Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kehidupan rumah tangga yang telah dibina sejak 2010 oleh Grup Bakrie dan Bumi Plc tidak bisa diselamatkan. Keduanya sepakat untuk bercerai. Namun, nampaknya proses perceraian berlangsung alot.
Bukan karena masing-masing bersikukuh terhadap pendiriannya. Melainkan, ada pihak ketiga yang ikut andil dalam proses perceraian ini. Dia adalah Samin Tan. Bos Borneo Group ini bersedia membeli 23,8% saham Bumi Plc milik Group Bakrie. Samin membeli Bumi Plc melalui kendaraan investasinya, RACL.
Nilai saham Bumi Plc itu totalnya mencapai US$ 223 juta. Duit dari Samin Tan ini bekal untuk Group Bakrie agar bisa menarik saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) di Bumi Plc. Bumi Plc membanderol harga 22,9% saham BUMI seharga US$ 501 juta.
Bumi Plc tidak menerima pembayaran apapun kecuali dalam bentuk tunai. Sebagai rekan sejawat, Samin pun bersedia membeli saham Bumi Plc milik Bakrie yang dilego. Nah, sisa dana pembelian saham BUMI dipenuhi dari kantong Bakrie sendiri.
Berhubung Bakrie mengandalkan duit dari Samin Tan untuk penyelesaian transksi itu, maka jajaran Direksi Independen Bumi memberikan persyaratan kepada Samin Tan untuk menyerahkan bukti dan detil ketersediaan dana paling lambat 20 November 2013.
Jika tidak bisa dipenuhi, maka pereceraian tidak bisa dilanjutkan. Poin-poin yang ada dalam proposal perceraian pun berpotensi tidak berlaku lagi. Buntutnya, jajaran direksi akan menunda jadwal RUPS yang diagendakan Desember mendatang.
Berdasarkan keterangan manajemen Bumi Plc pada 20 November 2013 waktu setempat, Samin gagal memenuhi persyaratan tersebut. Alhasil, perpisahan Bumi Plc dengan Bakrie akan molor. Termasuk, rencana menggelar rapat umum pemegang saham (RUPS) pada 4 Desember 2013 nanti.
Seharusnya pada RUPS itu, Bumi Plc hanya meminta persetujuan mengenai poin-poin perceraian yang telah disepakati sebelumnya. Tetapi, kegagalan Samin Tan menyebabkan agenda RUPS berubah. Kemungkinan manajemen hanya akan meminta persetujuan pemegang saham untuk menunda agenda rapat sebelumnya.
"Jajaran Direktur Independen (Bumi Plc) dan Grup Bakrie sepakat memberikan tambahan waktu bagi RACL hingga 29 November 2013," demikian penjelasan pernyataan resmi Bumi Plc.
Di saat yang sama, dana sebesar US$ 50 juta milik Long Haul yang ada di rekening escrow tidak akan berubah. Sebelumnya, Samin Tan bilang kepada Bloomberg, pihaknya sudah mendapatkan dana tersebut.
Sekedar informasi, Long Haul Holdings Ltd (LHH) yang merupakan perwakilan Bakrie , RACL dan Bumi Plc telah menyepakati adanya perjanjian terkait rekening escrow (escrow account).
LHH telah sepakat menyetor US$ 50 juta sebagai dana awal. Bank yang ditunjuk adalah Deutsche Bank AG, cabang Singapura. Dana ini otomatis akan masuk rekening Bumi ketika transaksi disepakati. Namun, bila syarat dan ketentuan transaksi dianggap batal, dan dinyatakan batal, maka dana ini akan kembali ke LHH.
Selain dana itu, Deutsche Bank juga menyimpan sejumlah surat berharga dalam bentuk efek, keranjang investasi (fund), dan dokumen berharga. Sejumlah harta ini nantinya akan dikembalikan pada saat transaksi perceraian sudah ketok palu.
Sejatinya, tabir permasalahan sudah mulai tersingkap ketika manajemen Bumi Plc membuat pengumuman pada 8 November 2013 kemarin. Perusahaan yang sahamnya tercatat si London Stock Exchange (LSE) ini memberitahukan mengenai agenda RUPS pada awal Desember nanti.
Ada empat agenda yang akan dibicarakan. Pertama, penjualan 29,2% saham BUMI dari Bumi Plc ke Bakrie Group. Ke dua, penyelesaian transaksi Borneo Group dan Bakrie. Hal ini terkait dengan Samin Tan yang akan menguasai total 47,6% saham Bumi melalui dua entitasnya, PT Borneo Bumi Energy (BBE) dan Ravenwood Pte. Ltd (RACL).
Ke tiga, pemegang saham juga akan membahas perjanjian mengikat antara Bumi Plc dengan Samin Tan selaku calon pemegang saham mayoritas. Terakhir, perubahan nama Bumi Plc.
Jajaran Direktur Independen Bumi Plc sepakat, bahwa perceraian ini merupakan jalan terbaik bagi kepentingan para pemegang saham.
Penjualan 29,2% saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) milik Bumi dibandrol dengan harga premium. Nilai transaksi yang harus dibayar tunai tersebut 116% lebih tinggi ketimbang nilai pasar BUMI.
Per 5 November 2013 (harga pasar terakhir sebelum Bumi Plc membuat pengumuman), harga 22,9% saham BUMI hanya US$ 232 juta atau setara dengan 22,9 sen dollar AS per saham.
Sir Julian Horn-Smith, Direktur Independen Senior Bumi dan Chairman Komite Independen optimistis, jika paket kesepakatan disetujui, maka nasib Bumi ke depan akan lebih baik.
"Jajaran komite independen yakin, paket (perpisahan) ini pilihan terbaik yang bisa dipertimbangkan oleh para pemegang saham independen," ujar Julian dalam pernyataan resminya.
Pasalnya, lanjut dia, keputusan tersebut akan berdampak positif dari segi finansial karena nilai jual saham BUMI yang tinggi. Di saat yang sama, perseroan akan mampu meningkatkan perlindungan kepentingan bagi pemegang saham minoritas. Khususnya dalam hal meningkatkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG).
Senada dengan Julian, Nick Von Schirnding, CEO Bumi Plc pun mengatakan, dari segi nilai transaksi sangat menguntungkan bagi Bumi.
"(sehingga), ke depan kami bisa fokus untuk menjadi perusahaan batubara dengan strategi yang jelas demi kepentingan para pemegang saham," paparnya.
Tidak hanya itu, BUMI dinilai merupakan perusahaan yang sangat terbebani dengan utang. Perusahaan batubara Bakrie ini memerlukan dana yang besar untuk membayar utang kepada China Investment Corporation (CIC) pada 2014 dan 2015 mendatang.
Bumi Plc beranggapan, hingga kini belum ada kepastian terkait penyelesaian utang yang nilainya masih mencapai US$ 1,3 miliar tersebut. Kalaupun settlement terlaksana, dampaknya kepada Bumi Plc pun dinilai masih samar, apakah menguntungkan atau tidak.
Selanjutnya, sebagai bagian dari rencana perpisahan dengan Grup Bakrie, Bumi Plc berencana mengubah nama menjadi Asia Resources Minerals Plc. Hal ini merupakan salah satu agenda dalam RUPS Desember mendatang.
Kesepakatan
Untuk kedua kalinya, Samin Tan menjadi penyelamat Group Bakrie. Samin melalui Ravenwood bersedia membeli 23,8% saham Bumi Plc milik Bakrie senilai US$ 223 juta. Tidak ingin terulang lagi, manajemen Bumi Plc membuat kesepakatan dengan Samin.
Sekedar informasi, saham Bumi Plc yang akan dimiliki Samin Tan akan otomatis menjadi saham dengan hak suara penuh. Sebenarnya saham Bumi yang akan diambil alih RACL (perusahaan milik Samin Tan) dari Bakrie memiliki hak suara, tetapi dengan presentase yang minim.
Asal tahu saja, sifat saham ini memang dibuat convertible alias bisa berubah. Bisa berubah dalam arti, otomatis berubah menjadi saham dengan hak suara ketika dimiliki oleh pihak di luar Grup Bakrie. Dengan selesainya transaksi ini, maka Samin Tan, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui kendaraan Borneo Group dan RACL akan memiliki 46,7% saham dengan hak ekonomi dan hak suara atas Bumi.
Di saat yang sama, hak ekonomi para pemegang saham independen tidak berubah. Hanya saja, saham dengan hak suara mereka akan terdilusi 25%. Dengan demikian, total pemegang saham dengan hak suara di luar Samin Tan mencapai 52,4%.
Menyusul adanya kepemilikan saham dengan hak suara dua pihak terafiliasi lebih dari 30%, maka Bumi membentuk perjanjian yang disebut dengan 'Relationship Agreement. Perjanjian ini dibuat antara Bumi dan RACL.
Namun, keduanya tetap memerlukan persetujuan para pemegang saham Borneo Group terkait dengan PT Borneo Bumi Energi (BBE), entitas yang saat ini mengempit 24,8% saham Bumi. Samin Tan tidak diperkenankan memberikan suara dalam persetujuan tersebut.
Poin-poin dalam relationship agreement berisi mengenai tanggungjawab pemegang saham mayoritas (principal shareholders), yang antara lain meliputi;
1. Principal shareholder akan mendaulat para perwakilannya untuk menggunakan seluruh hak suaranya. Hal ini untuk memastikan bahwa sedikitnya separuh jajaran direksi diisi oleh jabatan Direktur Independen non-ekesekutif, termasuk posisi puncak perusahaan (chairman).
Misalnya, dalam jajaran direksi terdiri dari sembilan direktur. Maka, sedikitnya lima direktur merupakan direktur independen non-eksekutif. Atau, jika jabatan Chairman sudah diisi oleh seorang direktur independen non-eksekutif, maka empat direktur harus diisi posisi yang sama. Jika jajaran direksi ada 10 orang, maka direktur independen non-eksekutif harus memenuhi enam kursi direktur.
2. Pemegang saham prinsipal tidak akan membiarkan perwakilannya (yang duduk di jajaran manajemen) mempengaruhi para direksi lain untuk mengambil kebijakan yang tidak independen, terutama terkait bisnis para pemegang saham prinsipal.
3. Pemegang saham prinsipal menjamin para perwakilannya akan menggunakan hak sebagai pemegang saham untuk memastikan, perusahaan dikelola sesuai dengan tata kelola perusahaan yang berlaku di Inggris
4. Pemegang saham prinsipal bisa mengalihkan 23,5% atau lebih hak suaranya kepada RACL, Borneo Bumi Energi dan perwakilannya secara bersama-sama untuk mengambil keputusan dalam RUPS. Bisa juga dalam hal menunjuk dua direktur non-eksekutif, asal tidak menyalahi regulasi yang berlaku di negeri Ratu Elizabeth itu.
Terkait dengan relationship agreement itu, RACL sepakat untuk tidak mengalihkan hak atas sahamnya di Bumi, sekalipun kepada pihak terafiliasi.
Perjanjian ini akan berakhir jika Bumi tidak lagi menjadi emiten premium (premium listing) yang sahamnya tercatat di papan utama London Stock Exchange (LSE).
Relationship agreement ini dinilai lebih memberikan perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham independen. Tidak seperti Bakrie, nantinya, Samin hanya berwenang memilih direktur non-eksekutif.
Sedangkan Bakrie (ketika menguasai saham Bumi Plc) berhak menunjuk orang yang akan duduk di kursi Chairman, Chief Executive Officer (CEO) atau Chief Financial Officer (CFO). Ketiganya merupakan posisi strategis dalam perusahaan, terutama dalam hal pengambilan keputusan manajerial.
BORN akan jadi penguasa
Alexander Ramlie, Direktur Utama BORN mengatakan, rencananya, saham Bumi Plc yang dikuasai RACL akan dialihkan ke BORN. Sehingga, penguasa 47,6% saham Bumi Plc adalah BORN.
"Tapi, kami harus berbicara terlebih dahulu dengan kreditur, salah satunya adalah Standard Chartered Bank," tuturnya.
Borneo, kata Alexander, bisa melakukan konsolidasi atas kinerja PT Brau Coal Energy Tbk (BRAU). Sekedar informasi, Bumi Plc menguasai 84,7% saham BRAU. Ia mengestimasi, kinerja perusahaan akan dua kali lebih besar dari saat ini jika akuisisi terlaksana.
Untuk mempercepat proses tersebut, BORN tengah fokus menyiapkan pemisahan entitas patungan dengan Group Bakrie. Seperti diketahui, pada 2011 lalu, BORN berkongsi dengan Group Bakrie untuk menguasai total 47,6% saham Bumi Plc.
Kendaraan yang digunakan keduanya adalah Borneo Bumi Energi & Metal Pte. Ltd (BBEM) dan Bumi Borneo Resources Pte. Ltd (BBR). BORN menguasai 51% saham BBEM, sisanya dimiliki Gorup Bakrie. Sedangkan di BBR, BORN mengempit 49%.
Pemisahan kedua kongsi tersebut akan dilakukan dengan tiga cara. Pertama, BORN akan mentransfer kepemilikan 49% saham BBR kepada Bakrie. Kedua, Bakrie akan mentransfer 49% saham BBEM ke BORN. Ketiga, BBR bakal mentransfer 3 juta saham tanpa hak suara Bumi Plc ke BORN. Saham ini akan berubah menjadi saham dengan suara setelah transaksi selesai.
"Kami targetkan pemisahan ini akan selesai akhir November 2013," imbuh Alexander.
Utang CIC
Tak terelakkan, utang perusahaan Grup Bakrie ini menggunung. Sebut saja BUMI. Perusahaan batubara andalan Bakrie ini memiliki tanggungan utang yang besar, terutama kepada CIC. Saat ini nilai pokoknya US$ 1,3 miliar. Ditambah dengan bunga dan premium, totalnya mencapai US$ 1,78 miliar.
Sebesar US$ 600 juta akan jatuh tempo kuartal tiga tahun depan, dan US$ 700 juta harus dibayar September 2015. Kendati utang ini baru jatuh tempo tahun depan, namun, beban bunga yang tinggi mencekik keuangan perusahaan batubara milik Keluarga Bakrie ini.
Bunga dari pinjaman ini sebesar 12% per tahun dan harus dibayar setiap bulan. Namun, belakangan, manajemen BUMI berupaya menyelesaikan utang tersebut. Salah satu bentuk pelunasan utang BUMI ke CIC adalah melakukan tukar saham alias debt swap beberapa anak usahanya.
Kedua anak usaha yang akan dilego adalah PT Bumi Resource Minerals Tbk (BRMS) dan PT Kaltim Prima Coal (KPC). BUMI akan menjual 42% saham BRMS dengan total nilai US$ 257,4 juta. Harga per saham dibandrol Rp 268 per saham.
Pengalihan 42% saham BRMS tersebut dilakukan berdasarkan suatu perjanjian jual beli bersyarat. Pada saat penyelesaian (closing date), seluruh saham BRMS akan dialihkan melalui transaksi tutup sendiri (crossing) di pasar negosiasi.
Sejalan dengan hal tersebut, maka akan ada pemindahbukuan atas saham-saham BRMS yang ditransaksikan tersebut dari sub rekening BUMI di kustodian dengan sub rekening atas nama CIC atau afiliasi CIC yang dibuka oleh manajamen BUMI.
Di saat yang sama, CIC akan menerbitkan surat pelunasan atas utang BUMI. Manajemen BUMI nampaknya telah memperoleh restu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perseroan telah memberikan pengumuman resmi di surat kabar mengenai rencana tersebut.
Rencana ini akan menjadi salah satu agenda rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) BUMI pada 20 Desember 2013 mendatang.
Sejalan dengan rencana tersebut, BUMI pun mulai gencar mengumpulkan saham-saham BRMS yang telah digadaikan. Berdasarkan laporan Biro Administrasi Efek (BAE) PT Sinartama Gunita, kepemilikan saham BUMI pada BRMS per akhir September 2013 hanya 26,9%.
Andrew Christopher Beckham mengaku, pihaknya tengah menyelesaikan pengumpulan saham BRMS tersebut. Informasi saja, Pada Oktober 2013 kemarin, telah terjadi crossing saham BRMS sebanyak 2,16 miliar. Total nilai mencapai Rp 579,87 miliar. Manajemen BUMI enggan menjelaskan, apakah aksi ini merupakan cerminan dari upaya perseroan mengumpulkan saham BRMS atau bukan.
Selain dengan saham BRMS, BUMI juga akan menyelesaikan utang dengan saham KPC. Mekanisme yang akan dilakukan adalah, KPC akan menerbitkan saham baru. Nantinya, saham baru itu hanya akan diserap Tata Power (saat ini bernama Bhivpuri Investments Limited) dan PT Kutai Timur Sejahtera (KTS).
Sedangkan, BUMI, PT Sitrade Coal (SC), Sangatta Holdings Limited (SHL), dan Kalimantan Coal Limited (KCL) tidak akan mengambil haknya. SC, SHL, dan KCL merupakan perusahaan afiliasi BUMI. Nah, bagian yang tidak diambil oleh BUMI ini nantinya akan diserap oleh perusahaan yang dibentuk oleh LHH dan BUMI. Namanya Newco.
Nantinya, Newco akan mengempit 19% saham KPC. Setelah Newco resmi menjadi pemilik KPC, Newco akan diserahkan pada CIC. Andrew mengatakan, valuasi untuk 100% saham KPC mencapai US$ 5 miliar. Berarti, 19% saham KPC memiliki nilai US$ 950 juta.
Ini merupakan salah satu skema pembayaran utang BUMI kepada CIC. Akibat tidak ikut menyerap KPC, maka kepemilikan BUMI di KPC akan terdilusi 19%. Sehingga, yang tadinya menguasai 65% akan berkurang menjadi 46%. Namun, Andrew bilang, porsi saham BUMI di KPC akan menjadi 51% setelah Recapital membayar dana investasi BUMI dengan 5% saham KPC.
Jadi, dana investasi BUMI yang tidak kunjung cair di Recapital Asset Management (RAM) akan diselesaikan dengan saham KPC melalui KTS.
Sumber dana yang akan digunakan untuk menebus utang CIC adalah melalui penerbitan saham baru oleh BUMI. Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI, Dileep Srivastava mengatakan, mekanisme yang akan diambil bisa dengan atau tanpa hak memesan efek terlebih dahlulu (HMETD).
Namun, pada pengumuman resmi perseroan sebelumnya, BUMI akan melakukan rights issue. Target nilainya sebesar US$ 150 juta. Bertidak sebagai pembeli siaga adalah CIC dan pihak terafiliasinya.
Dengan demikian, total nilai hasil aksi korporasi BUMI yang digunakan untuk membayar utang CIC mencapai US$ 1,35 miliar. Adapun, jumlah yang harusnya dibayar US$ 1,78 miliar. Berarti, masih tersisa US$ 430 juta. Sisa utang ini direstrukturisasi menjadi pinjaman dengan tenor tiga tahun.
Bunga yang dikenakan sebesar LIBOR + 6,7%.
Bombardir Rothschild
Kisruh rumah tangga Bumi Plc tak lepas dari aksi protes pemodal raksasa Inggris, Nathaniel Rothschildyang terus membobardir Bakrie. Utang BUMI yang menggunung dijadikan target kritisi pria yang akrab disapa Nat ini.
Pada November 2011 lalu, Rothschild yang ketika itu mengempit 11% saham Bumi Plc mempertanyakan kejelasan penempatan dana BUMI di Bukit Mutiara dan Recapital Asset Management.
Ia pun meminta agar dana investasi itu dicairkan dan digunakan untuk membayar utang kepada CIC. Terkait hal ini, Nat bahkan mengirim surat kepada Ari Hudaya, Direktur Utama BUMI untuk meminta penjelasan mengenai hal tersebut.
Namun, surat itu tak berbalas. Sebulan setelah itu, Bakrie menggandeng Samin Tan. Melalui BORN, Samin membeli 23,8% saham Bumi Plc milik Grup Bakrie senilai US$ 1 miliar. Nat pun berang. Ia dikabarkan ingin agar penjualan saham Bumi Plc itu ditawarkan kepada para koleganya.
Tidak berhenti sampai di situ. Berbekal laporan Biro Administrasi Efek (BAE) PT Sinartama Gunita, Nat kembali membuat manuver serang ke Bakrie. Berdasarkan laporan BAE, kepemilikan BUMI di saham PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) terus merosot.
Ia pun menuding, Bakrie menyalahgunakan dana IPO BRMS sebesar US$ 110 juta. Penat dengan tudingan-tudingan itu, Bakrie pun akhirnya mengajukan proposal perceraian.
Rosan Terseret
Tak berhenti pada Bakrie, Nat pun menyerang Rosan Pekasa Roeslani yang ketika itu menjabat sebagai Presiden Direktur PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU). Ia mencurigai terdapat penyimpangan dana yang diinvestasikan dalam Chateau Asset Management senilai US$ 75 juta.
Bumi Plc pun melakukan investigasi. Ternyata dana yang dicurigai jumlahnya membengkak menjadi US$ 200 juta. Perbuatan Rosan ini dinilai sangat merugikan Bumi Plc, terutama untuk tahun buku 2012. Akhir tahun lalu, perusahaan yang sahamnya tercatat di London Stock Exchange ini membukukan rugi bersih hingga US$ 2,32 miliar.
Namun, akhirnya terjalin kesepakatan, Rosan harus mengganti dana yang hilang di BRAU sebesar US$ 173 juta. Sebagai komitmen awal, Rosan harus membayar secara tunai sebesar US$ 30 juta pada 26 September 2013. Namun, hal ini tidak dilakukan Rosan. Tak pelak, manajemen Bumi Plc membawa perkara ini ke jalur arbitrase.
Tambahan informasi saja, Rosan baru saja menggelontorkan dananya untuk membeli saham klup sepak bola asal Italia, Inter Milan bersama dua rekannya. Mereka adalah, Erick Thohir dan Handy Soetedjo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News