kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.875   5,00   0,03%
  • IDX 7.314   118,54   1,65%
  • KOMPAS100 1.121   16,95   1,53%
  • LQ45 892   14,50   1,65%
  • ISSI 223   2,40   1,09%
  • IDX30 459   10,01   2,23%
  • IDXHIDIV20 553   13,38   2,48%
  • IDX80 129   1,38   1,09%
  • IDXV30 137   2,73   2,03%
  • IDXQ30 152   3,22   2,16%
FOKUS /

Revaluasi aset hanya untuk yang punya dana 'lebih'


Minggu, 29 November 2015 / 21:13 WIB
Revaluasi aset hanya untuk yang punya dana 'lebih'


Reporter: Adinda Ade Mustami, Galvan Yudistira, Hendra Gunawan, Mona Tobing | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pemerintah mengeluarkan sejumlah paket kebijakan untuk memompa pertumbuhan ekonomi. Salah satunya revaluasi aset. Melalui kebijakan ini, pelaku usaha didorong untuk meningkatkan asetnya tanpa harus khawatir terkena pajak yang tinggi.

Kebijakan tersebut tertuang dalam PMK 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap untuk Tujuan Perpajakan bagi Permohonan yang Diajukan Pada Tahun 2015 dan Tahun 2016. Bagi perusahaan yang melakukan revaluasi aset pada tahun 2015 dan 2016 akan diberikan keringanan pajak.

Wajib pajak (WP) dapat menikmati tarif khusus 3% jika WP telah memperoleh penetapan penilaian kembali aktiva tetap dan melunasi pajaknya sampai 31 Desember 2015. Namun jika revaluasi dan pelunasan dilakukan pada 1 Januari sampai 30 Juni 2016, WP akan terkena tarif 4%. Sedangkan tarif 6% untuk pelunasan hingga 31 Desember 2016.

Kebijakan tersebut pun disambut sejumlah perusahaan. Dimana rata-rata mereka adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mereka semua ingin memanfaatkan potongan pajak revaluasi aset jadi 3% hingga akhir tahun ini.

Salah satu BUMN yang gesit merespons kebijakan ini adalah PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI). Proses penilaian kembali total aset bahkan sudah selesai dilakukan BNI.

Direktur Keuangan BNI Rico Rizal Budidarmo mengatakan, revaluasi aset ini akan memberikan tambahan aset sebesar Rp 10 triliun hingga Rp 12 triliun kepada BNI. Hasil revaluasi aset sebesar Rp 12 triliun itu diproyeksikan bakal menggemukkan modal inti (CAR) tier 1 BNI menjadi 17,4 % dari posisi saat ini sebesar 14,7%.

Tapi, penambahan aset ini mengharuskan BNI membayar Rp 190 miliar-Rp 200 miliar untuk membayar pajak penghasilan (PPh) final sebesar 3%. Tak hanya itu, kewajiban BNI membayar pungutan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun bakal bertambah sekitar Rp 6 miliar atau 0,05% dari hasil revaluasi.

Mayoritas aset BNI yang mengalami revaluasi merupakan tanah dan bangunan dalam bentuk bangunan kantor, rumah dinas dan wisma pelatihan. Selain mempertebal modal, hasil revaluasi aset bakal digunakan ke beberapa pos pada tahun 2016.

Tapi, BNI masih mengkaji penggunaan hasil revaluasi aset tersebut. “Penggunaan lain dana hasil revaluasi masih dikaji,” ujar Rico.

Yang sudah pasti, karena modal naik, BNI bakal memanfaatkan hasil revaluasi aset untuk memacu kredit. BNI menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 14% sampai 16% atau sebesar Rp 364,8 triliun hingga Rp 371,2 triliun di sepanjang tahun 2016.

Masih menimbang

Meski begitu, tidak semua BUMN tergiur iming-iming diskon pajak tersebut. Sejumlah BUMN keuangan non bank masih menimang-nimang melakukan revaluasi aset. Alasannya, mereka masih menyelesaikan rencana kerja dan anggaran perusahaan untuk tahun 2016.

Direktur Retail dan Operasi Asuransi PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Sahata L. Tobing bilang, pihaknya masih mengkaji rencana revaluasi aset. Di atas kertas, revaluasi aset bakal menggemukkan neraca keuangan perusahaan.

"Karena lokasi gedung Jasindo rata-rata ada di jalan protokol," kata Sahata.

Sahata menghitung, revaluasi bisa mendongkrak nilai aset senilai Rp 6 triliun. Sedangkan, ekuitas Jasindo saat ini sebesar Rp 2 triliun.

Setali tiga uang, Direktur Utama PT Pegadaian Riswinandi belum memutuskan melakukan revaluasi aset atau tidak. Tapi, peluang Pegadaian merevaluasi asetnya cukup besar.

Berkaca pada tahun lalu, ketika Pegadaian merevaluasi aset, perusahaan ini bisa memperoleh suntikan dana segar sebesar Rp 3,8 triliun. "Tahun lalu kami manfaatkan saat penerbitan obligasi sehingga aset kami naik, ini bisa menambah pemasukan," tutur Riswinandi.

Di akhir 2014, nilai aset Pegadaian mencapai Rp 35,34 triliun, naik 5,59% dari tahun sebelumnya. Saat ini, nilai aset Pegadaian sebesar Rp 38 triliun dengan ekuitas sebesar Rp 12,3 triliun.

Tahun lalu, nilai ekuitas Pegadaian sebesar Rp 11,21 triliun naik dari tahun sebelumnya yakni Rp 10, 36 triliun. Tak mudah Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman Rahim menjelaskan, revaluasi aset menguntungkan BUMN.

Selain menebalkan jumlah aset, revaluasi juga bisa mendorong ekuitas. Kendati begitu, Jiwasraya tak buru-buru melakukan revaluasi aset. Menurut Hendrisman, Jiwasraya membutuhkan waktu untuk menghitung dan mendata aset perusahaan.

Apalagi, aset Jiwasraya tersebar di seluruh Indonesia. "Kami masih menunggu apakah bisa melakukan revaluasi aset," papar Hendrisman. Pada tahun lalu, aset Jiwasraya tercatat Rp 20,78 triliun atawa tumbuh 21,94% dari tahun sebelumnya Rp 17,04 triliun.

Per September 2015 lalu, aset Jiwasraya mencapai Rp 23,86 triliun. Berarti, dalam sembilan bulan aset Jiwasraya bertambah 14,82%.

Tak bisa bayar pajak

Lain lagi dengan BUMN di sektor komoditas. Salah seorang direksi di sektor itu menuturkan, perusahaannya belum tentu mengambil kesempatan diskon pajak tersebut. Pasalnya saat ini ia tidak memiliki dana untuk membayar pajak dikarenakan kinerja perusahaannya tengah menurun. Apalagi pajak yang harus dibayar nilainya juga tidak kecil, yakni mencapai ratusan miliar.

Turunnya kinerja perusahaan, selain karena ekonomi yang tengah lesu, juga dikarenakan harga komoditas anjlok sehingga keuntungan yang diraih menjadi sangat tipis.

Itu sebabnya, ia lebih memilih menahan diri dan tidak meningkatkan nilai aset perusahaannya. “Mungkin kami akan melakukannnya tahun depan. Tapi pajak yang harus dibayar tahun depan akan lebih besar lagi, antara 4-6%. Semakin ditunda pajak yang harus dibayar jadi semakin besar. Kita lihat apa kita punya dana untuk pajaknya,” ujarnya.

Menurutnya, peningkatan nilai aset toh belum terlalu mendesak. Dampak dari peningkatan aset juga belum begitu dibutuhkan. Sebab tahun depan, perseroan belum akan melakukan ekspansi dan harga komoditas belum tentu kembali kinclong.

Lain lagi dengan sektor perbankan yang memang dampak revaluasi aset tersebut cukup besar, yakni bisa meningkatkan kemampuan bank dalam menyalurkan kredit. Sehingga tidak heran perbankan begitu getol menyambut kebijakan revaluasi aset. “Jadi revaluasi aset ini untuk perusahaan yang memang memiliki dana lebih untuk bayar pajak dan dampaknya dibutuhkan segera,” katanya.

Hingga Senin (24/11) lalu, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah menerima permohonan revaluasi aset dari enam perusahaan. Kepala Sub Direktorat Peraturan Perpajakan PPh Badan Setyadi Aris Handono bilang, keenam perusahaan itu terdiri dari dua perusahaan perbankan, dua perusahaan bank perkreditan rakyat (BPR), dan satu perusahaan otomotif.

Salah satu di antaranya merupakan badan usaha milik negara (BUMN). "Senin (23/11) sudah lima. Ternyata tambah satu lagi," ujarnya.

Dari enam perusahaan itu, Ditjen Pajak sudah mengantongi penerimaan sekitar Rp 320 miliar. Itu diperoleh dari total aset yang akan direvaluasi Rp 10,7 triliun dan tarif 3%.

Namun penerimaan itu belum termasuk hasil revaluasi aset PLN. "PLN mengajukan tetapi belum membayarkan pajaknya sehingga belum dihitung," tambah Aris.

Bambang P.S Brodjonegoro, Menteri Keuangan mengatakan, kebijakan yang diumumkan pada 20 Oktober lalu melalui Paket Kebijakan Ekonomi Tahap V itu, salah satunya memang untuk menggenjot pemasukan pajak. Menurutnya, potensi penerimaan pajak dari revaluasi tahun ini bisa mencapai sekitar Rp 10 triliun.

Selain BUMN, banyak juga perusahaan di beragai daerah yang meminati program ini. Kondisi itu, diyakini dapat membantu penerimaan negara di tengah ancaman shortfall atau kurangnya penerimaan pajak dibanding target.

Pemerintah yakin dengan tambahan pajak atas revaluasi, shortfall pajak hingga akhir tahun bisa ditahan sebesar Rp 160 triliun, atau 88% dari target. Seperti diketahui, target pajak pemerintah dalam APBN-P 2015 adalah sebesar Rp 1.489,3 triliun. Sedangkan di APBN 2016, target pajak naik lagi menjadi sebesar Rp 1.546,7 trilliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×