menurut Lana, inflasi yang tinggi akan berlanjut pada Juli. Inflasi bulanan di Juli diperkirakan 0,94%. "Efek Lebaran dan adanya tahun ajaran baru," papar Lana. Hingga akhir tahun, Lana menganalisa, inflasi bakal berada dalam target BI. Namun dengan syarat, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) premium tidak terjadi lagi hingga tutup tahun ini.

Tabel Inflasi 

Periode Inflasi
Mei 2015 7,15%
April 2015 6,79%
Maret 2015 6,38%
Februari 2015 6,29%
Januari 2015 6,96%
Desember 2014 8,36%
Nopember 2014 6,23%
Oktober 2014 4,83%
September 2014 4,53%
Agustus 2014 3,99%
Juli 2014 4,53%
Juni 2014 6,70%
Mei 2014 7,32%

Sumber: Bank Indonesia 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×