Reporter: Dyah Megasari, BBC, Bloomberg, Reuters, NY Times, The Wall Street Journal |
JAKARTA. Saat krisis mengancam kekuatan perbankan, ujian tak terduga malah menggemparkan institusi keuangan dunia. Sejumlah skandal besar terkuak dan rupanya sudah melanda sistem perbankan global secara bertahun-tahun.
Sejumlah bank bertaraf internasional dan dianggap cukup tahan dari guncangan krisis malah tercoreng oleh kelakuan sejumlah bankir nekat. Mereka diduga berkomitmen bersama untuk melakukan pelanggaran. Mulai dari penetapan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) di London interbank offered rate (Libor) hingga keterlibatan atas kasus pencucian uang di sejumlah negara yang di black list dari sistem perbankan. Pelanggaran-pelanggaran juga tak hanya terjadi di Eropa dan Amerika Serikat (AS), melainkan di Asia.
Di sini, KONTAN berusaha merinci beberapa skandal tersebut. Siapa yang dituduh oleh siapa, atas apa yang dilakukan.
Skandal pertama, Libor
Mengejutkan! Barclays, bank besar yang sudah memiliki jaringan di banyak negara mengaku telah memanipulasi suku bunga Libor atau bunga pinjaman yang diberikan oleh suatu bank ke bank lainnya. Enam bank dicurigai bersekongkol dan memanipulasi percobaan yang sama.
Meski peristiwa besar ini berpusat di London, otoritas keuangan Amerika Serikat (AS) juga terlibat dalam penyelidikan. Berikut dijelaskan, siapa yang melakukan investigasi dan pengawasan.
1. Attorney general of New York, AS
Progres dan keterlibatan: Tujuh bank telah memenuhi panggilan pengadilan. Mereka adalah HSBC, Royal Bank of Scotland, Barclays, Citigroup, Deutsche Bank, JPMorgan, UBS. Sanksi: Tengah diproses
2. Attorney general of Connecticut, AS
Progres dan keterlibatan: Tujuh bank telah memenuhi panggilan pengadilan. Mereka adalah HSBC, Royal Bank of Scotland, Barclays, Citigroup, Deutsche Bank, JPMorgan, UBS. Sanksi: Tengah diproses
3. Commodity Futures Trading Commission (CFTC)
Progres dan keterlibatan: Dikenakan denda sebesar US$ 200 juta di Barclays. Sanksi: Barclays harus membayar penalti senilai £128,5 juta atau setara dengan US$ 200 juta.
4. Department of Justice, AS
Progres dan keterlibatan: membantu investigasi CFTC di Barclays. Sanksi: Barclays harus membayar penalti senilai £103 juta atau setara dengan US$ 160 juta.
5. Serious Fraud Office, Inggris
Progres dan keterlibatan: Meluncurkan penyelidikan kriminal atas skandal Libor yang lebih luas. Sanksi: Masih dalam proses.
6. Financial Services Authority, Inggris
Progres dan keterlibatan: Ditugaskan oleh pemerintah dengan meninjau bagaimana Libor diatur. Sanksi : Barclays harus membayar £59,5 juta atau setara dengan US$93 juta.
*Selengkapnya bisa dibaca pada fokus KONTAN sebelumnya.
Skandal kedua, pencucian uang
Bank asal Inggris yang fokus mengembangkan bisnis di Asia yakni Standard Chartered (Stanchart), terbukti melakukan pelanggaran. Regulator New York menemukan sejumlah transaksi ilegal yang berasal dari Iran. Negara penghasil minyak tersebut masuk dalam black list Amerika di mana sejumlah bank dilarang menampung transaksi penjualan minyak dari negeri yang diduga mengembangkan senjata nuklir.
The New York state Department of Financial Services (DFS) memaparkan, bank setidaknya telah melakukan pencucian uang sebanyak US$ 250 miliar dalam kurun lebih dari satu dekade.
Tak hanya Stanchart, HSBC juga dituduh melakukan hal yang sama oleh senat AS. Entah terdesak karena sumber pemasukan secara legal tergencet krisis, atau memang mental para bankir yang nekat menerobos aturan?
Berikut dijelaskan, siapa yang melakukan investigasi dan pengawasan, siapa yang diawasi dan bagaimana hasilnya:
1. New York Department of Financial Services, AS (DFS)
Progres dan keterlibatan: Stanchart terbukti dengan sembunyi-sembunyi menjalankan unit bisnis bekerja sama dengan pemerintah Iran. Lewat unit itu, Stanchart telah melakukan lebih dari US$ 250 miliar transaksi ilegal selama hampir satu dekade.
DFS juga menemukan bukti bahwa bank kelas dunia lainnya yakni HSBC gagal memblokir atau diduga dengan sengaja meloloskan transaksi pencucian uang para bandar narkoba asal Meksiko. DFS juga menemukan bukti bahwa bank juga melakukan bisnis serupa dengan negara lain yang berada di bawah sanksi seperti Libia, Myanmar dan Sudan.
Sanksi: Stanchart harus membayar denda senilai US$ 340 juta.
2. Senat AS
HSBC juga dituduh oleh Senat AS gagal mencegah pencucian uang. Unit bisnis HSBC di AS melakukan 28.000 transaksi gelap dan terjadi antara 2001 hingga 2007. Sebagian besar transaksi itu melibatkan Iran. Laporan Senat AS menyimpulkan bahwa sistem keamanan bank sangat buruk dan memungkinkan para penjahat melakukan transaksi pencucian uang kotor dengan mudah.
Sanksi: HSBC telah menyisihkan £446 juta atau setara dengan US$ 700 juta untuk membayar denda potensial.
3. Financial Supervisory Service (FSS), Korea Selatan
Diminta oleh AS untuk memeriksa HSBC cabang Seoul dan Stanchart di Korea Selatan. FSS akan melihat jeroan transaksi kedua bank tersebut, apakah juga melakukan transaksi ilegal pencucian uang dan memastikan bank melakukan verifikasi nasabah sebelum transaksi terjadi.
Sanksi/hasil: belum ada detail yang diperoleh.
4. Department of Justice AS, Federal Reserve AS, Financial Services Authority Inggris (FSA), Treasury Department\'s Office of Foreign Assets Control (OFAC) AS.
Royal Bank of Scotland (RBS) menyatakan bahwa bisnis bank berada di bawah investigasi sejumlah otoritas untuk memastikan apakah bank terlibat transaksi serupa dengan Iran.
Laporan sejumlah media AS menunjukkan bahwa OFAC, bersama dengan Federal Reserve, Departemen Kehakiman dan kantor distrik Manhattan, sedang menyelidiki empat bank asal Eropa untuk dugaan pelanggaran sanksi AS terhadap Iran. Penyidikan ini dikabarkan bersifat rahasia dan keberadaannya belum dapat dikonfirmasi secara resmi.
Sanksi/hasil: Penyidikan masih berjalan dan belum ada detail pasti.
Ulasan: Bank lain melakukan hal serupa
Perlu diketahui, kebobrokan standar keamanan HSBC awalnya dilaporkan oleh Senate Permanent Subcommittee on Investigation, sebuah pengawas kongres yang melihat kejanggalan-kejanggalan finansial.
Laporan tersebut sekaligus melontarkan tudingan bahwa regulator perbankan AS yang disebut Office of the Comptroller of the Currency gagal memantau HSBC.
Penyidikan sebenarnya sudah berjalan selama satu tahun dan melibatkan 1,4 juta dokumen, wawancara 75 pejabat HSBC serta regulator perbankan. Beberapa eksekutif HSBC sudah memberikan kesaksian. Di antaranya adalah kepala bidang hukum Stuart Levey, yang baru bergabung dengan bank pada Januari silam. Levey merupakan mantan petinggi Departemen Keuangan AS yang membawahi bidang terorisme dan transaksi keuangan.
Menanggapi peristiwa ini, Senator Carl Levin, ketua sub-komite, menilai perbankan AS sudah tercemar atas transaksi pasar gelap ini.
Sedangkan Stanchart, DFS menjabarkan tudingannya bahwa “Hampir selama 10 tahun, [Standard Chartered] bersama pemerintah Iran sengaja menyembunyikan kurang lebih 60.000 transaksi rahasia dari regulator, melibatkan sekitar US$ 250 miliar, dan meraup fee jutaan dollar. Aksi Standard Chartered menjadikan sistem keuangan AS rentan terhadap teroris, pedagang senjata, mafia obat-obatan, dan rezim korup, serta menghalangi para investigator untuk mendapatkan informasi penting guna melacak aktivitas kriminal.” DFS menilai Stanchart menjalankan wire-stripping.
Sebetulnya, selain HSBC dan Stanchart sudah ada peristiwa yang sama. Pada 2010, Wachovia setuju membayar US$ 160 juta sebagai denda atas penyelidikan yang dilakukan departemen kehakiman. Bank terbukti melegalkan transaksi janggal dari Meksiko.
Bahkan bulan lalu, bank asal Belanda yakni ING harus menerima hukuman dan membayar US$ 619 juta karena terbukti memindahkan dana miliaran dollar dari sistem keuangan AS ke wilayah Kuba dan Iran.
Agustus 2012, otoritas AS mengumumkan kejadian serupa. Paman Sam mengklaim telah membekukan dana sebesar US$150 juta pada rekening di Bank Lebanon Kanada atau Lebanese Canadian Bank (LCB). Dana yang dibekukan tersebut diduga merupakan bagian dari skema pencucian uang yang dilakukan oleh kelompok Hizbullah di Lebanon.
AS menuduh LCB membantu pencucian uang milik kelompok itu yang merupakan hasil dari bisnis penjualan obat terlarang dan kejahatan lainnya.
Dana tersebut menurut pemerintah AS biasanya diselundupkan keluar dari AS dengan cara dibelikan mobil bekas terlebih dahulu untuk kemudian dijual kembali di Afrika Barat.
Skandal ketiga, manipulasi bunga PUAB di Asia
Regulator di Korea Selatan tengah menyelidiki dugaan manipulasi penetapan bunga oleh empat bank melalui sertifikat deposito/ certificates of deposit (CD). Hasilnya digunakan untuk menentukan suku bunga PUAB dalam cara yang mirip dengan Libor.
Regulator di Singapura dan Jepang juga melakukan pemeriksaan serupa pada bank mereka menyusul skandal Libor.
Berikut siapa yang menginvestigasi, progres dan hasilnya.
1. Fair Trade Commission (FTC), Korea Selatan
Memeriksa sembilan bank Korea Selatan. Empat di antaranya yang sudah jelas adalah Kookmin, Shinhan, Woori Bank dan Group Hana Bank. FTC masih mencari bukti kolusi keempatnya dalam menentukan bunga sertifikat deposito dan merevisi penetapan tarif tersebut.
Sanksi/hasil: Belum ada sanksi atau penalti yang diumumkan ke publik.
2. Japanese Bankers Association (JBA)
18 Bank diminta untuk memeriksa prosedur mereka dalam mengirim suku bunga PUAB dalam mata uang yen. Perintah ini menyusul maraknya dugaan kolusi dalam penetapan suku bunga antar bank.
Sanksi/ hasil: Tidak ditemukan kejanggalan dalam proses pelaporan. Namun JBA akan menganalisis lebih lanjut apakah metode penghitungan yang digunakan antar bank sudah benar atau tidak. Jika terbukti salah, penghitungan tersebut harus diubah.
3. Singapore Monetary Authority
Menyelidiki sejumlah bank yang tak disebutkan namanya diduga menjadi kartel dan menentukan besaran benchmark bunga bank.
Sanksi/hasil: Belum ada sanksi atau penalti yang diumumkan ke publik
Perlu diketahui, ada perbedaan kecenderungan dalam menetapkan suku bunga. Di Eropa misalkan, perbankan secara rahasia menyepakati pemberian bunga yang rendah untuk memperoleh kepercayaan nasabah. Sedangkan di Asia, banyak dugaan, bank justru berkolusi menetapkan suku bunga yang lebih tinggi untuk menggenjot profitabilitas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News