Reporter: Asnil Bambani Amri, Fahriyadi, Oginawa R Prayogo | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Joko Widodo alias Jokowi baru saja menunaikan 50 hari masa kerja sebagai Gubernur DKI Jakarta. Berbagai strategi dilakukan pria kelahiran Solo itu guna mencari solusi dari masalah yang melilit Ibukota, seperti macet, transportasi umum, banjir, pemukiman kumuh sampai masalah sosial ekonomi lainnya.
Berbagai program kerja yang pernah ditawarkan di masa kampanye mulai dipersiapkan. Namun bukan berarti program gubernur terdahulu diabaikan begitu saja. Beberapa program andalan gubernur terdahulu dipertahankan Jokowi, cuma dengan berbagai persyaratan.
Tengok saja, program pembangunan transportasi massal atau dikenal dengan Mass Rapid Transit (MRT) yang pernah digaungkan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Setelah berada di tangan Jokowi, proyek MRT itu kini dikaji ulang lagi agar bisa dilanjutkan.
Tak hanya mempertahankan proyek yang ada, Jokowi juga membangkitkan proyek lama, yaitu proyek monorel yang sebelumnya dikandaskan Fauzi Bowo, gubernur terdahulu. Walaupun Fauzi Bowo bilang proyek monorel itu tak bisa diteruskan, namun Jokowi ternyata punya pendapat berbeda.
Jokowi menilai, proyek itu dimungkinkan untuk dilakukan kembali, dan dirinya mengaku siap mencabut keputusan Gubernur Fauzi Bowo soal penghentian proyek monorel itu. Lebih detailnya, berikut ini KONTAN menguraikan proyek raksasa Jokowi, berikut masalahnya yang belakangan santer menjadi perbincangan;
Tarik ulur proyek MRT
Setelah menjabat menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta, Jokowi memutuskan untuk mengkaji ulang pelaksanaan proyek MRT. Hasilnya, Jokowi menilai, ada beberapa hal dari proyek MRT perlu dibahas kembali, terutama soal sharing pendanaan dengan pemerintah pusat.
Jokowi menginginkan, proyek MRT yang didanai Japan International Cooperation Agency (JICA) itu nantinya tidak menguras anggaran daerah. Maka itu, Ia berharap, pengembalian dana proyek MRT ke JICA bisa ditanggung lebih besar oleh pemerintah pusat.
Dalam hitungan Jokowi, pengembalian dana investasi ke JICA sebaiknya 70% oleh pemerintah pusat, sisanya 30% ditanggung oleh Pemprov DKI Jakarta. Sementara dalam kesepakatan sebelumnya, beban pengembalian dana investasi yang ditetapkan adalah; 52% ditanggung Pemprov DKI Jakarta dan sisanya 48% ditanggung pemerintah pusat.
Namun keinginan Jokowi itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan, usulan itu ditolak Menteri Keuangan, Agus Martowardojo. Namun, Jokowi tak patang arah, Ia memutuskan melakukan negosiasi dengan Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa. "Renegosiasi harus melibatkan banyak pihak,” alasan Jokowi.
Lantas, apa alasan Jokowi untuk melakukan renegosiasi pendanaan proyek senilai Rp 103 triliun tersebut?. Menurut Jokowi, dengan kesepakatan mekanisme pendanaan MRT yang lama, Pemprov DKI Jakarta menanggung beban subsidi Rp 28.000 per tiket, agar tarif tiket MRT bisa terjangkau di harga Rp 10.000.
Nilai subsidi itu menurut Jokowi terlalu besar, yang bisa menguras kas daerah. Maka itulah, ia berharap agar pemerintah pusat menanggung pengembalian dana investasi lebih besar atau senilai 70% dari total investasi. "Kalau posisi sekarang, harga tiket MRT bisa Rp 38.000, tidak mungkin bagi kami memberi subsidi Rp 28.000 per tiket. Itu kan berat," tegas Jokowi.
Hingga berita ini ditulis, Jokowi dan pemerintah pusat belum menemukan kata sepakat soal pembagian tanggungjawab mengembalikan dana ke JICA itu. Namun begitu, Jokowi mengaku berkomitmen segera membuat keputusan terkait proyek MRT itu di bulan Desember ini juga. "Saya inginnya cepat memutuskan MRT, tetapi jika kalkulasi itu belum matang, nanti dulu," kata Jokowi.
Proyek monorel bangkit usai mati suri
Tak lama waktu yang dibutuhkan Jokowi untuk mempertimbangkan kembali proyek monorel di Jakarta. Usai dilantik jadi Gubernur, Jokowi langsung menemui Dahlan Iskan, Menteri BUMN guna membicarakan kemungkinan proyek monorel dibangkitkan kembali.
Rencana proyek monorel bak gayung bersambut. Sebab, Dahlan Iskan memiliki rencana yang sama. Bahkan, Dahlan Iskan meminta agar proyek monorel itu diberikan penuh kepada BUMN tanpa harus bekerjasama dengan pihak swasta.
Namun, untuk membangkitkan proyek yang pernah gagal di DKI Jakarta itu tak mudah. Sebab, cerita lama termasuk masalah-masalah proyek sebelumnya kembali terkuak. Termasuk masalah tiang pancang monorel milik PT Jakarta Monorel yang kini mangkrak.
Namun, Jokowi berusaha untuk mengurainya, dan memutuskan bertemu dengan PT Jakarta Monorail, selaku pemilik konsesi proyek monorel lama dengan PT Adhi Karya selaku kontraktor proyek kala itu.
Namun, pertemuan yang pertama bukan solusi yang diperoleh Jokowi, melainkan bertemu dengan dua perusahaan yang silang pendapat dengan proyek monorel tersebut. Maklum, PT Adhi Karya kali ini ingin mengambil alih proyek tersebut tanpa ingin menggalang kerja sama dengan PT Jakarta Monorail.
"Saya ingin Monorail diputuskan secara cepat, tetapi yang harus dilakukan sekarang adalah merukunkan dua perusahaan ini dan itu tak mudah," kata Jokowi seusai rapat dengan kedua perusahaan tersebut di Balaikota, Jumat (7/12).
Perlu diketahui, PT Adhi Karya berminat mengambil alih proyek Monorel. Bahkan, Menteri BUMN, Dahlan Iskan sesumbar dana proyek sudah dipersiapkan tanpa harus meminjam dari luar negeri. “Pemprov DKI Jakarta tidak usah khawatir soal dananya. Kami sudah siapkan," kata Dahlan.
Untuk proyek monorel itu, nilainya diperkirakan mencapai Rp 12 triliun. Untuk mendapatkan dana itu, BUMN membentuk konsorsium bersama yang terdiri; Adhi Karya, Telkom, PT LEN, dan PT Inka. "Insya Allah semua produk dalam negeri," kata Kiswodarmawan, Direktur Utama PT Adhi Karya Tbk.
Namun begitu, Jokowi tidak ingin mengecewakan PT Jakarta Monorel. Ia berharap agar tiang-tiang milik PT Jakarta Monorail bisa digunakan. Selain itu, kata Jokowi, banyak keuntungan yang diperoleh jika proyek diserahkan kepada PT Jakarta Monorel dan PT Adhi Karya. "Kami juga tidak perlu membuat landasan hukum baru, karena sudah ada payung hukum yang lama, juga tidak perlu tak perlu tender lagi, karena sudah ada pemenangnya," jelas Jokowi.
Jokowi berharap, kedua perusahaan bisa berdamai dan bekerja sama untuk membangun monorel. "Saya akan putuskan proyek monorel jika kedua pihak baik Jakarta Monorail dan Adhi Karya bisa satu suara," tandasnya.
Namun, rencana jokowi itu ditanggapi dingin oleh Adhi Karya, selaku pimpinan Konsorsium BUMN yang ditugaskan Kementerian BUMN untuk membantu Pemprov DKI menggarap proyek monorel. "Kami bukan menolak apalagi khawatir jika mereka (JM) bergabung, tetapi kami konsorsium BUMN sudah diberi amanah teman-teman BUMN lain untuk jalan sendiri," ujar Kiswodamawan, Dirut Adhi Karya, Jumat (7/12).
Revitalisasi kampung kumuh
Revitalisasi kampung kumuh di DKI Jakarta ini, terbilang sebagai proyek yang diusung Jokowi sejak menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. Jokowi berniat ‘menyulap’ kampung kumuh di Jakarta menjadi kampung yang rapi, tertata dan sehat dan memiliki ciri khas.
Untuk melakukan revitalisasi kampung kumuh, Jokowi berencana menggelontorkan anggaran Rp 30 miliar - Rp 50 miliar untuk setiap kampung kumuh. Anggaran itu digunakan untuk membangun kampung yang sehat, memiliki ruang terbuka hijau, serta memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL).
"Total dalam 5 tahun ke depan ada 360 kampung yang akan di upgrade dan diperbaiki. Untuk tahun 2013 kami ajukan 100 kampung dulu, tetapi keputusannya tergantung Dewan (DPRD) menyetujuinya berapa banyak," ujar Jokowi.
Untuk proyek ini, Jokowi berencana membuat proyek partisipatif dengan melibatkan masyarakat setempat disertai dengan akademisi. "Nanti dibentuk kelompok kerja (Pokja) di kampung-kampung. Pembangunan didampingi arsitek agar sesuai rencana awal," katanya.
Mengenai pembiayaan proyek ini, Jokowi ingin dananya berasal dari APBD murni, dan tidak bekerjasama dengan pihak swasta. Namun, kata Jokowi, kampung itu akan dibangun sesuai dengan potensi yang ada di kampung itu.
Contoh, revitalisasi kampung-kampung perajin tempe di Tegal-Parang, Jakarta Selatan. Potensi pelaku bisnis tempe di kampung tersebut diharapkan bisa menjadi keunggulan dari kampung itu menjadi kampung yang bersih dan tertata.
Mengenai rencana proyek ini, Jokowi sudah melakukan sosialisasi ke kampung-kampung, salah satunya adalah Kampung Pulo di Jakarta Timur. “Arti sosialisasi itu adalah mulai berbicara dengan masyarakat setempat dan menampung keinginan dan kebutuhan mereka," kata Jokowi.
Dalam mimpi Jokowi, nantinya akan ada kampung yang memiliki ciri khas yang menjadi daya tarik secara ekonomi maupun secara pariwisata. " Nanti akan ada kampung deret, kampung herbal, kampung backpacker, dan masih banyak lagi," katanya.
Jika proyek Jokowi ini goal di DPR, setidaknya Pemprov DKI Jakarta akan membelanjakan dana sekitar Rp 3 sampai Rp 5 triliun untuk membangun 100 kampung kumuh di 2013. Sampai tahun 2014, setidaknya Pemprov DKI Jakarta membutuhkan Rp 10,8 triliun – Rp 18 triliun.
Hunian untuk warga Jakarta
Salah satu proyek infrastruktur yang akan diusung Jokowi lainnya adalah, membangun hunian bagi warga Jakarta. Salah satu proyek hunian yang akan digarap Jokowi itu adalah, menyulap kawasan Pasar Rumput milik PD Pasar Jaya menjadi rumah susun yang terintegrasi dengan pasar.
Selain itu, Jokowi juga ingin membangun rusun di berbagai tempat, diantaranya di Bukit Duri, Tebet, serta pinggiran kali Ciliwung. Namun, untuk rencana pembangunan rusun di pinggiran kali Ciliwung terganjal dengan aturan tata ruang.
Namun begitu, sejumlah proyek Jokowi di sektor hunian ini sudah banyak dilirik pengembang, tak terkecuali PT Perumahan Nasional (Perumnas). Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama PT Perumnas Himawan Arief Sugoto. “Kami tertarik dengan program-program Jokowi itu," papar Himawan.
Dari rencana proyek hunian yang akan dilakukan Jakarta itu, yang memungkinkan untuk direalisasikan barulah proyek hunian terintegrasi dengan pasar dan tempat di lokasi pasar Rumput. Proyek itu nantinya dikerjakan dengan menggunakan anggaran dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera).
Rusun di Pasar Rumput itu, bisa menampung 6000 kepala keluarga yang tinggal di bantaran kali Ciliwung. Rusun berdiri di atas lahan milik PD Pasar Jaya dan ditarget selesai 2013. Anggaran proyek diperkirakan mencapai 1,9 triliun dengan rincian, Rp 600 miliar tahun ini dan Rp 1,3 triliun di 2013.
Dalam pelaksanaan proyek ini, Kemenpera dan Pemprov DKI Jakarta akan melakukan kerjasama. Untuk sosialisasi dan pembebasan lahan sepenuhnya akan diserahkan kepada pemprov DKI Jakarta. Rusun berlantai 20 itu nantinya akan diberikan kepada warga yang tinggal di bantaran sungai.
“Warga Ciliwung yang masuk hunian itu tidak ditarik biaya, karena biaya nanti diambil dari unit yang disewakan,” kata Ahok seperti yang ditulis Kompas.com. Namun, dalam proyek ini belum jelas, siapa kontraktor yang akan ditunjuk.
Pengerukan Sungai
Perlu diketahui, rencana proyek pengerukan 10 sungai besar yang melewati wilayah di Jakarta senilai Rp 1,35 triliun sudah tercetus sejak gubernur masih dijabat Fauzi Bowo. Namun, proyek urung dilakukan, walaupun sudah melewati beberapa kali pembahasan.
Setelah gubernur berganti, Jokowi mengaku memiliki semangat untuk meneruskan proyek pengerukan sungai tersebut. Beberapa kali kepada wartawan, Jokowi mengutarakan maksudnya untuk mengeruk dan melebarkan sungai di Jakarta.
Salah satunya adalah proyek pelebaran sungai di Ciliwung menjadi 50 meter dari lebar saat ini yang hanya sekitar 25 meter. Selain dilebarkan, kali tersebut juga akan dikeruk untuk mengatasi kendangkalan sungai. "Mestinya dilakukan pengerukan dan pembuatan tanggul,” kata Jokowi yang berjanji melakukan pengerukan dan pelebaran sungai saat musim hujan reda.
Selain Ciliwung, Jokowi bilang akan menganggarkan Rp 400 miliar untuk pengerukan dan pelebaran sungai Pesanggrahan tersebut. Dalam proyek ini, Pemprov DKI Jakarta akan bekerjasama dengan Kementerian PU yang akan menganggarkan Rp 1 triliun untuk proyek yang sama.
Tambah jalur kereta api
Untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, pasangan Jokowi dan Ahok mengaku memiliki komitmen untuk mendukung sarana angkutan transportasi massal. Salah satu yang direncanakan adalah penambahan jalur rel kereta api di Jakarta. "Kami ingin membeli tanah untuk dijadikan jalan kereta api,” kata Ahok.
Penambahan tanah itu, kata Ahok, digunakan menambah jalur rel kereta api, pembangunan fly over di jalur kereta dan ruang terbuka hijau. "Rencananya kami akan mempersiapkan Rp 3 trilun untuk membeli tanah," terang Ahok.
Dana Rp 3 triliun itu diambilkan dari penghematan anggaran yang di satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Dia bilang, Dinas Kebersihan dan Dinas Pekerjaan Umum sudah melakukan penghematan anggaran untuk tahun depan, dengan nilai masing-masing Rp 500 miliar.
Apapun proyek yang dilancarkan Jokowi-Ahok, mari kita tunggu realisasinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News