kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.191.000   16.000   0,74%
  • USD/IDR 16.742   -34,00   -0,20%
  • IDX 8.099   58,67   0,73%
  • KOMPAS100 1.123   8,34   0,75%
  • LQ45 803   6,91   0,87%
  • ISSI 282   2,37   0,85%
  • IDX30 422   3,62   0,87%
  • IDXHIDIV20 480   0,21   0,04%
  • IDX80 123   1,39   1,14%
  • IDXV30 134   0,51   0,38%
  • IDXQ30 133   0,20   0,15%

Program MBG: Janji Makan Bergizi, Keracunan Reality


Minggu, 28 September 2025 / 00:02 WIB
Program MBG: Janji Makan Bergizi, Keracunan Reality
ILUSTRASI. Pelajar menikmati paket makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SD Negeri 42, Banda Aceh, Aceh, Kamis (11/9/2025). Pemerintah Provinsi Aceh mencatat capaian realisasi penerima program MBG hingga awal September 2025 telah mencapai 43 persen atau 742.891 orang dari 1.717.980 orang potensi penerima manfaat yang terdiri dari siswa sekolah, ibu hamil, ibu menyusui serta balita yang tersebar di 23 kabupaten dan kota. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/foc.


Reporter: Shintia Rahma Islamiati, Siti Masitoh, Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Presiden Prabowo Subianto baru saja mendarat di Tanah Air, Sabtu (27/9/2025), ketika isu program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menghantam ruang publik.

Di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Prabowo menegaskan satu hal: ia akan segera memanggil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana untuk meminta penjelasan.

“Saya monitor ada perkembangan itu. Saya akan panggil Kepala BGN dengan beberapa pejabat. Kami akan diskusikan,” ujarnya dalam pernyataan yang disiarkan YouTube Sekretariat Presiden.

Baca Juga: Banyak Kasus Keracunan Menu MBG, Prabowo Segera Panggil Kepala BGN

Pernyataan itu lahir di tengah derasnya kritik dan sorotan tajam. Sejak Januari hingga 25 September 2025, hampir 6.000 penerima manfaat MBG dilaporkan jatuh sakit akibat insiden keamanan pangan.

September menjadi bulan terkelam dengan 2.210 korban, termasuk lebih dari seribu siswa di Bandung Barat. Bupati setempat bahkan menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB).

Antara Niat Mulia dan Risiko Nyata

Sejak awal, MBG dirancang sebagai jaring pengaman bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu.

Prabowo menyebut masih banyak anak yang hanya bisa makan nasi dengan garam, sebuah kenyataan getir yang ingin diubah lewat program bernilai ratusan triliun rupiah ini.

“Mungkin kita ini makan lumayan. Mereka itu makan hanya nasi pakai garam. Ini yang harus kita atasi. Untuk memberi makan jutaan orang pasti ada hambatan dan rintangan,” kata Prabowo.

Baca Juga: Soal Keracunan Menu MBG, BGN: 80 Persen Karena SOP Tidak Dipatuhi

Namun hambatan itu kini berwujud nyata: ribuan anak keracunan. Kekhawatiran publik pun membesar.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bahkan mendesak pemerintah menghentikan sementara program ini agar ada waktu untuk pembenahan.

“Jika tidak dilakukan perbaikan serius dan komprehensif, MBG akan menjadi bom waktu yang meningkatkan angka kesakitan bagi penerima manfaat,” ujar Ketua YLKI Niti Emiliana.

Kritik dari Ahli Gizi

Nada keras juga datang dari kalangan ahli gizi. dr. Tan Shot Yen, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR pada Senin (22/9/2025), menyoroti menu MBG yang dinilainya tak sesuai dengan tujuan program.

Alih-alih menghadirkan pangan lokal, di beberapa daerah anak-anak justru diberi burger, spageti, bahkan chicken katsu.

“Tepung terigu tidak pernah tumbuh di bumi Indonesia. Anak-anak jadi terbiasa makanan impor, padahal kita kaya bahan pangan lokal,” ucap Tan.

Baca Juga: Evaluasi Total MBG

Ia menambahkan, bahan olahan yang disajikan kadang tak jelas mutunya. “Saya bahkan tak tega menyebutnya daging. Rasanya kayak karton, warnanya pink, lalu anak-anak disuruh DIY susun burger. Bukan itu tujuan MBG, punten,” kritiknya.

Tan mengusulkan 80% menu MBG berbasis pangan lokal: ikan kuah asam di Papua, kapurung di Sulawesi, hingga ragam kuliner daerah lain.

“Kalau anak-anak minta burger lalu dikasih burger, bagaimana kalau besok minta cilok? Mati kita,” sindirnya.

Air Mata dari BGN

Di balik kritik yang deras, pengakuan penuh penyesalan datang dari Wakil Kepala BGN, Nanik Deyang.

Dalam konferensi pers, ia menitikkan air mata sambil meminta maaf.

“Kesalahan terbesar kami adalah kurangnya pengawasan. Kasus-kasus ini terjadi karena mitra dan tim internal kami tidak menjalankan SOP dengan benar,” ujarnya lirih.

Baca Juga: Polri Tengah Dalami Kasus Keracunan Massa Menu Makanan MBG

Mulai bulan depan, makanan olahan dilarang dalam menu MBG. Dapur yang tidak memiliki sertifikat kesehatan akan ditutup.

Investigasi bersama otoritas pangan dan kepolisian juga sudah berjalan.

Anggaran Raksasa, Realisasi Terbatas

Masalah tak berhenti di aspek gizi dan keamanan pangan. Dari sisi anggaran, BGN mengakui tak mampu menyerap penuh dana yang dianggarkan.

Kepala BGN Dadan Hindayana menjelaskan, dari target Rp171 triliun, hanya Rp99 triliun yang realistis terserap tahun ini.

Realisasi hingga 26 September baru Rp19,3 triliun, sementara target akhir tahun mencapai 82,9 juta penerima manfaat.

Meski demikian, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tetap menilai program ini punya multiplier effect besar, meski mengingatkan soal disiplin penggunaan anggaran.

Belajar dari Dunia

Indonesia bukan pionir dalam hal makan bergizi gratis. Thailand sudah memulainya sejak 1952, Brasil menggandeng petani lokal, Malaysia menyalurkan bantuan makanan bermasak untuk 1 juta anak.

Baca Juga: Banyak Kasus Keracunan, BGN Tetapkan Syarat Baru Bagi SPPG MBG

Sementara Timor Leste mencatat cakupan tertinggi di Asia Pasifik dengan 82% sekolah.

Menurut laporan World Food Programme (WFP) 2024, ada 107 negara yang menjalankan program makanan sekolah.

Lebih dari 139 juta anak di seluruh dunia mendapatkan manfaatnya.

Indonesia kini masuk dalam barisan itu, dengan ambisi menjangkau 83 juta anak hingga akhir tahun.

Tetapi, di balik skala dan niat mulia, persoalan pengawasan, gizi, hingga kesiapan dapur masih menjadi pekerjaan rumah besar.

Harapan yang Masih Hidup

Di tengah badai kritik, Prabowo tetap menyimpan optimisme. “Harus waspada, jangan sampai ini dipolitisasi. Tujuan makan bergizi adalah untuk anak-anak kita yang sering sulit makan,” tegasnya.

Pertanyaannya kini: bisakah program raksasa ini kembali ke relnya sebagai penyelamat gizi anak bangsa?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Business Contract Drafting GenAI Use Cases and Technology Investment | Real-World Applications in Healthcare, FMCG, Retail, and Finance

[X]
×