Reporter: Grace Olivia, Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah melantik Direktur Jenderal Pajak yang baru yakni Suryo Utomo. Ia memang bukan orang asing di Direktorat Jenderal Pajak.
Sejak lulus kuliah Suryo sudah malang melintang di dunia perpajakan dan menduduki sejumlah jabatan strategis.
Namun harapan besar diletakkan di bahunya untuk menggenjot penerimaan pajak di tengah pelemahan ekonomi global yang berdampak pada ekonomi dalam negeri.
Baca Juga: Berapa sih kekayaan Dirjen Pajak Suryo Utomo? Ini perinciannya
Sri Mulyani mengakui tugas Dirjen Pajak yang baru sangat berat. Sebab 70% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari hasil kerja Ditjen Pajak.
Sri Mulyani juga menyampaikan pesan Presiden Joko Widodo terhadap Suryo. Presiden meminta Dirjen Pajak yang baru untuk meneruskan seluruh reformasi fundamental perpajakan yang telah dilaksanakan pendahulunya, Robert Pakpahan.
"Itu titipan yang diberikan langsung oleh presiden (Jokowi) ke Pak Suryo, melalui saya, agar dirjen pajak bisa menjaga momentum penerimaan negara tetapi tidak boleh merusak iklim bisnis dan investasi," ujar Sri Mulyani setelah melantik Surya di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (1/11).
Menurut Menkeu, Suryo dapat memenuhi harapan besar tersebut karena ia pernah berada di kantor pajak besar, kepala kantor wilayah dan terakhir staf khusus bidang kepatuhan pajak.
Perjalanan karirnya yang panjang tersebut dinilai suatu pengalaman yang sangat lengkap untuk menyiapkan dirinya menduduki kursi nomor satu di Direktorat Jenderal Pajak.
Baca Juga: Anggap Suryo tepat jabat Dirjen Pajak, CITA: Tantangannya tidak mudah
Dengan kompetensinya tersebut, Dirjen Pajak yang baru diharapkan mampu menjalankan tugasnya secara cepat, efisien, bertanggung jawab serta berintegritas. Termasuk dalam memanfaatkan perkembangan e-commerce, tanpa mengancam pertumbuhan industri daring tersebut.
Mengejar target penerimaan pajak tahun 2019
Setelah dilantik Dirjen Pajak yang baru harus segera tancap gas. Sejumlah tugas berat sudah menanti di depan. Salah satu yang mendesak dibereskan adalah mencapai target penerimaan pajak yang dalam lima tahun terakhir tak pernah sesuai target, kendati terus tumbuh.
Pada tahun ini, realisasi penerimaan pajak sampai akhir tahun diprediksi jauh lebih rendah dari tahun 2018. Pada 2019, target penerimaan pajak dari APBN sebesar 1.577,56 triliun.
Baca Juga: Ini harapan pengusaha terhadap dirjen pajak yang baru dilantik
Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak periode Januari-Agustus2019 baru mencapai Rp 801,16 triliun atau 50,78% dari target APBN 2019. Angka tersebut tumbuh 0,21% dibandingkan periode sama tahun 2018 yang sebesar Rp 799,46 triliun.
Kemudian Kemenkeu menyatakan bahwa penerimaan pajak 30 Oktober 2019 sudah tembus Rp 1.000 triliun atau setara 63,41% dari target penerimaan pajak 2019 yang sebesar Rp 1.577,56 triliun.
Artinya dalam dua bulan ke depan, Dirjen Pajak yang baru harus bekerja ekstra keras untuk mengejar target penerimaan pajak sekitar Rp 500 miliar lebih. Sesuatu yang tidak mudah.
Penerimaan Pajak tertekan pelemahan ekonomi
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai wajar bila penerimaan pajak tertekan. Sebab, sepanjang tahun ini situasi perekonomian Indonesia kurang bergairah seiring dengan kondisi global.
Sehingga kinerja korporasi tidak sebaik tahun lalu, efek dominonya penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Badan masih melandai.
Baca Juga: Dirjen Pajak fokus kejar penerimaan jelang akhir tahun
Di sisi lain, pemberian insentif fiskal oleh pemerintah dianggap tidak sebanding dengan sumber-sumber penerimaan pajak baru. Sejumlah insentif mulai dari super deduction tax, tax allowance, hingga tax holiday dengan ramah pemerintah berikan kepada dunia usaha.
“Sementara kecepatan memberi insentif lebih tinggi ketimbang mengambil revenue,” kata Prastowo.
Sementara itu, Pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Boko menilai kondisi ekonomi global janganlah menjadi kambing hitam. Target penerimaan pajak tidak hanya terhadap korporasi berorientasi ekspor-impor, melainkan pasar dalam negeri.
Potensi penerimaan pajak dalam negeri yang berasal dari kinerja perusahaan dengan market share dalam negeri dianggapnya menjadi salah satu target Wajib Pajak (WP) potensial. Namun, Ronny melihat pemerintah dalam hal ini belum bisa mengejar target dengan tepat.
Di sisa waktu sekitar dua setengah bulan ke depan, Prastowo berharap pemerintah dapat menggenjot penerimaan pajak dengan menjalankan ekstra effort dalam optimalisasi administrasi perpajakan.
Baca Juga: Sri Mulyani minta Dirjen baru lanjutkan reformasi dan formulasi pajak ekonomi digital
Baik Prastowo maupun Ronny sependapat bahwa target penerimaan pajak sampai akhir tahun tak akan tercapai. Ronny memproyeksikan penerimaan pajak sampai akhir tahun paling banter 80% dari target atau sekitar Rp 1.262,04 triliun.
Sementara Prastowo memproyeksikan realisasi penerimaan pajak 85%-88,7% dari target atau setara Rp 1.351,18 - Rp 1.399,17 triliun dengan potensi shortfall mencapai Rp 161,17 triliun.
Pekerjaan rumah lainnya
Dirjen pajak baru harus memperbaiki sistem informasi dan teknologi (IT) perpajakan saat ini yang dinilai belum mampu mendorong performa pajak. Dampaknya, kepatuhan wajib pajak belum maksimal. Karena itu, perlu ada perbaikan yang dapat mengakomodir kebutuhan pajak.
Berdasarkan catatan Kontan.co.id, Revisi Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) juga belum rampung, sehingga menjadi warisan bagi Dirjen Pajak yang baru untuk menyelesaikan.
Sebab menurut Prastowo, RUU KUP merupakan pintu masuk untuk melakukan reformasi perpajakan. RUU KUP menurutnya akan menjadi pedoman perpajakan di Indonesia sehingga semakin lama diundangkan, maka akan menghambat aturan yang lain seperti RUU Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan NIlai (PPN).
Baca Juga: Ini profil Suryo Utomo, Dirjen Pajak yang baru dilantik
WakiL Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryad Sasmita mengatakan,Dirjen Pajak yang baru harus bisa berkoordinasi dan mendengar baik permasalahan dari dunia usaha, maupun regulasi perpajakan.
Dirjen Pajak juga harus melakukan pendekatan ke pengusaha untuk membangun komunikasi dan relasi yang menegaskan bahwa membayar pajak bukanlah momok bagi pengusaha.
Sementara itu, Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan Dirjen Pajak perlu memahami dan memiliki keilmuan makro ekonomi baik fiskal maupun moneter karena posisi nomor satu di kantor pajak memiliki tugas yang sangat kompleks.
Artinya Dirjen Pajak juga perlu keberanian menertibkan dan menggali potensi peneriaman pajak dari wajib pajak yang belum muncul.
Baca Juga: Sri Mulyani: Anda dipilih untuk melayani, bukan untuk menikmati jabatan
Faisal mendesak agar dalam waktu depat Ditjen Pajak dipisah dari Kemenkeu. Apalagi wacana tersebut telah tertuang dalam RUU KUP.
Tapi ia menyadari poin ini masih mengalami pro dan kontra terutama di kalangan pengusaha yang tidak menghendaki Ditjen Pajak diubah menjadi lembaga independen dengan tajuk Badan Penerimaan Perpajakan (BPP) seperti yang diusulkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News