Reporter: Adrianus Octaviano, Pulina Nityakanti, Siti Masitoh, Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - FOKUS. Era suku bunga tinggi tampaknya akan segera berakhir setelah pada pekan lalu Bank Indonesia (BI) memangkas BI rate 25 basis poin (bps) menjadi 6% dan Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 4,75% - 5%.
Pemangkasan suku bunga ini terjadi di tengah kondisi inflasi yang mulai mereda dan pertumbuhan ekonomi mulai tersendak akibat suku bunga tinggi yang berlangsung cukup lama.
Keputusan bank sentral Indonesia dan AS memangkas suku bunga menjadi angin segar bagi pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dapat meningkat.
Baca Juga: Suku Bunga Turun, Simak Rekomendasi Saham Emiten Konstruksi Swasta
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan pemangkasan suku bunga tersebut dilakukan setelah mempertimbangkan asesmen perkembangan dan prospek ekonomi global maupun domestik.
Menurut Perry, keputusan BI memangkas suku bunga konsisten dengan tetap rendahnya perkiraan inflasi tahun 2024 dan 2025 berada di kisaran 2,5% plus minus 1% sesuai sasaran pemerintah dan BI. Demikian juga dengan penguatan stabilitas nilai tukar rupiah dan upaya untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional.
Sementara itu, Gubernur The Fed Jerome Powell, seperti dikutip dari Reuters, mengatakan keputusan pemangkasan suku bunga tersebut mencerminkan keyakinan mereka bahwa inflasi bergerak secara berkelanjutan menuju 2% dan menilai bahwa risiko untuk mencapai sasaran ketenagakerjaan dan inflasi secara seimbang.
Baca Juga: BI Turunkan Suku Bunga Jadi 6%, Begini Dampaknya ke Investasi Dapen BNI
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berharap pemangkasan suku bunga bisa berdampak positif bagi perekonomi nasional maupun global.
Menkeu mengatakan, pemangkasan suku bunga era suku bunga tinggi yang berlangsung lama atau higher for longer telah berdampak signifikan terhadap kinerja perekonomian utamanya di negara-negara berkembang, sehingga dengan penurunan suku bunga ini, menjadi Langkah positif bagi pertumbuhan ekonomi.
Dampak ke Perbankan
Penurunan suku bunga akan membawa dampak positif terhadap industri perbankan. Pemangkasan suku bunga terutama BI rate adakan berdampak pada turunnya Cost of Fund bank sehingga berdampak positif terhadap profitabilitas bank.
Selain itu, penurunan suku bunga akan membuka ruang bagi bank menurunkan suku bunga kredit dan mengakselerasi pertumbuhan kredit.
“Tentu saja pemotongan suku bunga tersebut akan diikuti oleh pemotongan suku bunga baik suku bunga Dana Pihak Ketiga maupun kredit pada gilirannya,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Penurunan Suku Bunga Dorong Kemampuan Cicil Nasabah
Ia juga berpendapat jika penurunan bunga DPK dan kredit terealisasi maka akan berdampak positif pada perekonomian Indonesia karena secara umum dapat mendorong kenaikan investasi, konsumsi, dan kredit perbankan.
Dian menjelaskan penurunan bunga pun akan meningkatkan keuntungan nasabah korporasi sementara bagi nasabah konsumen bakal mengurangi biaya cicilan kredit.
Alhasil, ini juga secara tidak langsung meningkatkan daya serap kredit konsumen karena dengan cicilan yang relatif sama dapat memperoleh nilai kredit yang lebih besar.
“Sektor konsumsi yang antara lain meliputi sektor properti (KPR) dan otomotif diperkirakan mendapat dampak positif,” tambahnya.
Baca Juga: Suku Bunga Acuan Turun, Bank Digital Berpeluang Pangkas Bunga Simpanan dan Kredit
Tak hanya itu, sektor tambang khususnya tambang emas diperkirakan juga memiliki efek domino dari penurunan bunga. Sebab, penurunan suku bunga identik dengan kenaikan uang beredar dan dalam kondisi uang beredar yang meningkat biasanya masyarakat cenderung meningkatkan pembelian safe haven aset.
Dampak ke Saham
Penurunan suku bunga juga dinilai berdampak positif terhadap mayoritas sektor di pasar saham dan berpotensi meningkatkan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Maka saham-saham big caps dan blue chips akan menjadi target pembelian pelaku pasar terutama investor asing.
“Jadi, saham yang laggard tersebut sangat berpeluang kinerjanya untuk bisa membaik setelah penurunan suku bunga. Sebab, secara valuasi menjadi lebih menarik juga, karena saat ini sudah turun dalam,” ujar Head of Research Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas.
Baca Juga: Suku Bunga BI Dipangkas, Dapen Bank Mandiri Bersiap Realokasi Portofolio
Bahkan menurutnya, kinerja keuangan sejumlah emiten big caps berpotensi membaik seiring pemangkasan suku bunga. Sebagai gambaran, penurunan suku bunga BI akan jadi sentimentpositif yang dapat mendorong kredit emiten perbankan.
Sentimen positif penurunan suku bunga juga turut dirasakan sektor yang memiliki utang berbunga yang sifatnya floating karena akan ada penurunan beban keuangan. Sukarno melihat saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) layak dipertimbangkan investor.
Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta melihat kinerja emiten ektor otomotif, seperti PT Astra International Tbk (ASII) akan terkena dampak positif pemangkasan suku bunga. Ia melihat penurunan bunga kredit bakal mendorong peningkatan permintaan kredit kendaraan.
Penguatan Rupiah
Rupiah juga menjadi salah satu yang langsung mendapat sentimen positif pemangkasan suku bunga The Fed. Hal itu terlihat saat rupiah mulai menguat level Rp 15.000 an setelah The Fed sebelumnya memberi sinyal pemangkasan suku bunga di September.
Pada Kamis (19/9) setelah pengumuman pemangkasan suku bung The Fed, rupiah menguat 0,63% ke Rp 15.239 per dolar AS di pasar Spot. Penguatan rupiah diprediksi masih akan berlangsung hingga akhir tahun ini.
Baca Juga: Suku Bunga Acuan Mulai Layu, Penyaluran KPR Tak Lantas Melaju
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C. Permana memproyeksi pemangkasan suku bunga membuat rupiah berpotensi menguat untuk jangka pendek. Ia memprediksi sampai akhir Oktober 2024, rupiah berada di kisaran Rp 15.000 - Rp 15.300 per dolar AS. Sementara sampai akhir tahun, ia memprediksi rupiah masih berada di level Rp 15.000 per dolar AS.
Hal senada juga dikatakan Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede. Menurutnya, rupiah bakal berada di level Rp 15.000 an sampai akhir dan sulit turun dari level tersebut.
"Walau The Fed menurunkan 50bps, tetapi US Treasury naik dan indeks dolar walau sempat melemah, tetapi di awal pembukaan hari ini cukup menguat," terangnya.
Berbagai sentimen positif dari pemangaksan suku bunga ini diharapkan bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dan mendorong kembali daya beli masyarakat yang saat ini sudah mulai lesu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News