kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.966.000   6.000   0,31%
  • USD/IDR 16.765   92,00   0,55%
  • IDX 6.749   26,11   0,39%
  • KOMPAS100 973   5,13   0,53%
  • LQ45 757   3,47   0,46%
  • ISSI 214   1,25   0,59%
  • IDX30 393   1,62   0,42%
  • IDXHIDIV20 470   -0,32   -0,07%
  • IDX80 110   0,74   0,67%
  • IDXV30 115   -0,27   -0,24%
  • IDXQ30 129   0,23   0,18%
FOKUS /

Pengaruh Konflik Trump VS Ketua The Fed Jerome Powell, Apa Dampaknya ke Indonesia?


Selasa, 29 April 2025 / 10:52 WIB
Pengaruh Konflik Trump VS Ketua The Fed Jerome Powell, Apa Dampaknya ke Indonesia?
ILUSTRASI. Konflik antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Gubernur Bank Sentral The Fed Jerome Powell telah membuat gejolak ekonomi di Negeri Paman Sam. Ancaman pemecatan dilontarkan oleh Presiden membuat mata uang mereka anjlok. Kekhawatiran akan independensi The Fed meningkatkan resiko penurunan greenback. REUTERS/Carlos Barria/File Photo


Sumber: Yahoo Finance,Wall Street Journal,BBC | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID. - JAKARTA. Konflik antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Gubernur Bank Sentral The Fed Jerome Powell telah membuat gejolak ekonomi di Negeri Paman Sam. Ancaman pemecatan dilontarkan oleh Presiden membuat mata uang mereka anjlok. Kekhawatiran akan independensi The Fed meningkatkan resiko penurunan greenback.

Mengutip Investing.com, index dolar AS (DXY) hingga kini masih tertahan dibawah level 100. Pada Selasa (29/4) 06.17 wib indeks berada di level 99,06.

Sejak kasus ini mencuat, indeks dolar langsung jatuh. Pada (16/4) DXY mulai turun level 99,64. Situasinya semakin memanas membuat Greenback sempat menyetuh titik terendah pada (21/4) di level 98,40.  

Namun dipenghujung pekan, ketegangan mulai mereka ketika trump menyangkal bahwa ia pernah berniat memecat Powell. Meski tidak menjamin akan membatasi intervensi terhadap The Fed, tetapi Trump menyebut ia mungkin menghubungi Powell untuk membahas kekhawatirannya tentang kebijakan suku bunga bank.

Donald Kohn, peneliti senior di Brookings Institution sekaligus mantan Wakil Ketua Bank Sentral AS meragukan ini sebagai penanda berakhirnya pertikaian antara Trump dan The Fed. Menurutnya perubahan yang ditunjukkan Trump tampaknya dimaksudkan untuk menenangkan pasar keuangan.

"Saya pikir terlalu dini untuk mengatakan bahwa ada stabilitas di sana,” ujarnya seperti dikutip dari BBC, Selasa (29/4).

Baca Juga: Trump Kembali Lontarkan Kritik Terhadap Ketua Federal Reserve Jerome Powell

Ketegangan antara dua pejabat ini, pertama kali dimulai ketika Trump melalui unggahan di platform Truth Social, Trump menyebut Powell sebagai “pecundang besar” dan mendesaknya untuk segera menurunkan suku bunga, atau jika tidak, perekonomian AS akan melambat. Perselisihan berakar pada perbedaan pendapat mengenai kapan Bank Sentral harus menurunkan suku bunga.

Situasi semakin memanas saat Trump kembali melontarkan pernyataan langsung saat menjawab pertanyaan dari wartawan selama kunjungan bersama Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni.

"Jika saya ingin dia keluar, dia akan keluar dari sana dengan sangat cepat, percayalah. Saya tidak senang dengannya." tegas Trump.

Ia percaya bahwa penurunan suku bunga dapat merangsang pertumbuhan ekonomi ssetra meningkatkan pinjaman dan investasi. Presiden AS yang memulai karir sebagai pebisnis ini telah lma mengaku menyukai kebijakan suku bunga rendah.

Sementara Powell masih tetap fokus pada target inflasi sebesar 2%. Sebelumnya di tahun 2022 dan 2023,  The Fed telah menaikkan suku bunga secara tajam untuk memperlambat peminjaman dan pengeluaran serta mengendalikan inflasi. Kala itu inflasi sempat mencapai 9,1%. Kini per Maret 2023 inflasi sudah berhasil turun ke 2,3%.

Bahkan Trump secara gamblang membandingkan kebijakan The Fed dan kebijakan European Central Bank (ECB) yang memangkas suku bunga acuan pada 17 April lalu. Ia pun dikabarkan telah mempelajari kemungkinan untuk memecat Powell hingga mewawancarai calon Ketua The Fed yang baru.

Melansir laporan Wall Street Journal, Trump disebut Trump telah mengadakan pembicaraan tertutup dengan calon pengganti Powell, mantan gubernur Fed Kevin Warsh. Menurut Direktur Dewan Ekonomi Nasional Kevin Hassett Presiden dan timnya memang sedang mempertimbangkan apakah akan memecat Powell.

Bisakah Trump memecat Powell?

Walaupun berkali-kali memberi sinyal untuk mendepak Powell, tetapi sebenarnya itu bukan hal yang mudah. Mengacau keputusan Mahkamah Agung tahun 1935 disebutkan bahwa anggota dewan lembaga federal independen seperti Federal Reserve hanya dapat dipaksa keluar sebelum masa jabatan mereka berakhir karena suatu alasan.

Malahan kini Trump sedang mendapatkan perseoalan karena keputusannya memecat anggota Dewan Hubungan Perburuhan Nasional dan anggota Dewan Perlindungan Sistem beberapa waktu lalu. Mahkamah Agung menghentikan sementara keputusan tersebut awal bulan ini dan Trump dianggap melanggar hukum.

Baca Juga: Trump Tegaskan Tidak Berencana Pecat Powell, Pasar Saham Merespons Positif

Sementara dari sisi Powell sendiri, sejak Trump terpilih pada November lalu, ia telah menegaskan tidak akan mengundurkan diri jika diminta oleh presiden. Menurutnya berdasarkan hukum, Presiden tidak boleh memecat atau menurunkan jabatan Ketua Fed dan masa jabatannya sebagai ketua Fed berakhir pada tanggal 15 Mei 2026.

Beberapa anggota parlemen dan pejabat Federal Reserve lainnya membela Powell. Pada Senator Republik John Kennedy dari Louisiana membela Powell di acara ‘Meet the Press’ di NBC.

"Saya tidak berpikir presiden, presiden mana pun, memiliki hak untuk mencopot ketua Federal Reserve. Federal Reserve seharusnya independen," katanya.

Ada pula, Presiden Federal Reserve Bank of Chicago Austan Goolsbee mengatakan di acara ‘Face the Nation’ di CBS News bahwa melemahkan independensi bank sentral dapat menyebabkan inflasi yang lebih tinggi, pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat, dan pasar menjadi lebih buruk.

Dampaknya ke Indonesia?

Analis Doo Financial, Lukman Leong menyebut jika ketegangan antara Trump dan Powell terus berlanjut ini akan berimbas buruk terhadap kondisi ekonomi AS. Dolar AS akan semakin jatuh karena pasar masih diselimuti kekhawatiran.

“Walaupun ini menyebabkan ketidakpastian tetapi pengaruhnya masih lebih tinggi karena kebijakan tarif impor Trump,” jelasnya.

Menurutnya indeks dolar masih berpotensi kembali tertekan, Lukman bilang ini tidak serta merta menjadi sentimen positif bagi rupiah. Ketidakpastian perang dagang masih membuat investor cenderung berhati-hati pada mata uang emerging market seperti rupiah.

Namun meski begitu, Lukman bilang sulit untuk mengembalikan pamor dolar AS. Peran greenback sebagai save haven sudah mulai ditinggalkan. Kini investor lebih memilih memburu emas atau yen Jepang.

Baca Juga: Harga Emas Turun, Imbas Trump Menarik Kembali Ancaman Pemecatan Powell

Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyebut keinginan Trump untuk menurunkan suku bunga acuan bisa berdampak buruk terhadap ekonomi negaranya. Dengan suku bunga rendah, ia berharap perusahaan yang ingin kembali ke AS bisa mendapatkan permodalan dengan bunga rendah.

“Percuma kalau cost of investment tinggi. Tapi jika diturunkan rate of investment maka inflasi tidak akan terkendali. Dalam jangka tertentu akan membuat daya beli masyarakat akan anjlok,” cetusnya.

Pada akhirnya kalau itu terjadi, pertumbuhan ekonomi global juga turut melambat. Permintaan akan barang secara global akan melambat. Nah disitulah perlambatan ekonomi baru akan dirasakan negara-negara lain seperti Indonesia.

Selanjutnya: Promo Deterjen & Sabun Mandi di Indomaret Berakhir Besok, Ada Diskon di Superindo

Menarik Dibaca: Promo Alfamart Kebutuhan Dapur sampai 30 April 2025, Sarden-Margarin Diskon Lumayan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM) Negotiation Mastery

[X]
×