Reporter: Asep Munazat Zatnika, Dina Mirayanti Hutauruk, Margareta Engge Kharismawati, Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Inflasi kembali datang setelah deflasi terjadi dua bulan berturut-turut di awal tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin (1/4) mengumumkan, inflasi Maret sebesar 0,17% dibanding Februari.
Deflasi, atau kecenderungan penurunan harga barang-barang dalam periode tertentu memang tak lama mampir, hanya ketika Februari lalu sebesar 0,36%, mengikuti yang terjadi pada Januari 0,24%.
Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium menempati urutan teratas penyebab terjadinya inflasi Maret lalu. Kepala BPS Suryamin mengatakan, andil BBM Premium terhadap inflasi Maret adalah 0,15%.
Kalau menengok ke belakang, ada kenaikan harga bensin dua kali bulan lalu, yaitu Rp 200 per liter pada 1 Maret dan Rp 500 per liter pada 28 Maret. Harga BBM sekarang menjadi Rp 7.300 per liter di luar Jawa, Madura, dan Bali, serta Rp 7.400 di wilayah Jamali. Sedangkan solar di Rp 6.900.
Selain BBM, BPS mencatat beberapa item turut andil mendorong inflasi. Di antaranya harga beras, elpiji non subsidi, rokok kretek filter, dan upah tukang bukan mandor.
Kebijakan moneter ketat
Kabar baiknya, inflasi Maret tak setinggi yang diperkirakan sebelumnya. Bank Indonesia misalnya, sempat memproyeksikan, inflasi Maret bisa mencapai 0,27%-0,3%, dan bakal menjadi inflasi bulanan tertinggi dalam 7 tahun terakhir.
April ini, tekanan inflasi diyakini akan berkurang karena memasuki musim panen raya yang bisa melonggarkan harga komoditas pangan. "Tapi, karena ada kenaikan harga BBM cukup signifikan di akhir Maret, dampak deflasi musim panen mungkin tergerus oleh kenaikan harga BBM," kata Dian Ayu Yustina, Ekonom Bank Danamon dalam keterangan tertulisnya, Rabu (1/4). Dia memperkirakan, akan ada kenaikan inflasi sedikit di bulan April.
Lantaran penyebab utama inflasi Maret datang dari barang-barang yang harganya diatur pemerintah (administered price), Dian yakin, besaran inflasi April akan bergantung pada kebijakan pemerintah menekan inflasi, baik menjinakkan dampak kenaikan harga BBM maupun menjaga pasokan pangan. “Kami berharap, Bulog lebih pro aktif di pasar untuk mengawasi pasokan dan harga beras,” kata Dian.
BPS juga berpikiran senada. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, dampak dari kenaikan harga bensin masih akan terjadi di April terutama pada tarif angkutan. Di sisi lain, penurunan komoditas pangan sudah terlihat dari harga gabah petani pada bulan Maret merosot hingga 8,59%. "Mudah-mudahan inflasi masih bisa di bawah 0,5%," terang Sasmito.
Sedangkan Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual pada akhir pekan lalu (29/3) memperkirakan, inflasi bulanan April akan sebesar 0,2%. Menurut dia, kenaikan harga BBM akan memicu industri transportasi berspekulasi menaikkan harga. Tapi, dampak kenaikannya tidak akan terlalu signifikan karena penyesuaian harga ini sudah menjadi agenda rutin pemerintah.
Pemerintah juga sudah beraksi menjinakkan dampak kenaikan harga BBM. Menteri Perhubungan Ignatius Jonan Senin lalu (30/3) melarang organisasi angkutan darat (Organda) menaikkan tarif angkutan. Meskipun, Organda sebelumnya meminta pemerintah tidak ikut mengatur kenaikan tarif lantaran harga BBM saat ini tidak disubsidi.
Target inflasi
Dengan inflasi bulanan 0,17%, BPS mencatat inflasi tahunan Maret lalu (berbanding Maret 2014), tercatat sebesar 6,38%.
Ekonom Credit Suisse Group AG Santitarn Sathirathai memperkirakan, inflasi tahunan April bisa menanjak ke arah 6,6% per April ini jika terpapar dampak kenaikan harga BBM meskipun ada musim panen.
Tapi, para ekonom masih memiliki keyakinan, pemerintah berpeluang mengejar target inflasi. Pemerintah dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Perubahan (APBNP) 2015 menargetkan inflasi 5% di tahun ini. Sedangkan Bank Indonesia mematok inflasi 4% plus minus 1%.
Oiya, Indonesia terakhir kali mencatat inflasi di bawah 5% yaitu pada tahun 2012 yaitu 4,3%. Sedangkan di akhir 2013 dan 2014 tercatat 8,38% dan 8,36%.
Dian dari Danamon masih mempertahankan proyeksi inflasi tahunan 3,9% di akhir tahun nanti. Tapi, kalau inflasi April lebih tinggi dari yang diperkirakan pasar, Dian pesimis Bank Indonesia akan menurunkan lagi bunga acuan, apalagi dengan tren pelemahan rupiah.
Lana Soelistianingsih, Ekonom Samuel Aset Manajemen memperkirakan, inflasi akan berada dikisaran 3,51%-5,32% pada akhir tahun nanti. Dengan asumsi, harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) tak lebih dari US$ 60 per barel dan kurs tak melewati Rp 13.000 per dollar AS.
Sedangkan menurut David, kebijakan penyesuaian harga yang berdasarkan nilai keekonomian dan dilakukan setiap bulan membuat kenaikan harga lebih terkendali. David optimis, inflasi pada Desember 2015 akan berada di bawah 5%.
Gambaran inflasi setahun terakhir
Inflasi | Bulanan | Tahunan |
Maret | 0,17% | 6,38% |
Februari | -0,36% | 6,29% |
Januari | -0,24% | 6,96% |
Desember (2014) | 2,46% | 8,36% |
November | 1,50% | 6,23% |
Oktober | 0,47% | 4,02% |
September | 0,27% | 4,53% |
Agustus | 0,47% | 3,99% |
Juli | 0,93% | 4,53% |
Juni | 0,43% | 6,70% |
Mei | 0,16% | 7,32% |
April | -0,02% | 7,25% |
Maret | 0,08% | 7,32% |
Sumber: data BPS |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News