Reporter: Agus Triyono, Amailia Putri Hasniawati, Asep Munazat Zatnika, Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Genap setahun Joko Widodo dan Jusuf Kalla memimpin Indonesia sebagai presiden dan wakil presiden kemarin, Selasa (20/10). Meski Presiden melulu mendengungkan kerja, kerja, dan kerja, kinerja setahun ini, harus diakui, masih jauh dari pencapaian target.
Jokowi sejak awal sudah menyampaikan, ingin melakukan perubahan fundamental, tak sekadar memetik hasil jangka pendek. Pemerintah ingin membalikkan ekonomi yang tadinya berbasiskan konsumsi menjadi ekonomi produktif.
Artinya, produktif dari sisi manapun, mulai dari rakyat kecil yang bisa membuat lapangan kerja sendiri atau korporasi besar yang meningkatkan kesejahteraan pekerja, sampai investor yang mengamankan permodalan dalam pembangunan ekonomi.
Ditambah dengan berbagai aksi terobosan, kebijakan pemerintah terkesan bukan obat cespleng sekali minum di tengah pelambatan ekonomi yang mendesak kemapuan ekonomi masyarakat. Misalnya saja penghapusan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang notabene mengikis daya beli sehari-hari, direlokasi untuk pembangunan infrastruktur, yang mungkin baru terlihat hasilnya dua-tiga tahun mendatang.
Paparan 1 Tahun Pemerintahan Jokowi – JK yang dirilis kantor staf kepresidenan, kemarin, lebih banyak menjelaskan mengenai rencana dan pelaksanaan ketimbang hasil yang sudah dicapai. Berikut beberapa hal yang tengah digarap pemerintah untuk mendorong perekonomian:
Fondasi | Meningkatkan produktivitas, daya saing, dan kualitas hidup rakyat |
BBM | Menghapus subsidi BBM |
Indonesia sentris | Meningkatkan pembangunan Indonesia sentris, bukan Jawa sentris |
Infrastruktur | Mengurai proyek mangkrak, seperti Waduk Jatigede, tol Solo-Kertosono, Tol Cipali, dan PLTU Batang |
Perizinan | Menjalankan pelayanan terpadu satu pintu |
Paket kebijakan | Meluncurkan paket kebijakan untuk meningkatkan kekuatan ekonomi |
Swasembada pangan | Memerintahkan pembangunan 13 bendungan baru, jaringan irigasi, membangun 1 juta hektare lahan sawah baru, serta memerintahkan pengadaan traktor untuk petani. |
Nilai tukar | Rupiah (20/10/15) berada di Rp 13.648 per dollar AS turun 12% dari posisi setahun lalu 12.033. Setahun terakhir, rupiah melemah 12%. Rupiah paling lemah berada di posisi 14.698 (28 September 2015), sementara terkuat di posisi 11.991 (21 Oktober 2014) |
Pasar modal | IHSG berada di level 4.585,82 dari setahun lalu 5.040,53. IHSG tercatat mengalami pelemahan 9,9%. |
Kabut asap | Menjatuhkan sanksi pada 10 perusahaan pelaku pembakaran hutan, yaitu sanksi paksaan pemerintah, sanksi pembekuan, dan sanksi pencabutan. |
Pertumbuhan ekonomi | Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II di posisi 4,67%. Bank Indonesia memperkirakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 4,8%-4,9%, dari sebelumnya 5,1%. Pertumbuhan kuartal III diperkirakan sebesar 4,85%. |
sumber: Kantor Staf Presiden, riset KONTAN |
Maklum, tapi tak puas
Respon publik seperti yang sudah diduga. Ketidakpuasan mendominasi pemerintahan pertama Jokowi – JK. Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik (Kedai Kopi) misalnya, menghitung sekitar 54,7% dari 384 respondennya yang hampir separo berada di luar Jawa, merasa tidak puas terhadap kinerja Jokowi-JK. Survei ini dilakukan pada 14-17 September 2015.
Ketidakpuasan masyarakat terutama terhadap tiga hal: tingginya harga bahan pokok, lemahnya nilai tukar rupiah, dan lambannya penanganan kabut asap. Juga, mahalnya harga BBM, susah mendapat lapangan kerja, kinerja menteri yang tak bagus, hingga biaya kesehatan mahal.
Survei Litbang Kompas terhadap 1.200 responden memperlihatkan, secara umum, kelas atas memiliki tingkat ketidakpuasan lebih tinggi, mencapai 66,1%. Sedangkan kelas bawah memiliki tingkat kepuasan 54,8%. Selengkapnya soal hasil survei ini bisa dilihat di http://bit.ly/1thjokowijk.
Namun, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) melihat, publik masih menaruh kepercayaan terhadap Jokowi. "Publik masih menilai kelemahan pemerintah sebagai sesuatu yang wajar dalam tahun pertama pemerintahan," kata Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan, Selasa (20/10), dikutip Kompas.com.
Tidak ada juga calon pimpinan yang lebih dipercaya selain Jokowi. Namun, pasar akan menuntut kinerja dengan hasil lebih cepat di tahun kedua.
Pengamat ekonomi Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, turunnya kepuasan publik terhadap Jokowi – JK lantaran berbagai kebijakan misalnya Paket Kebijakan 1 – 4 baru terasa dampaknya dalam enam bulan mendatang, alias tidak instan.
Ia mengibaratkan, Jokowi seperti kusir yang menarik kuda-kudanya. Padahal seharusnya Jokowi memecut para menterinya untuk bekerja lebih cepat dan efisien. "Sebenarnya, pasar menginginkan orang-orang yang lebih baik di beberapa posisi menteri perekonomian," ujarnya, Senin (19/10). Selain itu, pasar perlu kepastian proyek, misalnya megaproyek listrik 35.000 megawatt.
Tak semua pelaku pasar kecewa dengan kinerja Jokowi – JK. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai, pemerintah cukup tanggap dengan kondisi ekonomi baik domestik maupun dampak dari luar negeri. "Kami mengapresiasi itu karena cukup mengena dengan harapan-harapan dan langkah dunia usaha," ujar Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto di Jakarta, Senin (19/10).
Para pengusaha mengaku mengerti, tantangan ekonomi tidak mudah. Ketika harga komoditas turun, ekonomi China lesu dan Amerika Serikat memperparah ketidakpastian dengan tak kunjung mengeksekusi rencana kenaikan bunga. Oleh karena itulah, Surya tak sependapat bila pemerintah disalahkan habis-habisan lantaran melemahnya ekonomi Indonesia saat ini.
Rencana tahun berikutnya?
Jokowi – JK masih berkutat dengan pembangunan infrastruktur, baik di darat maupun laut, di Jawa dan di luar Jawa. Penerimaan negara akan digenjot dan pemerintah berencana melaksanakan pembangunan mulai dari awal tahun 2016. Sehingga banyak lelang di kementerian yang sudah dilakukan mulai tahun ini.
Rencana perombakan kabinet atau reshuffle mulai bergaung. Jokowi melakukan evaluasi menteri dan kemungkinan akan merombak jajaran menterinya.
Toh, Presiden Jokowi yakin, masih bisa mengatasi segala persoalan. "Jalan perubahan dan transformasi fundamental ekonomi harus kita lakukan jika ingin mencapai Indonesia berdaulat, mandiri, dan berkepribadian," kata Jokowi dalam paparan kinerjanya itu.
Di tengah bujet terbatas, Jokowi - JK harus memperhatikan iklim baru perdagangan bebas dari Masyarakat Ekonomi ASEAN yang dimulai pada tahun 2016. Tak pelak, Jokowi – JK harus mengebut membantu meningkatkan daya saing, meningkatkan produktivitas, sembari mendorong kesejahteraan masyarakat 250 juta warga negara Indonesia.
Selamat melanjutkan tugas Jokowi – JK!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News