kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Net sell asing berlanjut, perlukah dicemaskan?


Selasa, 20 Agustus 2013 / 03:32 WIB
Net sell asing berlanjut, perlukah dicemaskan?
ILUSTRASI. Ketahui 4 Cara Mudah Menghilangkan Sel Kulit Mati di Wajah


Reporter: Barratut Taqiyyah, Dea Chadiza Syafina, Asnil Bambani Amri | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Ketidakpastian mengenai perekonomian Indonesia menyebabkan investor asing mulai berpikir ulang mengenai portofolio yang mereka tanamkan di Indonesia. Salah satu indikator yang menunjukkan hal tersebut dapat dilihat dari aliran dana panas yang meninggalkan Indonesia pada transaksi kemarin, Senin (19/8).

Asal tahu saja, data yang dihimpun Bloomberg menunjukkan, investor asing yang tercatat melakukan net sell di pasar reguler mencapai Rp 1,82 triliun. Ini merupakan aksi jual asing terbesar sejak 21 Juni laluAdapun saham yang paling banyak dijual adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Semen Gresik Tbk (SMGR), PT Banck Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Astra International Tbk (ASII).

Tingginya net sell asing itu pula yang pada akhirnya menyebabkan pasar saham Indonesia terjungkal dalam pada penutupan transaksi sore kemarin. Catatan saja, pada perdagangan hari ini, IHSG ditutup turun -255,14 poin (-5,58%) ke 4.313,52 dengan jumlah transaksi sebanyak 8,5 juta lot atau setara dengan Rp 6,4 triliun. Penurunan IHSG ini adalah yang terbesar dalam dua tahun.

Terjungkalnya IHSG memberi isyarat kuat akan ancaman bagi perekonomian Indonesia. Bahkan, tadi malam, tiba-tiba saja Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) menggelar rapat mendadak di Kementerian Keuangan RI.

Forum yang beranggotakan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan itu akan membahas langkah apa yang harus dilakukan Pemerintah menghadapi kondisi ini.

Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan FKSSK selalu melakukan pertemuan untuk merespon kondisi poerekonomian Indonesia. Cuma, pertemuan malam kemarin terbilang istimewa karena membahas pelemahan indeks yang terjadi hari ini.

"Depresiasi (rupiah) dan jatuhnya stock market Indonesia lebih besar daripada Thailand dan India," ujar Chatib, Senin (18/8) malam di gedung Kementerian Keuangan.

Apa penyebab penurunan IHSG?

Bisa dipastikan, anjloknya IHSG bukan disebabkan oleh kerusuhan Mesir maupun isu bursa regional. Kepala Riset Universal Broker Satrio Utomo berpendapat, "Ini karena rupiah. Penurunan IHSG  cenderung disebabkan oleh sentimen dalam negeri."

Pelemahan rupiah yang menyentuh level 10.540 dari sebelumnya 10.380, lanjut Satrio, membuat pasar semakin tertekan dengan aksi jual. Rilis data ekonomi dengan asumsi pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 6,4% juga membuat pemodal asing merasa kurang nyaman sehingga mereka banyak mengambil posisi likuidasi.

Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Jimmy Dimas Wahyu, pengamat pasar modal Indonesia. "Net sell asing berkaitan dengan kecamasan akan pelemahan ekonomi Indonesia dan mata uang rupiah," jelasnya.

Asal tahu saja, posisi rupiah dalam beberapa hari terakhir terus melemah. Pada penutupan sore, nilai tukar rupiah di pasar spot menunjukkan posisi 10.533. Ini merupakan level rekor terlemah rupiah dalam empat tahun terakhir atau Juni 2009.

Jika ditotal, sepanjang kuartal ini, pelemahan rupiah mencapai 5,4%. Kondisi ini menjadikan rupiah sebagai mata uang dengan performa terburuk di antara 11 mata uang utama Asia yang paling sering diperdagangkan. 

Di pasar non deliverable forwards (NDF), nilai tukar rupiah di pasar spot lebih premium 1,9% dari harga kontrak NDF rupiah untuk pengantaran satu bulan ke depan yang siang kemarin melemah 1,1% menjadi 10.961 per dollar AS.

Selain itu, pasar Surat Utang Negara (SUN) juga memberikan sinyal merah. Tingginya risiko menyebabkan investor menuntut tingkat yield yang tinggi untuk obligasi pemerintah yang ditawarkan. Berdasarkan data Bloomberg, indeks SUN turun dalam lima hari berturut-turut.

Kemarin (19/8), indeks SUN ditutup pada angka 97,67 ketimbang pekan lalu 101,1. Imbal hasil SUN acuan seri FR0066 bertenor 5 tahun, kemarin, ditutup naik ke posisi tertinggi sepanjang 2013 menjadi 7,64% ketimbang akhir pekan lalu di angka 7,47%. Sedangkan imbal hasil SUN acuan seri FR0063 bertenor 10 tahun naik ke angka 8,212% dibanding akhir pekan lalu yang masih 7,98%. Imbal hasil ini hampir menyentuh titik tertinggi sepanjang 2013 di angka 8,215% pada 16 Juli.

Kenaikan yield obligasi memang sudah dimulai sejak dirilisnya data defisit neraca perdagangan Indonesia senilai US$ 9,8 miliar, terbesar sejak 1989.

"Perekonomian Indonesia menunjukkan data negatif secara bertahap yang menunjukkan perlambatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan inflasi, dan pembengkakan defisit neraca perdagangan," papar Leo Rinaldy, ekonom PT Mandiri Sekuritas kepada Bloomberg. Dia menilai, implikasi dari sejumlah faktor tersebut ke depannya adalah peningkatan permintaan dollar AS.

Pendapat senada diungkapkan oleh John Rachmat, head of equities research and strategy Mandiri Sekuritas di Jakarta kepada Bloomberg. "Semua ini disebabkan oleh data defisit neraca perdagangan," jelas John.

Namun, John berpendapat, pada saat rupiah dianggap murah, arus dana asing akan kembali masuk ke Indonesia. "Saat ini, investor asing merasa cemas untuk berinvestasi di Indonesia," imbuhnya.

Patutkah hal ini dicemaskan?

Menurut Satrio, jika dilihat, tekanan jual asing yang terjadi saat ini kecil. Namun, hal ini tetap harus diwaspadai.

"Maraknya tekanan jual penyebabnya adalah pidato RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) Presiden kemarin. Sebab, asumsi-asumsi yang dikatakan pemerintah tidak benar karena jauh dari realitas yang ada. Hal ini mengakibatkan keraguan di pasar dan akhirnya melakukan aksi jual," ujar Satrio, Senin (19/8).

Menurut Satrio, net sell dana asing yang menandakan investasi pemodal asing jangka panjang sejak 2012 lalu, sudah sepenuhnya keluar dari pasar saham Indonesia. Selain itu, Satrio menilai sense of crisis pemerintah Indonesia sangat kurang. Sebab, dengan kondisi inflasi yang besar dan pelambatan ekonomi ini, ekspektasi pemerintah Indonesia masih tinggi.

"Yang belum diketahui, ini akan berlangsung dalam jangka panjang atau tidak," ujar Satrio.

Namun Kepala Divisi Investasi BNI Asset Management Abdullah Umar Baswedan mengatakan, net sell asing tidak perlu dikhawatirkan. Sebab menurutnya, penurunan IHSG masih terbilang wajar jika dilihat dari laporan inflasi, ditahannya tingkat suku bunga acuan perbankan atau BI Rate, juga laporan defisit neraca Bank Indonesia yang terbilang mengagetkan.

"Ini adalah dampak dari sebelumnya. Jadi keluarnya asing dari indeks, tidak perlu disikapi dengan panik. Indeks turun hingga 4.200 sebelumnya masih terbilang wajar," ujar Abdullah.

Menurut Abdullah, IHSG pernah didera dengan net sell asing yang lebih besar lagi. Saat IHSG tersungkur dari posisi 5.200 ke posisi 4.800, net sell asing mencapai triliunan.

Jimmy juga menyetujui pendapat Abdullah. Dia berpendapat, tidak ada yang perlu dicemaskan mengenai net sell asing meski nilainya sudah mencapai Rp 1,8 triliun. Sebab, "Hal ini merupakan suatu siklus ekonomi yang umum. Saya lebih suka dengan kalimat mencermati dibandingkan mencemaskan. Soalnya di Indonesia tidak ada krisis apa pun kok," tegasnya.

Itu sebabnya, sejumlah analis menilai, penurunan IHSG yang cukup dalam bisa menjadi kesempatan untuk kembali mengoleksi saham. "Kami melihat penurunan dalam IHSG sebagai kesempatan besar untuk membeli kembali saham-saham pilihan yang harganya sudah overpriced," jelas Boenawan, head of investment Schroder Investment Management Indonesia, seperti yang dikutip Bloomberg.

Menteri Keuangan M Chatib Basri tak menampik ada faktor domestik yang membuat respon negatif di pasar keuangan. Tapi, ia meminta investor tak khawatir. Sebab, pasar keuangan negara lain juga mengalami hal yang sama. "Ini semua disebabkan faktor global," ujar dia.

Bagaimana IHSG ke depan?

Jeremy Paul, equity fund manager Sucorinvest Asset Management di Jakarta berpendapat, pelemahan rupiah yang kian dalam akan menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi investor asing. Kondisi itu juga menyebabkan outlook bisnis di Indonesia menjadi tidak stabil sehingga investor merasa perlu untuk melakukan lindung nilai risiko mata uang.

Dia memprediksi, IHSG akan jatuh ke kisaran level 4.200 hingga 4.000 sebelum akhirnya muncul pembeli baru.

Sementara, dalam hasil risetnya yang dirilis kemarin, eTrading Securities berpendapat, secara teknikal, pelemahan IHSG sebesar 5,6% menghasilkan gap down candlestick dengan pelemahan volume. Di mana indikator MACD menghasilkan sinyal deadcross pada teritori negatif dan stochastic menghasilkan sinyal bearish. "Untuk esok hari (20/8), diperkirakan IHSG masih akan melemah dengan level support  di 4.220 dan resistance  di 4.400," urai eTrading.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×