kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Keperkasaan rupiah, benarkah hanya sementara?


Selasa, 06 Oktober 2015 / 13:00 WIB
Keperkasaan rupiah, benarkah hanya sementara?


Reporter: Barratut Taqiyyah, Riset Kontan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Rupiah mencatatkan penguatan terbesar sejak Mei 2014 pada hari ini (6/10). Pada pukul 11.36 WIB, rupiah perkasa 1,8% menjadi 14.233 per dollar AS. Bahkan pada transaksi sebelumnya, penguatan mata uang garuda ini mencapai 2,2%!

Dengan demikian, sepanjang pekan ini, penguatan rupiah sudah mencapai 2,3%. Meski demikian, rupiah mencatatkan pelemahan mencapai 13% di sepanjang 2015. Penguatan rupiah merupakan yang terbesar di antara mata uang negara Asia lainnya pada hari ini. Apa penyebabnya?

Pertama, beredar spekulasi bahwa the Federal Reserve akan menunda rencana kenaikan suku bunga acuannya hingga tahun depan.

Goldman Sachs Group Inc mengatakan, ada kemungkinan bahwa the Federal Reserve akan menunda rencananya untuk menaikkan suku bunga hingga 2016 atau bahkan mungkin lebih lama lagi.

"Perlambatan pada tingkat produksi dan tenaga kerja menjadi faktor yang membenarkan penentu kebijakan untuk menahan suku bunga mendekati nol lebih lama hingga 2016 atau bahkan melampaui," jelas Jan Hatzius, chief economist Goldman Sachs di New York.

Trader juga sudah memangkas taruhan mereka mengenai kemungkinan kenaikan suku bunga the Fed pada tahun ini, kendati Pimpinan The Fed Jannet Yellen dan William C Dudley menegaskan kenaikan suku bunga akan dilakukan tahun ini.

Berdasarkan data yang dihimpun Bloomberg, kemungkinan bank sentral AS menurunkan suku bunganya pada tahun ini sudah mengalami penurunan menjadi 35,2% dari sebelumnya 60% pada akhir Agustus. Kalkulasi ini berdasarkan asumsi bahwa rata-rata suku bunga the Fed yang efektif 0,375% setelah dinaikkan, versus target range suku bunga saat ini yaitu 0%-0,25%.

Sedangkan kemungkinan kenaikan suku bunga pada pertemuan 27-28 Oktober mengalami penurunan hingga 10% pasca dirilisnya data tenaga kerja pada pekan lalu.

Kedua, dirilisnya sejumlah paket kebijakan oleh pemerintahan Joko Widodo untuk menggairahkan kembali perekonomian Indonesia. Salah satu yang paling memiliki dampak besar adalah permintaan presiden kepada PT Pertamina untuk mengkalkulasi kembali harga bahan bakar minyak sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi ketiga.

Trian Fathria Research and Analyst Divisi Tresuri Bank BNI mengatakan, deflasi September dan wacana paket kebijakan jilid III turut mengangkat rupiah. "Paket ekonomi jilid III terdiri dari penurunan harga BBM, tarif dasar listrik, serta penurunan bunga pinjaman bank," ujar Trian.

Sementara, Saktiandi Supaat, the head of foreign exchange research Malayan Banking Bhd di Singapura berpendapat, rupiah mendapatkan keuntungan besar dari pernyataan sejumlah fund manager mengenai pembelian aset-aset emerging market saat valuasinya murah. "Tidak hanya itu, segala kebijakan yang dilakukan pemerintah dan bank sentral menunjukkan upaya mereka untuk menyokong rupiah," jelas Saktiandi.

Diramal hanya sementara

Sean Yokota, head of Asean strategy Skandinaviska Enskilda Banken AB menilai, reli rupiah hanya bersifat sementara. "Tidak ada penguatan secara fundamental yang terjadi. Setelah dirilisnya data tenaga kerja AS, posisi dollar melemah," jelasnya.

Trian berpendapat sama. Dia pun memperkirakan, rupiah masih rawan terkoreksi. Sebab, cadangan devisa September berpotensi menurun. "Ini dapat menahan penguatan rupiah," lanjutnya.

Putu Agus Pransuamitra, Research and Analyst, PT Monex Investindo Futures, mengatakan, penyerapan tenaga kerja AS hanya naik 142.000 atau di bawah prediksi. "Dari dalam negeri, paket kebijakan ekonomi pemerintah jilid III dinilai lebih baik ketimbang paket sebelumnya," papar Putu.

Putu memprediksi, rupiah menguat dan bergerak di kisaran Rp 14.420- Rp 14.710 per dollar AS hari ini. Trian memperkirakan, rupiah melemah terbatas di Rp 14.475-Rp 14.575 per dollar AS.

Sedangkan Saktiandi meramal, rupiah akan melemah hingga ke posisi 15.000 per dollar pada akhir tahun mendatang. Namun, dia menambahkan, upaya bank sentral untuk menstabilkan rupiah dan upaya pemerintah untuk menarik investasi asing bisa mengangkat kembali rupiah ke posisi 14.500 per dollar AS.

"Investor mencari sinyal bahwa rupiah sudah stabil dan tidak akan melemah lebih dalam lagi. Pada saat mereka melihat rupiah stabil, orang akan menemukan bahwa valuasi saham Indonesia sangat menarik," jelas Kim Kwie Sjamsudin, head of research PT Yuanta Securities Indonesia di Jakarta.

Michael Hasentab, strategist Franklin Templeton di San Mateo, California, bilang, "Ada banyak kesempatan di pasar emerging, termasuk Indonesia, menyusul terjadinya aksi jual beberapa waktu terakhir."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×