kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Nelayan menang gugatan, proyek reklamasi terancam


Kamis, 02 Juni 2016 / 14:24 WIB
Nelayan menang gugatan, proyek reklamasi terancam


Reporter: Dikky Setiawan, RR Putri Werdiningsih, Sinar Putri S.Utami | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Untuk sementara, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), LBH Jakarta, dan Walhi boleh bernapas lega. Pasalnya, gugatan mereka terkait Surat Keputusan (SK) Pemberian Izin Reklamasi Teluk Jakarta di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dimenangkan oleh majelis hakim.

Putusan itu dibacakan Hakim Ketua Adhi Budhi Sulistyo dalam sidang putusan yang digelar di PTUN pada Selasa lalu (31/5).

Sebelumnya, masyarakat yang mengikutsertakan KNTI, LBH Jakarta, dan Walhi mengajukan gugatan SK Pemberian Izin reklamasi pada 15 September 2015. Mereka menggugat SK Gubernur DKI Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.  

Dalam amar putusannya, Hakim Ketua PTUN Jakarta menitahkan Gubernur DKI Jakarta selaku tergugat untuk mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor 2238 tentang pemberian izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra, anak usaha PT Agung Podomoro Land Tbk.

Dalam pertimbangannya, hakim menilai pelaksanaan reklamasi menimbulkan dampak mendesak sehingga harus ditangguhkan. Hakim juga berpendapat kerugian dan kepentingan mendesak itu jauh lebih penting daripada manfaat yang ditimbulkan dari reklamasi.

"SK Gubernur DKI atas Pulau G bertentangan dengan perundang-undangan, juga bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) khususnya ketelitian, kecermatan, dan kepastian hukum," tambah Adhi.

Reklamasi Pulau G ini dinilai tidak sesuai dengan UU Nomor  27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan UU 1 Tahun 2014 tentang perubahan UU Pengelolaan Wilayan Pesisir sebagai dasar hukum. 

Sebab, tidak ada rencana zonasi sebagaimana diamanatkan Pasal 7 ayat 1 UU 27 Tahun 2007. Proses penyusunan Amdal tidak partisipatif dan tak melibatkan nelayan.

Karena itu, "Mewajibkan tergugat untuk mencabut keputusan Gubernur Daerah Provinsi Ibu kota DKI Jakarta Nomor 2.238 Tahun 2014 tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra," ujar Adhi.

Hakim juga membebankan biaya perkara Rp 315.000 kepada tergugat dan tergugat intervensi, yakni PT Muara Wisesa Samudra.

Dus, dengan keluarnya putusan PTUN, pengerjaan reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta harus ditangguhkan oleh Pemerintah Provinsi DKI dan para pengembang properti. 

Muhamad Isnur, kuasa hukum para penggugat yang juga sekaligus Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta menyambut gembira putusan Majelis Hakim PTUN Jakarta.

"Hakim telah jeli melihat gugatan kami," katanya. 

Menurut Isnur, putusan ini dapat menjadi tambahan data bagi pemerintah pusat untuk meninjau kembali reklamasi Teluk Jakarta, lantaran banyaknya pelanggaran hukum. Misalnya menimbulkan kerusakan lingkungan, dan hilangnya mata pencarian nelayan.

Muara Wisesa akan banding

Namun kuasa hukum PT Muara Wisesa Samudera Ibnu Akhyat, usai sidang, mengatakan pihaknya akan banding. Menurutnya, putusan itu tidak sejalan dengan upaya pemerintah menarik investor sehingga mengganggu iklim investasi.

Adapun, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), induk usaha PT Muara Wisesa Samudra, masih mempelajari putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memenangkan gugatan Nelayan terhadap Surat Keputusan (SK) Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta kepada PT Muara Wisesa Samudra.

Vice President Corporate Marketing APLN Indra W Antono mengungkapkan, APLN masih mempelajari putusan PTUN tersebut dalam internal perseroan.

"Kami masih pelajari di internal. Dalam satu atau dua hari ini, kami akan menyatakan sikap resmi terhadap putusan PTUN tersebut," ujar Indra kepada Kompas.com, Rabu (1/6).

Indra belum bersedia memberikan keterangan lebih jauh, terlebih mengenai kemungkinan kerugian yang diderita APLN jika harus menunda pelaksanaan reklamasi hingga putusan PTUN tersebut berkekuatan hukum tetap.

Pun begitu, pihak penggugat mempersilakan Muara Wisesa atau APLN mengajukan Banding atas putusan PTUN Jakarta. "Kalau mereka banding, maka kami akan hadapi dan langsung mempersiapkan kontra memori banding," tegas Isnur. 

Yang jelas, kata dia, putusan PTUN ini juga dapat dijadikan sebagai tambahan data pemerintah pusat untuk meninjau kembali izin Reklamasi. Menurut dia, hal itu lantaran banyaknya pelanggaran secara hukum yuridis.

Misal dampak fisik, biologi, sosial ekonomi, dan infrastruktur yang timbul sehingga Reklamasi tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan, dan berdampak kerugian bagi para penggugat khususnya para nelayan. 

Ahok ngotot reklamasi tetap jalan

Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan akan menyikapi putusan itu bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. "Kajian KKP belum final,” kata Brahmantya Satyamurti Poerdi, Dirjen Penglelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan. 

Toh, meski kalah gugatan, Pemprov DKI tak ambil pusing. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menilai, proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta tidak serta merta bisa dihentikan. Menurut dia, proyek reklamasi pulau tersebut masih bisa dilanjutkan oleh perusahaan lain.

Ahok menyampaikan hal itu saat menanggapi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang memenangkan gugatan nelayan atas izin reklamasi Pulau G oleh PT Muara Wisesa Samudera. "Kalau buat saya itu (putusan PTUN) enggak ada masalah. reklamasi tetap jalan. Kami punya izin sendiri," ujar pria yang akrab disapa Ahok tersebut.

Menurut Ahok, putusan PTUN tidak melarang adanya kegiatan reklamasi Pulau G. Karena itu, ia berencana akan mengalihkan tanggung jawab pelaksanaan reklamasi Pulau G ke salah satu BUMD milik Pemerintah Provinsi DKI, yakni Jakarta Propertindo. "Sekarang tinggal Jakpro mau apa tidak melaksanakannya," ujar Ahok.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhanah memastikan bahwa pihaknya akan mengajukan banding atas putusan PTUN Jakarta yang memenangkan gugatan nelayan terhadap SK Gubernur DKI tentang Pemberian Izin reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta kepada PT Muara Wisesa Samudra.

"Kami (Pemprov DKI Jakarta) mau ajukan banding atas putusan PTUN," kata Yayan, Rabu (1/6). 

Yayan mengatakan, batas waktu pengajuan banding tidak boleh lebih dari 14 hari. Meski demikian, ia belum mengetahui kapan akan mengajukan banding.

Ada beberapa pertimbangan hukum yang dikaji Pemprov DKI Jakarta saat mengajukan banding. 

"Nanti kami bahas mulai dari eksepsi, proses secara yuridis, dan pokok perkara juga akan kami lihat. Nanti kami jawab saat proses banding," kata Yayan.

Menguatkan kebijakan moratorium

Yang pasti, putusan PTUN Jakarta memenangkan gugatan nelayan sekaligus menguatkan kebijakan Kementerian Koordinator Kemaritiman yang memberlakukan moratorium atau penghentian sementara pengerjaan reklamasi di Teluk Jakarta, Senin (18/4). 

Keputusan ini diambil pemerintah, setelah sebelumnya proyek reklamasi yang digarap sejumlah pengembang properti terindikasi berbagai permasalahan.

Masalah utama dari proyek reklamasi yang muncul ke permukaan publik adalah skandal korupsi. Dugaan korupsi proyek reklamasi tersebut menyeret sejumlah petinggi DPRD DKI dan perusahaan pemenang tender reklamasi.

Selain terindikasi korupsi, moratorium mega proyek reklamasi pantai utara Jakarta juga dilakukan lantaran pemerintah melihat adanya sejumlah penyimpangan.

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, selain rumit, dari aspek lingkungan, reklamasi tersebut juga berpotensi mengganggu lingkungan. 

Berdasarkan indikasi awal, kementeriannya menemukan beberapa permasalahan lingkungan serius yang mewarnai pelaksanaan proyek tersebut. 

Permasalahan pertama, menyangkut sedimentasi atau pendangkalan.

Berdasarkan temuan awal kementerian tersebut, ada proses pendangkalan yang cukup kuat terjadi di sekitar proyek reklamasi. 

"Selain itu, masalah air bersih, ada gangguan, tidak jelas persediaannya," kata Siti di Gedung DPR Senin (18/4).

Permasalahan lain, menyangkut keterbukaan pengembang terhadap penggunaan material yang mereka gunakan untuk melakukan reklamasi. 

Siti mengatakan, semua pengembang yang dimintai keterangan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyebutkan, material yang digunakan untuk reklamasi berasal dari Pulau Tunda di Banten.

Dengan indikasi awal ini, lanjut Siti, Kementerian LHK berhak turun tangan mengawasi proyek reklamasi Teluk Jakarta sesuai Pasal 73 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang 

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pasal tersebut menyebutkan menteri dapat melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan oleh pemerintah daerah jika pemerintah menganggap terjadi 

pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. "Kami bertemu petani nelayan sudah ada indikasi awalnya," kata dia.

Pengembang reklamasi

Sekadar mengingatkan, dalam mega proyek Teluk Jakarta, ada sembilan perusahaan yang mendapatkan jatah mereklamasi 17 pulau. Perusahaan tersebut antara lain, PT Agung Sedayu, PT Agung Podomoro Land, PT Taman Harapan Indah, PT Jaladri Eka Paksi, dan PT Pembangunan Jaya Ancol.

Saat ini luas pulau di Pantura Jakarta yang direklamasi bervariasi dari 63 hektar hingga 481 hektar dengan total seluruh pulau sebesar 5.100 hektar. Izin tiap puau saat ini sendiri dikeluarkan secara terpisah.

Hingga saat ini, terdapat sepuluh pulau yang sudah mengantongi izin amdal dan pelaksanaan reklamasi.

Kesepuluh pulau tersebut adalah:

1. Pulau C seluas 276 hektar dikembangkan oleh PT Kapuk Naga Indah
2. Pulau D seluas 312 hektar dikembangkan oleh PT Kapuk Naga Indah
3. Pulau E seluas 284 hektar dikembangkan oleh PT Kapuk Naga Indah
4. Pulau F seluas 190 hektar dikembangkan oleh PT Jakarta Propertindo
5. Pulau G seluas 161 hektar dikembangkan oleh PT Muara Wisesa Samudera
6. Pulau H seluas 63 hektar dikembangkan oleh PT Intiland Development 
7. Pulau I seluas 405 hektar dikembangkan oleh PT Jaladri Kartika Ekapaksi
8. Pulau K seluas 32 hektar dikembangkan oleh PT Pembangunan Jaya Ancol
9. Pulau L seluas 481 hektar dikembangkan oleh PT Manggala Krida Yudha
10. Pulau N seluas 411 hektar dikembangkan oleh PT Pelindo II

Sementara tujuh pulau lainnya belum mendapat izin Amdal dan pelaksanaan reklamasi. Ketujuh pulau tersebut adalah:

1. Pulau A seluas 79 hektar dikembangkan oleh PT Kapuk Naga Indah
2. Pulau B seluas 380 hektar dikembangkan oleh PT Kapuk Naga Indah
3. Pulau J seluas 316 hektar dikembangkan oleh PT Pembangunan Jaya Ancol
4. Pulau M seluas 587 hektar dikembangkan oleh PT Manggala Krida Yudha
5. Pulau O seluas 344 hektar dikembangkan oleh PT KEK Marunda
6. Pulau P seluas 463 hektar dikembangkan oleh PT KEK Marunda
7. Pulau Q seluas 369 hektar dikembangkan oleh PT KEK Marunda

PT Kapuk Naga Indah tercatat menjadi pengembang yang paling banyak mendapat bagian. Anak perusahaan dari Agung Sedayu Group ini tercatat akan menggarap lima pulau, masing-masing Pulau A, B, C, D, dan E. 

Untuk Pulau F pembangunannya akan diserahkan kepada PT Jakarta Propertindo, Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudera yang merupakan entitas usaha APLN, dan Pulau H yang diambil PT Taman Harapan Indah. 

Tidak semua pulau akan dibangun oleh satu pengembang. Sebab, ada beberapa pulau yang dibangun atas kerja sama dari dua pengembang. 

Pulau-pulau tersebut, seperti Pulau I yang pembangunannya diserahkan kepada PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk dan PT Jaladri Eka Pasti, Pulau L ke PT Manggala Krida Yudha dan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, serta Pulau M ke PT Manggala Krida Yudha dan PT Pelindo II. 

Sementara itu, pembangunan Pulau J dan K akan diserahkan kepada PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, Pulau N untuk PT Pelindo II, Pulau O kepada PT Jakarta Propertindo, serta Pulau P dan Q untuk PT KEK Marunda.

Nah, setelah Ketua Hakim PTUN Jakarta mengetuk palu gugatan nelayan terhadap izin reklamasi Pulau G, kini masih tersisa tiga gugatan yang sama yakni untuk Pulau F, I, dan K.

Pulau F seluas 190 hektare dikelola oleh PT Jakarta Propertindo, Pulau I seluas 405 hektare dikelola PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk dan PT Jaladri Eka Pasti, dan pulau K seluas 32 hektare dikelola PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk.

Saat ini ketiganya masih dalam proses persidangan dan sudah memasuki agenda pembuktian. Isnur juga bilang, pihaknya optimistis jika ketiga perkara tersebut akan dikabulkan oleh majelis.

"Karena semua berkas dan bukti yang kita ajukan hampir sama dengan perkara Pulau G," kata Isnur.

Jadi, menarik disimak kelanjutan proses hukum izin reklamasi pantai utara Jakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×