kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,87   -4,49   -0.48%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Mandiri-BCA akur, interkoneksi nasional menyusul


Jumat, 20 Januari 2012 / 15:54 WIB
Mandiri-BCA akur, interkoneksi nasional menyusul
ILUSTRASI. Ada banyak bahan alami yang bermanfaat sebagai perawatan rambut rontok./Pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/13/06/2011.


Reporter: Dyah Megasari, Astri Kharina Bangun, Herry Prasetyo |

JAKARTA. Sudah hampir satu pekan, Anjungan Tunai Mandiri (ATM) milik PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terhubung. Eksekusi kesepakatan yang diteken tiga bulan lalu tersebut menjadi sejarah besar bagi dunia perbankan Indonesia.

Bagaimana tidak, sebelumnya, dua bank raksasa ini terkenal alot bekerja sama. Bahkan, kedua bank beda status tersebut bersaing ketat melayani nasabah ritel. Hampir di tiap tempat, jika ada ATM milik BCA, tak jauh di situ, bercokol pula ATM milik Mandiri.

Realisasi interkoneksi tersebut merupakan hasil pembicaraan antara Bank Indonesia (BI), Mandiri, dan BCA. Tindak lanjutnya adalah nota kesepahaman antara Mandiri dan PT Rintis Sejahtera, pengelola jaringan ATM Prima. BCA telah bekerja sama dengan jaringan Prima sejak tahun 2000.

Keputusan kedua bank tersebut berarti besar bagi BI. Cita-cita otoritas perbankan untuk mewujudkan sistem pembayaran nasional atau National Payment Gateway (NPG) yang diharapkan bisa selesai di 2013 baka lebih mudah terwujud. Bank-bank lainnya yang berukuran lebih kecil bisa mengikuti langkah Mandiri dan BCA.

Gubernur BI Darmin Nasution mengklaim, interkoneksi kedua bank itu bakal memberikan dua keuntungan besar, terutama yang menyangkut sistem pembayaran. Keuntungan pertama dinikmati bank karena mereka bisa berinvestasi mesin ATM dengan lebih efisien. Keuntungan kedua dirasakan nasabah karena tak perlu repot lagi saat ingin mentransfer dana, tarik tunai, maupun cek saldo.

"Hal ini menyangkut nasabah 49 bank lainnya," jelas Darmin. Melalui kerja sama ini, nasabah Mandiri bisa bertransaksi tarik tunai, cek saldo, dan transfer dana antarbank melalui lebih dari 31.700 ATM yang terhubung lewat jaringan Prima. Ini termasuk 8.578 jaringan ATM BCA yang terkoneksi dengan jaringan Cirrus yang tersebar di berbagai negara.

Sebaliknya, nasabah BCA dan bank peserta jaringan Prima lainnya dapat melakukan transaksi serupa di 8.993 ATM Mandiri yang terkoneksi ke lebih dari 21.000 jaringan ATM Link, 30.000 jaringan ATM Bersama, dan lebih dari 1,7 juta ATM Visa Internasional yang tersebar di seluruh dunia. "Implementasi ini mendukung keinginan BI menuju NPG," ungkap Direktur Utama Bank Mandiri, Zulkifli Zaini.

Catatan saja, hingga saat ini, jumlah kartu ATM debet yang beredar mencapai 61 juta. Dari jumlah tersebut, volume transaksi per hari tercatat sebanyak 6,6 juta kali dengan nilai transaksi Rp 7 triliun. Sementara itu, jumlah penerbit ATM debet, per November 2011, tercatat mencapai 98 penerbit.

Mungkin, banyak orang bertanya mengapa NPG ini sangat diperlukan? Menjawab pertanyaan ini, Kabiro Humas BI, Difi A. Johansyah menjelaskan, keberadaan NPG sangat dibutuhkan Indonesia yang merupakan negara kepulauan. Di negeri seperti Indonesia, transportasi bisa menjadi kendala utama bagi nasabah. Sementara, seiring ekonomi yang tumbuh pesat, lalu lintas pembayaran juga meningkat pesat. Nah, NPG akan menyatukan jaringan seluruh perbankan di Indonesia. Lewat sistem ini, seorang nasabah yang memiliki rekening di sebuah bank daerah yang ada di daerah pelosok bisa bertransaksi langsung dengan nasabah lain yang menjadi nasabah sebuah bank besar di Ibukota.

"BI merumuskan suatu kerangka kerja (NPG) yang menguntungkan industri sekaligus masyarakat. Jadi, bukan cuma industri yang untung, tapi masyarakat kesulitan. Kami tidak bisa menunggu industri yang merumuskan. Oleh karena itu, sebagai regulator, BI harus mendorongnya," beber Difi.

Sempat beredar kabar bahwa BCA dan Mandiri bersedia membuka jaringan mereka karena dipaksa oleh bank sentral. Namun, Deputi Gubernur BI Ronald Waas menyangkal kabar ini. "Bukan begitu, tujuan kerja sama ini adalah peningkatan efisiensi perbankan dan nasabah," ujar Ronald.

Ia mengingatkan, sebuah bank membutuhkan biaya yang besar untuk membangun jaringan ATM. "Apabila hanya dikelola satu bank, tentu akan memberatkan cost fund bank itu," paparnya. Lantaran BI bukan pemilik infrastruktur, dibutuhkan dialog di antara para pemain sendiri. “Membangun infrastruktur mahal, daripada bangun sendiri, lebih baik disatukan," tegas Ronald.

Dibutuhkan kemauan dan kerelaan

Asal tahu saja, di negeri kita, saat ini, ada empat perusahaan switching. Mereka adalah PT Rintis Sejahtera (ATM Prima), TelkomSigma dan Himbara (ATM Link), PT Artajasa Pembayaran Elektronis (ATM Bersama), dan PT Daya Network Lestari (ATM Alto). Nah, agar jaringan bank-bank yang menjadi anggota masing-masing perusahaan switching itu bisa saling terhubung, harus ada satu perusahaan superswitching.

Ronald menegaskan, Prima dipilih sebagai jaringan penghubung (switching) dalam kerja sama BCA dan Mandiri bukan lantaran perusahaan tersebut akan menjadi sebagai lembaga superswitching. Saat ini, BI masih menyiapkan model bisnis institusi superswitching ini. "Kuncinya di interkoneksi dan interoperabilitas. BI tidak menunjuk salah satu perusahaan switching (menjadi superswitching). Akan kami lihat kebutuhannya. Kalau pun semuanya tetap berjalan, harus ada satu ciri khas yang memudahkan nasabah " imbuh Difi.

Memang, bukan perkara mudah menyatukan empat perusahaan switching tersebut dalam sebuah sistem pembayaran nasional atau National Payment Gateway (NPG). Sebab, masing-masing telah menggelontorkan investasi yang besar untuk mengembangkan jaringan mereka. “Kemauan (para pemain untuk membuka diri) menentukan keberhasilan pembentukan NPG,” ujar Ronald. Selain itu, para pengelola perusahaan switching itu juga harus bisa menyepakati bisnis model interkoneksi pembayaran nasional yang menguntungkan semua pihak.

Urusan akan menjadi semakin rumit jika kita berbicara tentang interkoneksi jaringan transaksi uang elektronik atau e-money. Ya, NPG baru akan utuh jika sistem ini juga mencakup interkoneksi transaksi e-money yang saat ini gencar dikembangkan oleh perbankan.

Contoh produk e-money yang tengah berkembang pesat adalah kartu Flazz milik BCA, Mandiri E Toll Card, dan Brizzi yang diterbitkan oleh BRI. Kini, setiap kartu tersebut hanya bisa digunakan di merchant yang menyediakan perangkat pembaca (reader) milik si penerbit kartu. Dengan kata lain, pemilik Brizzi tidak bisa menggunakan kartunya untuk membayar di toko yang hanya menyediakan reader kartu Flazz.

Kondisi seperti ini jelas tidak efisien. Setiap nasabah harus memiliki lebih dari satu kartu agar bisa bertransaksi di mana saja. Idealnya, pembaca kartu Flazz bisa membaca kartu Mandiri dan BRI. Sebaliknya juga demikian. “Jadi, kartunya tetap saja, kami tidak mau mengganggu. Cuma, pemanfaatan bisa saling silang," terang Ronald.

Sebagai langkah awal menuju interkoneksi e-money, tahun ini, BI akan menyusun standardisasi e-money. "Kita punya cerita sukses waktu membuat standar chip untuk kartu debit," ujar Ronald. Nah, BI akan kembali menjadi fasilitator dan mendorong industri duduk bersama-sama mencari standar agar jaringan e-money bisa saling berkomunikasi.

Nasabah mulai bertransaksi

Ronald juga kembali mengingatkan, tujuan BI membangun NPG bukan hanya sekedar mengejar efisiensi perbankan, tapi juga meningkatkan perlindungan konsumen. Di luar itu, tentu saja, nasabah perbankan juga akan memperoleh banyak manfaat.

Kristiyono, yang merupakan nasabah Mandiri telah mencicipi manfaat interkoneksi ATM Mandiri dan BCA. "Di dekat rumah hanya ada ATM BCA, padahal kartu saya Mandiri. Jadi, sekarang, sangat gampang bertransaksi tarik tunai. Waktu lebih efisien," ungkapnya.

Tapi, ia sedikit mengeluhkan biaya transaksi yang cukup tinggi. Untuk cek saldo saja, ia dikenai biaya Rp 3.000. Sementara, biaya tarik tunai sebesar Rp 5.000.

Melihat tujuan “mulia” sistem NPG itu, rasanya, para bankir tidak memiliki alasan untuk tidak mendukung cita-cita bank sentral itu. Apalagi, sejatinya, perbankan sendiri juga berpeluang memperoleh tambahan pendapatan non-bunga atau fee-based income dari interkoneksi ini.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengakui potensi sumber pendapatan baru itu. "Tapi kami belum menghitung seberapa besar," ujarnya. Manajemen Bank mandiri juga menyatakan hal yang sama. "Harus dilihat dulu sebulan ini. Belum terlihat berapa besar," jelas Budi Gunadi Sadikin, Managing Director Micro & Retail Banking Bank Mandiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×