Reporter: Arif Ferdianto, Dimas Andi, Ferry Saputra, Lailatul Anisah | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat hingga 23 April 2025, jumlah kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Indonesia telah mencapai 24.036 kasus.
Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Sepanjang 2024, tercatat total 77.965 kasus PHK, naik dari 64.855 kasus pada 2023.
Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyebut bahwa tren PHK tahun ini menunjukkan lonjakan yang patut diwaspadai.
"Per 23 April sudah mencapai sepertiga lebih dari total tahun lalu. Secara year-on-year memang meningkat," katanya dalam Rapat Kerja Bersama Komisi IX DPR RI.
Provinsi Tertinggi dan Sektor Paling Terdampak
Dari sisi geografis, tiga provinsi mencatat angka PHK tertinggi sejauh ini: Jawa Tengah (10.692 kasus), DKI Jakarta (4.649 kasus), dan Riau (3.546 kasus).
Sementara dari sisi sektoral, industri pengolahan menyumbang kasus PHK terbesar dengan 16.801 kasus. Diikuti oleh sektor perdagangan besar dan eceran (3.622 kasus), jasa lainnya (2.012 kasus), transportasi dan pergudangan (1.670 kasus), serta konstruksi (1.135 kasus).
Baca Juga: Pemerintah Diminta Lakukan Deregulasi Terhadap Aturan yang Berpotensi Perluas PHK
Sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK), meski tidak dominan dalam angka PHK nasional, mulai menunjukkan tanda-tanda tekanan akibat restrukturisasi perusahaan startup dan pengurangan modal ventura.
Banyak startup melakukan "perampingan tim" dengan alasan efisiensi, menyusul penurunan nilai investasi dari modal ventura.
Sektor digital saat ini berada dalam fase "realignment" setelah mengalami pertumbuhan agresif pasca-pandemi.
Penyebab PHK: Gabungan Tekanan Domestik dan Global
Kemenaker mengidentifikasi berbagai penyebab PHK yang terjadi di berbagai sektor:
-
Penurunan permintaan pasar baik domestik maupun ekspor yang membuat perusahaan mengalami kerugian
-
Relokasi usaha ke wilayah dengan struktur upah lebih rendah
-
Perselisihan hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja
-
Efisiensi perusahaan untuk menekan kerugian atau akibat transformasi model bisnis
-
Mogok kerja dan pembalasan perusahaan
-
Kepailitan atau kebangkrutan
Sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik di Jawa Tengah dan Banten, misalnya, paling terdampak oleh penurunan permintaan ekspor ke Amerika Serikat dan Eropa.
Baca Juga: Panasonic PHK 10.000 Karyawan, Pemerintah Diminta Bertindak Cepat!
Efek ke Tenaga Kerja dan Tingkat Pengangguran
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamanaker) Immanuel Ebenezer juga menyatakan jumlah angka pengangguran di Indonesia mencapai 7,48 juta di tahun ini.
"Tahun ini 7,48 juta (angka pengangguran)," kata Immanuel.
Menurut Immanuel, angka ini bisa saja bertambah seiring dengan memanasnya tensi perang dagang dan isu kebijakan tarif yang di terapkan oleh Amerika Serikat.
"Itu (data) sebelum perang tarif, mungkin bisa menambah usai perang tarif," uja Immanuel.
Perspektif Dunia Usaha: Efisiensi dan Kehati-hatian
Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo, Chandra Wahjudi, menyatakan bahwa banyak perusahaan harus memilih antara menjaga operasional atau mempertahankan tenaga kerja.
Sektor padat karya seperti tekstil, garmen, dan manufaktur menghadapi dilema berat. Mereka harus tetap kompetitif di pasar global dengan efisiensi tinggi.
“Di beberapa sektor terutama yang padat karya perusahaan menghadapi dilema antara mempertahankan tenaga kerja dan menjaga keberlanjutan bisnis,” ujarnya
Menurutnya, dorongan untuk transformasi operasional, termasuk otomatisasi, tidak dapat dihindari. Namun, hal ini harus dibarengi dengan strategi pelatihan ulang tenaga kerja (reskilling).
Chandra juga menegaskan pentingnya mendorong investasi sebagai solusi jangka panjang penciptaan lapangan kerja.
Ia menyarankan agar pemerintah lebih proaktif dalam menarik Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang padat karya.
“Oleh karena itu realisasi investasi baik itu Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) perlu lebih didorong agar terus tercipta lapangan kerja,” pungkasnya.
Baca Juga: Syarat dan Cara Klaim Manfaat JKP BP Jamsostek untuk Pekerja yang Terkena PHK
Kadin: Deregulasi Perlu, Tapi Hati-Hati
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Saleh Husin, mengingatkan bahwa kebijakan regulatif yang tidak tepat sasaran justru dapat memperburuk kondisi industri.
Mantan Menteri Perindustrian ini menyampaikan kekhawatirannya bahwa regulasi seperti PP 28 Tahun 2024 yang mengetatkan regulasi perihal rokok serta aturan kandungan garam, gula, dan lemak (GGL) bisa memperburuk kondisi industri yang sudah berjuang dalam tekanan ekonomi.
Saleh menyatakan pihaknya telah menyampaikan pendapat bahwa sejumlah pasal dalam PP 28/2024 tersebut akan mematikan industri dan menyuburkan produk-produk ilegal.
Tanpa peraturan seketat itu saja, saat ini rokok ilegal sudah mencapai angka 6,9% pada 2023 berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
"Apalagi dengan semakin diketatkannya peraturan, maka semakin menjamur pastinya produk ilegal,” imbuhnya.
BPJS Ketenagakerjaan: Dampak Nyata PHK Terlihat dari Lonjakan Klaim JKP
Gelombang PHK juga tercermin dari melonjaknya klaim program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan.
Pada kuartal I-2025, klaim JKP tercatat mencapai Rp 161 miliar dari 35.493 kasus, naik lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa melakukan mitigasi atau menghalau peningkatan klaim JKP atas PHK yang terjadi.
Dia bilang BPJS Ketenagakerjaan hanya bisa membantu korban PHK untuk lebih mudah mendapatkan klaim JKP.
Menurut Timboel, kunci antisipasi lonjakan klaim JKP BPJS Ketenagakerjaan ada di pemerintah, yakni dengan mencari solusi menekan tingkat PHK agar tak makin meningkat ke depannya.
"Pemerintah perlu berupaya untuk menegosiasikan dengan pengusaha agar tidak melakukan PHK. Misalnya, memberikan bantuan atau insentif kepada pengusaha. Dengan demikian, tingkat PHK bisa ditekan sehingga berimbas juga terhadap klaim JKP," katanya.
Baca Juga: Banyak Pekerja Terkena PHK, Jumlah Pelapor Pajak Menyusut
Usulan Satgas PHK: Langkah Strategis dari Serikat Pekerja
Presiden Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) yang diusulkan Presiden KSPI, Said Iqbal.
"Ini usulan yang sangat baik. Kita perlu membentuk Satgas PHK sesegera mungkin, melibatkan semua pihak, dari pemerintah, buruh, akademisi, hingga BPJS," kata Prabowo dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden, Selasa (8/4/2025).
Satgas ini diharapkan dapat merespons cepat kasus PHK massal dan merancang solusi perlindungan sosial serta pemulihan ekonomi berbasis tenaga kerja.
Selanjutnya: Gunung Semeru Hembuskan Kolom Abu 1.000 Meter pada Senin (12/5) Malam
Menarik Dibaca: 5 Film Paling Populer di Letterboxd Minggu Ini, Thunderbolts Teratas
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News