kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Minimarket kian berderet (1): Mencuil dominasi raksasa ritel


Senin, 14 Mei 2018 / 15:22 WIB
Minimarket kian berderet (1): Mencuil dominasi raksasa ritel
ILUSTRASI. Persaingan minimarket


Reporter: Adinda Ade Mustami, Asnil Bambani Amri | Editor: Mesti Sinaga

Hiruk pikuk gerakan massa yang terkenal dengan nama Aksi 212 yang terjadi tahun 2016 lalu tak hanya berdampak ke dinamika politik semata. Aksi unjuk rasa yang lahir atas semangat membela keyakinan keagamaan itu juga mengubah dinamika ekonomi.

Tengok saja, setahun usai Aksi 212 digelar, para alumninya sepakat konsolidasi dan menjalankan aktivitas bisnis lewat Koperasi Syariah 212. Lewat koperasi itulah, para aktivis Aksi 212 merancang jaringan bisnis minimarket baru dengan nama 212 Mart.

Terhitung semenjak berdiri bulan Januari 2017 lalu, Koperasi Syariah 212 getol mencari anggota yang juga menjadi investor dari minimarket syariah. Hasilnya, sampai saat ini, sudah berdiri 107 minimarket yang tersebar di Jabodetabek dan beberapa daerah lain.

Namun, minimarket ini berbeda dengan minimarket pada umumnya. Minimarket 212 Mart punya banyak pemilik, dan tidak terpaku hanya satu perusahaan atau perorangan saja.

“Masyarakat yang menjadi konsumen bisa sekaligus menjadi pemodal. Nanti menerapkan sistem bagi hasil. Jadi tidak menempatkan konsumen sebagai sapi perah,” kata Ichsanuddin Noorsy, Anggota Dewan Pengawas Operasional Koperasi Syariah 212.

Selain Koperasi Syariah 212, ada juga PT Hydro Perdana Retailindo yang membuat minimarket syariah dengan konsep berjamaah. Salah satu nama minimarketnya yang terkenal adalah Sodaqo Mart, yang terbilang agresif menambah gerai.

Sejak memulai bisnis minimarket tahun 2016, jumlah gerai minimarket yang dikelola PT Hydro Perdana Retailindo sudah mencapai 170 gerai yang terdiri dari beberapa merek. Jumlahnya gerai tersebut diproyeksikan masih terus bertambah, karena manajemen Sodaqo telah mempersiapkan rencana ekspansi baru.

Sampai akhir 2018, PT Hydro Perdana Retailindo ingin mengoperasikan 500 gerai. Adapun tahun depan targetnya membuka 1.000–1.500 gerai baru.

Pemain anyar lainnya yang juga memiliki konsep yang tak jauh berbeda adalah Lembaga Ekonomi Umat (LEU), yang telah merilis minimarket perdananya Maret 2018 lalu dengan nama LEUMart.

Sama halnya dengan Sodaqo Mart dan 212 Mart, LEUMart tidak mematok royalti kepada investornya. Meski baru, LEUMart sudah sesumbar dengan target membuka sebanyak 1.000 gerai baru di Jabodetabek.

“Memang semenjak Aksi 212, ada kecenderungan organisasi massa Islam ingin memiliki jaringan minimarket sendiri,” kata Adri Syahrizal, Chief Executive Officer (CEO) PT Ritelteam Sejahtera Indonesia, salah satu perusahaan yang bergerak di bisnis konsultan dan penyediaan alat-alat minimarket.

Alasan lain dari ekspansi minimarket syariah yang terjadi belakangan ini adalah, ingin mendapatkan momentum Ramadan dan Lebaran yang terjadi pada Mei dan Juni 2018.

Sebagaimana diketahui, bisnis ritel sangat menanti penjualan di masa Ramadan dan Lebaran. “Kecenderungan itu selalu terjadi, yakni membuka usaha menjelang Ramadan dan Lebaran yang pasarnya naik tinggi,” kata Tutum Rahanta, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo).

Meski memiliki potensi pasar menggiurkan saat Ramadan dan Lebaran, namun Tutum mengingatkan agar pelaku usaha ritel tidak gegabah dalam membuka gerai baru. Sebab kondisi daya beli saat ini belumlah membaik sesuai harapan.

Merujuk survei Bank Indonesia (BI), pertumbuhan penjualan eceran kuartal pertama 2018 hanya naik 0,5% (year on year), lebih lambat ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya di angka 4,8%.

Adapun sumber perlambatan pertumbuhan penjualan eceran terjadi karena melemahnya penjualan alat komunikasi dan perlengkapan rumah tangga. “Makanya kami kerap mendengar ada peritel yang menutup gerai kemudian merelokasinya.  Hal itu terjadi karena daya beli turun,” kata Tutum.

Tutum juga mengingatkan agar ekspansi yang dilakukan mempertimbangkan kondisi pasar. Jangan sampai, jumlah minimarket justru lebih banyak dari pasar atau konsumen.

Jika ini terjadi, efeknya bisa kanibalisme antar minimarket. “Pemerintah daerah mesti punya kajian kebutuhan minimarket di daerahnya, dan mengeluarkan izin sesuai dengan kebutuhan,” tambah Tutum.

Menyoal ekspansi yang rajin dilakukan oleh minimarket syariah, Tutum menilai hal ini tak bisa menjadi acuan kesuksesan. Sebab, investasi minimarket secara bisnis membutuhkan waktu panjang untuk menguji keberhasilannya, dan bisa diukur dalam tempo satu atau dua tahun saja.

“Kita lihat saja nanti, apakah bisa berkompetisi atau tidak,” terangnya

Pendapat yang sama juga disampaikan Adri. Menurutnya, untuk menghitung kesuksesan atau kegagalan minimarket, investor butuh waktu minimal 4,6 tahun sampai 6 tahun.

Incar pesantren

Pendatang baru tak hanya hadir di segmen minimarket syariah tetapi juga di minimarket konvensional. Di antaranya Lotte yang menawarkan paket minimarket untuk mitra, menyusul Super Indo yang sudah lebih dulu menawarkan waralaba (Baca: Para Raksasa yang Ikut Tergoda).

Bagi konsumen, kehadiran pemain baru tentu menguntungkan dan membuka banyak pilihan. Namun, bagi pemain lama hal ini tentu bisa merugikan karena akan memperkecil pangsa pasarnya. Melihat kondisi ini, pantas kiranya dua pemain utama seperti Indomaret dan Alfamart khawatir.

Hanya saja, Wiwiek Yusuf, Direktur Pemasaran PT Indomarco Prismatama, pemilik gerai Indomaret tak mempermasalahkan persaingan yang makin sengit akibat para pendatang baru.

Bagi Wiwiek, ruang ekspansi masih tersedia di bisnis minimarket. ”Masing-masing tipe ritel memiliki target pelanggan,” jawab Wiwiek.

Untuk membuktikan perusahaannya masih percaya diri, Wiwiek bilang, Indomaret akan menambah 1.000 gerai lagi tahun ini. Sampai kuartal III 2017, jaringan Indomaret tercatat 14.846 gerai.

Pendapat yang tak jauh berbeda disampaikan Anggara Hans Prawira, Presiden Direktur PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, pemilik minimarket Alfamart. Anggara bilang, kedatangan pemain baru justru membesarkan bisnis ritel. Soal banyaknya pemain baru, “Persaingan akan memacu pelayanan terbaik untuk konsumen,” kata Hans.

Hans juga ogah menyebutkan dampak atau kerugian dari kehadiran minimarket syariah tersebut ke bisnisnya. “Terlalu dini untuk bilang tidak berdampak. Mereka baru masuk. Yang pasti kehadiran pemain baru, memacu kami untuk melayani konsumen lebih baik lagi,” tambahnya.

Meski mendapat tantangan baru, Alfamart masih percaya diri untuk menambah 800 gerai baru tahun ini. Adapun sampai 2017, perusahaan telah memiliki sekitar 13.477 gerai di seluruh Indonesia.

Selain di Indonesia, Alfamart juga ekspansi ke Filipina. Dari 150 gerai di sana, Hans ingin menambah jadi 400 gerai.

Ekspansi dari minimarket syariah rupanya masuk dalam pengawasan dari Aprindo. Agar bisa mendapatkan peluang pasar di segmen pasar umat Islam, Aprindo menjalin kerjasama dengan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) untuk membuka minimarket di pesantren, namanya Umat Mart atau Umart yang diluncurkan jelang bulan Ramadan nanti.

Di atas kertas, kedua organisasi pengusaha itu menargetkan  bisa pembukaan 1.000 minimarket khusus untuk pesantren. Barang-barang akan dipasok dari Alfamart dan Indomaret yang juga punya lembaga pendidikan untuk karyawan. Hanya saja, Umart tidak perlu membayar royalti kepada dua jaringan tadi. “Nanti masing-masing punya tugas,” jelas Tutum.       

Menjadi Juragan Sembari Menebar Amal Kebaikan

Jika Anda perokok, tentu pernah membeli rokok di minimarket bukan? Namun jangan sampai Anda mendatangi minimarket 212 Mart untuk membeli rokok.

Sebab, minimarket syariah ini tidak menyediakan rokok sebagaimana lazimnya di minimarket lain, yang biasanya memajang rapi rokok aneka merek di etalase belakang meja kasir.

Selain rokok, Anda yang ingin membeli alat kontrasepsi seperti kondom jangan harap menemukannya di 212 Mart. Minimarket ini juga tak menjualnya. Tak hanya itu, minimarket 212 Mart juga tak menjual produk yang tidak memiliki label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Hal yang sama juga dilakukan PT Hydro Perdana Retailindo, yang menaungi jaringan minimarket Sodaqo Mart. Selain tak menjual produk rokok dan alat kontrasepsi, jaringan minimarket yang mengklaim syariah ini juga tak menjual minuman beralkohol serta produk yang tidak memiliki label halal.

“Untuk produk lainnya sama dengan minimarket lain,” kata Yuri A Tamin, Direktur Pengembangan Bisnis PT Hydro Perdana Retailindo.

Sejak beroperasi tahun 2016 lalu, kini PT Hydro Perdana Retalindo telah mengoperasikan sebanyak 11 -12 flagship minimarket dengan jumlah 120 gerai di Jabodetabek.

Dalam menjalankan bisnis ini, manajemen PT Hydro Perdana Retalindo mengambil konsep bagi hasil dengan investornya, yang terdiri dari sekelompok orang atau koperasi. “Bagi hasilnya 20:80 atau 25:75 dari net atau gross profit. Tergantung kesepakatan,” kata Yuri kepada KONTAN.

Persentase pembagian hasil dilakukan setelah menghitung semua pengeluaran, termasuk kegiatan sosial. Khusus untuk Sodaqo Mart, pihaknya telah menentukan besaran persentase keuntungan yang disisihkan kegiatan sosial, seperti sedekah untuk kaum dhuafa, yang besarannya antara 10%-30% dari profit yang didapat.

Ada juga minimarket yang dikelola Yuri yang menggunakan seluruh keuntungan untuk masjid. Seperti minimarket Ash Shaff Mart di Bintaro. Pemilik minimarket tersebut mendonasikan labanya untuk memenuhi kebutuhan mesjid Ash Shaff.

Untuk menjalankan bisnis minimarket syariah ini, Yuri menyarankan calon pemilik minimarket mencari lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal pemilik. Tujuannya, untuk mendekatkan minimarket ke konsumen yang juga pemiliknya. “Konsep dasarnya itu sama seperti koperasi,” tambah Yuri.

Tak sekadar memberikan peluang bisnis untuk pemilik, hadirnya minimarket syariah juga membuka ladang bisnis baru bagi konsultan dan pemasok peralatan kebutuhan minimarket.

Adri Syahrizal, Chief Executive Officer (CEO) PT Ritelteam Sejahtera Indonesia, menjelaskan, sejak berkembangnya minimarket syariah dan minimarket mandiri lainnya, jumlah klien yang membutuhkan jasa dan produk peralatan minimarket bertambah saban bulan. “Klien kami naik sampai 20% dua tahun ini ,” kata Adri.

Dalam sebulan, Adri melayani pesanan produk perlengkapan minimarket untuk 40 gerai. Jika sedang beruntung, ia bisa mendapatkan pesanan peralatan minimarket untuk 60 gerai sebulan.

Saat ini pesanan terbanyak datang dari pulau Jawa dan Sumatra. “Sekarang Sumatra menjadi favorit, karena ada banyak yang mau membuka minimarket mandiri di sana,” jelas Adri.

Minimarket mandiri ini berbeda dengan minimarket jaringan besar yang biasanya memiliki unit usaha khusus untuk memasok dan menangani jasa, produk dan peralatan minimarket di gerai mereka.    

Berikutnya:  Minimarket kian berderet (2): Para Raksasa yang Ikut Tergoda

Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Laporan Utama Tabloid KONTAN edisi  23 April - 29 April 2018. Artikel berikut data dan infografis selengkapnya silakan klik link berikut: "Mencuil Dominasi Raksasa Ritel"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×