Reporter: Andy Dwijayanto, Handoyo, Intan Nirmala Sari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tidak dipungkiri, sepak bola merupakan salah satu olahraga populer di dunia, termasuk Indonesia. Perputaran uang di sektor ini pun tidak kalah besarnya. Di era sepak bola modern, pendapatan klub dari sponsor maupun penjualan kits turut menjadi tumpuan.
Bahkan, bagi klub-klub besar penjualan tiket disetiap pertandingan home tidak dapat disepelekan. Pendapatan yang besar tersebut cukup sebanding dengan biaya yang harus digelontorkan klub untuk membiayai operasionalnya.
Kini, ditengah sengkarut masalah persepakbolaan di Indonesia muncul kembali wacana dari beberapa klub sepakbola tanah air untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sebut saja, Persija Jakarta dan Bali United.
Bukan pertama kalinya klub sepakbola Indonesia merencanakan initial public offering (IPO). Beberapa tahun lalu, Persib Bandung juga sesumbar akan go publik. Namun, sampai sekarang tidak ada realisasinya.
Lantas, apakah rencana Persija dan Bali United untuk go publik dapat terwujud atau hanya angin lalu? kita tunggu saja.
Yang pasti, awal Februari 2019, BEI telah menerima rencana penawaran umum perdana saham dan pencatatan saham Bali United. Bila terwujud Bali United akan menjadi klub sepak bola pertama yang listing di BEI.
"Bali United sudah menyampaikan rencana secara lisan, namun belum menyampaikan dokumennya," kata I Gede Nyoman Yetna Setya, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia, Senin (11/2).
Nyoman enggan mengungkapkan detail rencana pencatatan saham Bali United. Menurutnya, skema pelepasan sahamnya sejauh ini belum dibahas dengan BEI. Kehadiran manajemen Bali United ke BEI lebih banyak untuk mendiskusikan pemenuhan persyaratan IPO.
Bagaimana tanggapan majemen Bali United terkait wacana tersebut?. "Initial public offering karena banyak fans nanyain mengenai angka ini angka itu. Dipikir pikir kalau mau, terbukalah sekalian," kata CEO Bali United Yabes Tanuri, Selasa (26/2).
Selain menjadi lebih terbuka dengan melakukan IPO, Yabes berharap ke depannya rasa memiliki penggemar klub Bali United bisa lebih tinggi lagi. Bila tidak ada halangan, IPO akan berlangsung pada Mei atau April tahun ini.
Dia menambahkan, bisnis sepakbola tidak hanya terbatas pada penjualan tiket saja. Khusus Bali United yang berada di bawah PT Bali Bintang Sejahtera, kata Yabes, bisnis yang dimiliki cukup beragam. "Kami ada injeksi juga, ada e-sport, cafe, retail shop, banyak banget. Kami juga ada playland," imbuhnya.
Bila proses IPO berjalan lancar, Bali United dikabarkan membidik dana Rp 300 miliar. Dana IPO akan digunakan untuk investasi jual beli pemain, equipment, perbaikan stadion dan untuk keperluan mendanai anak perusahaan. Rencananya, Bali Bintang Sejahtera akan melepas sepertiga atau sekitar 33,3% sahamnya di BEI.
Untuk melanggengkan rencana itu, Bali Bintang Sejahtera menunjuk Kresna Sekuritas dan Buana Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek dalam proses penawaran saham perdana
Octavianus Budiyanto, Direktur Utama Kresna Sekuritas, mengungkapkan, saat ini calon emiten tersebut memiliki aset senilai Rp 120 miliar dengan total modal perusahaan Rp 108 miliar.
Sebelumnya, Octavianus mengatakan, bisnis sepakbola merupakan bisnis yang cukup seksi. Ini karena, sumber pendapatan tidak hanya mengandalkan dari penjualan tiket saja, melainkan juga penjualan merchandise, bisnis kafe dari klub sepakbola, hingga pengaruh dari ikon pemain sepakbola yang bisa menjadi daya tarik bagi pasar.
Dia mengibaratkan bisnis sepakbola saat ini sama halnya dengan bisnis entertainment. Ditambah lagi, sektor sepakbola mendapat dukungan dari penggemar klub masing masing.
Dia mencontohkan, di Bali United terdapat beberapa icon seperti Irfan Bachdim dan pemain lain yang menjadi daya tarik tersendiri. "Harusnya besar (peluang bisnis sepakbola), siapa sih orang Indonesia yang enggak hobi dengan bola. Ini bisa jadi industri yang menarik dan masif," tandasnya.
Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK Fakhri Hilmi membenarkan bahwa seluruh berkas terkait rencana IPO Bali United sudah sampai ke regulator tersebut. "Kita sudah terima dokumennya, secara umum kita akan proses sesuai ketentuan yang berlaku," jelas Fakhri kepada Kontan.
Hanya saja, untuk realisasi waktu listing Fakhri mengungkapkan bahwa itu tergantung rencana calon emiten tersebut. Dia juga memastikan bahwa syarat yang dikenakan kepada Bali United untuk bisa melantai di bursa secara umum sama dengan perusahaan pada umumnya.
"Tapi sejauh ini mereka (Bali United) tidak memiliki kendala," ungkapnya. Bahkan, untuk persyaratan IPO untuk calon emiten sepakbola tersebut, sama dengan yang lain di Papan Utama ataupun Pengembangan
Sementara itu, Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer mengatakan bahwa rencana tersebut masih jauh panggang dari api. Ia menilai saat ini belum ada klub sepakbola yang siap untuk melantai.
"Rencana IPO ini kan dari dulu sudah ada, Arema dulu tahun 2000-an juga mau IPO, Persib juga. Kan sampai sekarang belum bisa dilakukan karena laporan keuangannya, asetnya tidak bisa diukur," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (28/2).
Belum lagi praktik jual beli lisensi yang marak terjadi di tanah air. Hal ini membuat kepercayaan publik terhadap pengelolaan klub sepakbola menjadi surut. Banyak kasus pembelian klub ditengah kompetisi dan mengganti nama hingga home base.
"Erick Thohir dulu waktu beli Inter Milan kan tidak serta merta Inter Milan berganti nama terus perusahaannya ganti PT, karena yang dibeli itu sahamnya. Kalau di Indonesia itu yang diperjualbelikan lisensi klubnya," lanjutnya.
Menurutnya perlu pembenahan administrasi keuangan klub sebelum IPO. Dirinya memperkirakan butuh setidaknya 3 tahun bagi klub yang ingin IPO untuk melakukan hal tersebut. Namun untuk saat ini belum ada klub sepak bola di tanah air yang layak IPO.
"IPO itu masih angan-angan saja, butuh 3 tahun sampai 5 tahun. Itu pun kalau sepakbola kita bersih dari rekayasa dan mafia dan tentu saja kepercayaan suporter kepada klub bukan hanya fanatisme," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News