Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina, Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi dalam, kemarin (23/5). IHSG longsor 1,66% ke level 5.121.40. Di hari yang sama, investor asing mencatat penjualan bersih Rp 720,56 miliar, setelah sepanjang pekan ini selalu mencetak pembelian bersih.
IHSG jatuh terseret penurunan indeks Nikkei yang merosot 7,32% ke 14,483.98. Bak efek domino, kejatuhan Nikkei langsung menjalar ke indeks bursa utama Asia lain, termasuk IHSG.
Price Earning Ratio | |
Bursa Saham Asia | |
(23 Mei 2013) | |
Indeks | PER |
Kospi | 32,36 |
Taiwan | 23,63 |
Nikkei 225 | 22,66 |
IHSG | 19,43 |
Straits Times Index | 13,90 |
Shanghai | 12,22 |
Hang Seng | 10,30 |
Fadli, analis Net Sekuritas, menilai, ada beberapa sebab kejatuhan Nikkei. Pertama, yield obligasi 10 tahun pemerintah Jepang naik ke level 1%. Kedua, bank Sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (Fed) memberikan sinyal akan mengurangi dana quantitative easing (QE). "Ketiga, industri manufaktur China melemah," ujar Fadli. Jalaran ketiga faktor itu, panic selling pun merebak di bursa saham Jepang.
Lepas dari itu, Arman Boy Manullang, pengamat pasar modal, mengingatkan, rekor-rekor baru IHSG selayaknya diwaspadai. Sebab, kenaikan IHSG bersilang arah dengan fundamental makro ekonomi Indonesia. Bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia berpeluang melambat. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi juga bakal mendorong inflasi dan ujungnya memicu kenaikan suku bunga perbankan.
Arman mengingatkan, pergerakan IHSG saat ini lebih banyak ditopang oleh banjir dana asing jangka pendek (hot money) ke bursa saham Indonesia. Maklum, pasar global sedang kebanjiran likuiditas seiring dengan gelontoran dana stimulus bank sentral di sejumlah negara. "Kelebihan likuiditas global itu yang lari ke pasar saham, karena tak ada tempat lain yang lebih menjanjikan," tutur Arman.
Kondisi semacam ini jelas berbahaya dan pelan-pelan meniupkan gelembung (bubble). Saat gelembung pecah, pasar saham bakal crash.
Toh, Arief Fahruri, analis Mega Capital, menilai, potensi bubble IHSG masih jauh. Namun memang, hitungan Mega Capital, IHSG sudah melewati nilai wajar IHSG 2013 sebesar 5.085 yang mencerminkan price to earning ratio (PER) sebesar 18,6 kali.
Kinerja Indeks Sektoral | ||
Indeks Sektoral | Nilai | YTD (%) |
Properti | 511,23 | 56,56 |
Barang Konsumsi | 2.146,26 | 37,06 |
Perdagangan | 903,53 | 21,94 |
Keuangan | 670,42 | 21,87 |
Industri Dasar | 628,88 | 19,43 |
Manufaktur | 1.368,39 | 19,21 |
Infrastruktur | 1.071,66 | 18,09 |
Aneka Industri | 1.265,23 | -5,33 |
Pertanian | 1.888,18 | -8,47 |
Pertambangan | 1.607,03 | -13,77 |
Sumber: BEI, Biro Riset KONTAN/Ragil Nugroh |
Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo mengamini, bubble IHSG belum terlihat. IHSG masuk area bubble bila melewati level 5.500. "Dan posisi itu sulit tercapai tahun ini," kata dia.
Arief memproyeksikan, dalam jangka pendek, pasar saham bakal terkoreksi, apalagi bila Fed mengurangi dana stimulus. "IHSG akan terkoreksi karena likuiditas berkurang," kata Arief.
Reza Nugraha, analis MNC Securities, menenangkan, investor tak perlu resah meski kini IHSG rawan koreksi. Baginya, fundamental emiten saham lokal masih kuat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News