Reporter: Adi Wikanto, Asep Munazat Zatnika, Dea Chadiza Syafina | Editor: Cipta Wahyana
JAKARTA. Program mobil murah ramah lingkungan atau low cost green car (LCGC) plus pemberian insentif pajak bagi para pabrikannya, mulai mendatangkan masalah. Program yang digadang-gadang pemerintah bisa menghemat subsidi bahan bakar minyak (BBM), kini bak bumerang. Sebab, pengguna LCGC juga memakai BBM bersubsidi.
Jauh-jauh hari sudah banyak yang mengingatkan bahwa program mobil murah tidak akan efektif menekan subsidi BBM. Sebab, sulit dinalar bahwa pembeli mobil murah ini akan membeli bensin mahal.
Bukan hemat BBM yang didapat, justru subsidi BBM terancam makin bengkak. Belum lagi, efek kemacetan akibat LCGC laris manis. Berdasarkan catatan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) penjualan LCGC dua bulan pertama 2014 mencapai 22.306 unit.
Tapi sekali lagi, kemeriahan pasar LCGC ini berbanding lurus dengan lonjakan pemakaian BBM bersubsidi. Badan Pelaksana Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) memperkirakan, penggunaan BBM bersubsidi tahun ini bakal mencapai 48,97 juta kiloliter (kl) atau rata-rata sekitar 4,08 juta kl atau naik 7,3% dibanding tahun 2013.
Sebagai catatan, tahun lalu, rata-rata pemakaian BBM subsidi sekitar 3,8 juta kl per bulan. Angka ini naik sekitar 2,5% dibandingkan dengan rata-rata bulanan pemakaian BBM bersubsidi tahun 2012 (lihat tabel).
Yang bikin pusing Menteri Keuangan Chatib Basri adalah banyak LCGC ini antre membeli BBM bersubsidi. Atas dasar inilah, Chatib yang sebelumnya mendukung LCGC, berkirim surat ke Menteri Perindustrian MS Hidayat. Chatib menagih janji Hidayat bahwa LCGC ini hanya bisa memakai bensin non-subsidi.
Rabu (2/4) kemarin Chatib dan Hidayat bertemu untuk membahas sanksi bagi pengguna LCGC yang memakai bensin subsidi. Pemerintah mulai khawatir lantaran Gaikindo memprediksi penjualan mobil yang diklaim ramah lingkungan itu bakal mencapai 180.000 unit. "Ada beberapa usulan sanksi yang sedang dibahas bersama Pak Chatib," ujar Hidayat.
Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada A. Tony Prasetiantono menilai, solusi masalah ini hanya menaikkan harga BBM subsidi mulai tahun depan. Soalnya, tahun ini Indonesia sedang dalam tahap stabilisasi perekonomian. Kenaikan harga jual BBM bersubsidi ini bisa mengurangi beban anggaran subsidi pada tahun depan.
Tahun | Pagu APBN-P (Triliun Rupiah) | Realisasi (Triliun Rupiah) | Realisasi Volume (Juta KL) |
2007 | 54,1 | 83,8 | 38,60 |
2008 | 126,8 | 139,1 | 39,20 |
2009 | 52,3 | 45,0 | 37,70 |
2010 | 89,3 | 82,4 | 38,40 |
2011 | 129,7 | 165,2 | 41,70 |
2012 | 137,4 | 219,9 | 45,07 |
2013 | 199,9 | 210,0 | 46,25 |
2014 | 199,8 | - | 48 (Target APBN) |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News