kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Pemerintah Coba Redam Inflasi di Tengah Tekanan El Nino, Harga Minyak dan Rupiah


Senin, 09 Oktober 2023 / 05:00 WIB
Pemerintah Coba Redam Inflasi di Tengah Tekanan El Nino, Harga Minyak dan Rupiah


Reporter: Bidara Pink, Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - Memasuki kuartal IV-2023, inflasi di Indonesia kembali meningkat. Kenaikan inflasi ini mendapat momentum dari seretnya pasokan pangan, utamanya beras akibat el nino. Selain harga pangan yang meroket, harga minyak juga tersulut pemangkasan produksi oleh produsen minyak utama dunia.

Belum selesai sampai di situ, pelemahan rupiah akibat kekhawatiran suku bunga The Fed kembali dikerek turut menekan inflasi lebih tinggi di dalam negeri. Kondisi ini bisa mengerek harga produk impor atau berbahan baku impor.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada bulan September sebesar 0,19% month to month (mtm) dari bulan sebelumnya yang deflasi 0,02%. Sementara itu, secara tahunan inflasi berasa di level 2,28%.

Baca Juga: Selain Kurs, Inflasi Barang Impor Bergantung pada Kebijakan Product Dumping China

Berdasarkan data BPS, penyumbang inflasi pada bulan September 2023 adalah kelompok makanan, minuman dan tembakau. Kelompok ini mencatat inflasi sebesar 0,35% secara bulanan dengan andil pada inflasi sebesar 0,09%.

Secara spesifik, BPS mengatakan penyumbang utama inflasi dari kelompok ini adalah beras. Harga beras saja menyumbang inflasi sebesar 0,18%. Kenaikan harga beras ini dipicu penurunan produksi, pembatasan ekspor beras di dunia sehingga menganggu suplai beras.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan ada kecenderungan penurunan jumlah produksi beras dair bulan Agustus 2023 sampai akhir tahun.

Hal ini berpotensi mengakibatkan defisit neraca beras. Pasalnya, pasokan beras turun sementara konsumsi tetap tinggi dapat membuat harga beras terus naik.

Baca Juga: Waspada! Ada Potensi Defisit Neraca Beras Hingga Akhir Tahun 2023

Sementara itu, penurunan produk beras terjadi pada sejumlah negara produsen utama semisal Thailand, Vietnam dan India. Bahkan India melakukan pembatasan ekspor beras. Kebijakan ini juga turut menganggu rantai pasok beras global.

Selain beras, BPS mencatat kenaikan harga daging ayam ras juga pendorong terbesar lainnya pada inflasi bulan September. Kenaikan harga daging ayam ini dipicu salah satunya kenaikan harga pakan ternak terutama harga jagung.

Ke depan, BPS berharap pemrintah dapat menjaga agar inflasi tetap terkendali. Untuk itu, Amalia mendorong tim pengendali inflasi bekerja solid dalam mengatasi inflasi ini. Kalau misalnya inflasi karena gangguan suplai, maka pemerintah bisa membenahinya.

Kenaikan Harga Minyak dan Pelemahan Rupiah

Selain sektor pangan, perkembangan harga komoditas energi terutama minyak dunia juga dikhawatirkan menyulut inflasi. Hal itu tak terlepas dari kebijakan Arab Saudi yang memangkas produksi sebesar 1 juta barel per hari secara sukarela tahun ini. 

Pemangkasan itu akan mengurangi hingga 9 juta barel p er hari pada Oktober, November dan Desember. Sebelumnya Rusia dan OPEC + juga telah sepakat memangkas produk minyak mereka.

Baca Juga: Negara-Negara ASEAN Akan Memprioritaskan Kebutuhan Beras Anggotanya

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Ferry Irawan menyampaikan, tren kenaikan harga minyak dapat berdampak terhadap perkembangan inflasi domestik.

Namun pada pekan ini harga minyak mulai terkoreksi. Harga minyak Brent turun 8,26% dan WTI merosot 8,81% selama sepekan ini. Pada Jumat (6/10), harga minyak Brent berjangka ditutup naik 061% menjadi US$ 84,58 per barel. Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS juga naik 0,58% menjadi US$ 82,79 per barel.

Selain kenaikan harga minyak, inflasi juga bakal disulut pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Kurs rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 15.613 pada Jumat (6/10), naik tipis 0,03% dari hari sebelumnya. Sedangkan kurs rupiah Jisdor melemah 0,17% ke Rp 15.628 per dolar AS.

Dalam sepekan, kurs rupiah spot ambles 0,99% dari Rp 15.460 per dolar pada Jumat (29/9) pekan lalu. Kurs rupiah Jisdor juga turun 0,91% dalam sepekan dari Rp 15.487 per dolar AS pada Jumat pekan lalu.

Baca Juga: Inflasi Filipina Naik Dua Bulan Berturut-Turut Didorong Lonjakan Harga Beras

Pelemahan mata uang rupiah ini akan membuat harga-harga produk barang impor akan lebih mahal. Ini tentu saja akan turut mengerek inflasi dalam negeri, kendati dampaknya belum terasa ke perekonomian saat ini.

Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Banjaran Surya Indrastomo mengatakan melemahnya nilai tukar rupiah akan berdampak ke inflasi lewat exchange rate pass through.

Mengendalikan Inflasi

Untuk mengendalikan inflasi, pemerintah telah mengambil sejumlah kebijakan. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) misalnya menjanjikan insentif fiskal kinerja tahun berjalan bagi daerah yang berhasil mengendalikan inflasi di wilayah mereka. Kemenkeu telah mengangarkan Rp 1 triliun untuk insentif tersebut.

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman mengungkapkan, pemberian insentif fiskal ini diberikan kepada 33 daerah. Ini merupakan pemberian insentif kedua dimana pada pemberian insentif periode satu telah diberikan pada 31 Juli 2023 lalu. 

"Periode II diberikan Rp 330 miliar kepada 33 daerah yang berdasarkan penilaian memiliki kinerja baik dalam pengendalian inflasi baik di level provinsi, kabupaten/kota,” tutur Luky.

Ia mengatakan untuk pemberian insentif fiskal kategori pengendalian inflasi periode III akan diberikan pada akhir Oktober 2023.  Ia berharap dengan pemberian insentif fiskal ini, setiap daerah berjuang dan bersama-sama dengan pemerintah pusat turut mengendalikan inflasi. 

Baca Juga: Mitigasi El Nino, Presiden Minta Jajarannya Waspada Kebutuhan Air Hingga Gagal Panen

Sementara itu, Plt Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro & Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan mengatakan, dalam upaya mengantisipasi inflasi pangan, dukungan fiskal daerah juga terus dioptimalkan melalui penggunaan Belanja Tak Terduga (BTT).

Kemudian, penguatan cadangan pangan pemerintah, fasilitasi distribusi pangan dari daerah surplus ke defisit termasuk optimalisasi tol laut dan jembatan udara, maupun penguatan data terus ditingkatkan pelaksanaannya.

Adapun terkait dengan komoditas beras, Ferry mengatakan, pemerintah terus berupaya untuk memastikan ketersediaannya termasuk melalui pengadaan luar negeri. Stok beras yang dikelola Bulog saat ini per 29 September 2023 tercatat sebesar 1,770 juta ton, yang mana 1,7 juta tonnya merupakan cadangan beras pemerintah.

Baca Juga: Ada Potensi Defisit Neraca Beras, Begini Kata Ekonom

“Upaya stabilisasi harga melalui penyaluran beras melalui program SPHP hingga 29 September mencapai 795.700 ton dan akan terus dilaksanakan,” tutur Ferry. Lebih lanjut, cadangan beras pemerintah pada akhir tahun akan tetap dijaga dan diperkirakan pada kisaran 1,2 juta ton. 

Dia mengatakan, dengan adanya pasokan beras yang cukup tinggi dikelola pemerintah melalui cadangan beras pemerintah, diharapkan dapat menjaga stabilitas harga beras sehingga inflasi tahun 2023 tetap terkendali dalam rentang sasaran target.

Selain itu, sebagai upaya menjaga daya beli masyarakat Pemerintah juga telah mulai menyalurkan kembali bantuan pangan beras kepada 21,3 Juta KPM dengan besaran 10 Kg/KPM pada September-November.

“Realisasi sampai dengan 1 Oktober 2023 telah disalurkan bantuan beras sejumlah 197.545 ton atau 98,37% dari total alokasi bulan September,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×