Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada periode Menteri ESDM Ignasius Jonan-Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar sudah menyelesaikan berbagai tugas prioritas yang menjadi visi dan misi Presiden Joko Widodo.
Jonan sudah menyelesaikan program BBM Satu Harga, program 35.000 MW yang terbilang sukses dilihat dari lelang yang sudah selesai, listrik desa, dan listrik 3T, lalu soal perizinan juga sudah diperbaiki.
Baca Juga: Hulu migas Indonesia mulai kembali dilirik investor, saatnya eksplorasi dimassifkan
Selain itu juga ada divestasi 51% saham Freeport, peningkatan nilai tambah dengan menyetop ekspor nikel, smelter mulai dibangun, meningkatkan nilai tambah batubara, dan banyak lagi.
Namun demikian, harus diakui juga bahwa ada dua sektor yang masih harus mendapat penekanan agar terus mendapat perhatian bagi Menteri ESDM baru nanti dan Kepala SKK Migas. Dua sektor itu adalah sektor hulu migas dan tambang batubara.
Investasi Hulu Migas
Tahun | Investasi Hulu Migas |
2014 | US$ 21,7 miliar |
2015 | US$ 17,9 miliar |
2016 | US$ 12,7 miliar |
2017 | US$ 11 miliar |
2018 | US$ 11,9 miliar |
2019 | US$ 5,21 miliar (Jan-Juni 2019) belum masuk Masela |
Perhatian khusus mesti diberikan lantaran sejauh ini, industri hulu migas dan tambang batubara masih menjadi tumpuan pendulang investasi dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Data pemerintah menyebutkan, bahwa realisasi penerimaan SDA Migas pada periode Januari-Agustus mencapai Rp 68,22 triliun atau 42,69% dari target APBN tahun 2019. Sedangkan untuk keseluruhannya, untuk PNBP di bidang Sumber Daya Alam (SDA) mencapai Rp 87,25 triliun atau 45,74% dari target APBN tahun 2019.
Adapun investasi hulu migas Januari hingga Juni mencapai US$ 5,21 miliar. Pencapaian semester I-2019 itu belum mencapai separuh dari target tahun 2019. Adapun target investasi hulu migas tahun 2019 mencapai US$ 14,79 miliar.
Baca Juga: Fahmy Radhi: Investasi Masela US$ 19,8 miliar adalah yang terbesar sepanjang sejarah
Sedangkan investasi di sektor mineral dan batubara (Minerba) baru mencapai US$ 2,19 miliar atau 35,49% dari target di sepanjang tahun ini yang mencapai US$ 6,17 miliar.
Melihat data itu, tidak ada kata lain selain menggenjot bisnis di bidang migas dan bidang batubara supaya investasi semakin deras masuk dan PNBP yang dihasilkan maksimal.
Pada periode Menteri ESDM Ignasius Jonan sebenarnya sudah ada bekal yang bagus untuk menarik investor migas datang ke Indonesia dengan berjalannya proyek Lapangan Abadi, Blok Masela, Laut Arafuru, Maluku.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, pihaknya ingin investasi hulu migas mengalir deras ke Indonesia. Saat ini SKK Migas bahkan mempunyai dua tugas, mengawasi industri hulu migas dan juga mendatangkan investor hulu migas agar mereka mau melakukan eksplorasi di Indonesia untuk menambah cadangan migas.
Dwi menyebut kata “marketing” sebagai kunci mendatangkan para investor migas kakap agar mau melirik kembali potensi migas di Indonesia yang masih sangat besar.
Data SKK Migas menyebutkan bahwa ada 74 cekungan yang masih memiliki potensi migas besar. Dari sana, Indonesia membutuhkan investor besar yang mau menaruh dananya untuk mencari cadangan migas dan memproduksinya.
Baca Juga: Lapor investasi Masela ke Jokowi, Menteri ESDM Ignasius Jonan dapat apresiasi
Dwi Soetjipto menerangkan, dengan berbagai upaya SKK Migas untuk melakukan roadshow ke beberapa negara, hasilnya kini sudah terlihat meskipun masih dalam tahap studi. “Posco (perusahaan Korsel), akan joint study mencari cadangan migas di Indonesia,” kata dia beberapa waktu lalu ke Kontan.co.id.
Ia mengatakan, keinginan investor kembali datang ke Indonesia karena mendengar berjalannya proyek Lapangan Abadi, Blok Masela. Proyek dengan nilai US$ 19,8 miliar itu menjadi salah satu pemicu menggeliatnya bisnis hulu migas di Indonesia.
Meskipun memang masih ada beberapa pertanyaan dari investor di luar sana soal iklim bisnis di Indonesia. “Mereka tidak ingin seringnya aturan berubah,” imbuh dia.
Tumbur Parlindungan Mantan Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA) menerangkan, saat ini yang mesti segera dibenahi adalah sektor hulu migas. “Trade deficit bisa diberesin dengan Foreign Direct Investment (FDI) yang besar, dan itu cuma dari hulu migas,” kata dia ke Kontan.co.id, Sabtu (12/10).
Tumbur menilai bahwa Investor selalu melihat industri hulu migas sebagai tolok ukur untuk melakukan investasi. “Kalau Migas beres, investor yang lain akan mengikuti,” ungkap dia.
Baca Juga: Dorong potensi migas, ini sejumlah strategi SKK Migas
Mantan Direktur Utama Saka Energi itu mengatakan bahwa saat ini Indonesia perlu investasi lebih banyak. Untuk itu investor mesti dirangkul agar industri hulu migas menggeliat kembali.
"Presiden kan ingin ada Foreign Direct Investment di Indonesia, hulu migas salah satunya yang bisa diharapkan, sekali ngebor satu sumur itu Rp 250 miliar-Rp 300 miliar," kata dia.
Dia menyatakan, untuk memperbaiki iklim investasi di periode kedua ini harus ada beberapa strategi yang dilakukan. Pertama, soal kepastian hokum dari kontrak yang sudah ditandatangani, kedua, hilangkan isu nasionalisme seperti yang terjadi di blok migas yang habis kontrak
Ketiga, lex specialist untuk aturan yang tumpeng tindih baik di pusat ataupun di daerah, keempat rezim fiskal harus dikaji ulang dan di compare dengan negara lainnya. “Saya kira dengan poin di atas bisa membuat Indonesia dilirik kembali,” ujar dia.
Petambang Menunggu Kepastian
Bukan saja pengusaha migas yang saat ini masih wait and see, pengusaha tambang batubara juga sedang menanti keputusan pemerintah dalam Revisi UU Minerba. Apakah ada poin untuk menjaga investasi atau malah menakutkan investor.
Pasalnya ada perbedaan pendapatan soal kepastian perpanjangan usaha tambang PKP2B yang diinginkan Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN.
Baca Juga: Regulasi khusus eksplorasi tambang siap diterbitkan dalam bentuk Perdirjen Minerba
Bagi Kementerian ESDM investasi petambang PKP2B harus dijaga, sementara Kementerian BUMN ingin BUMN juga mendapat peran atas berkahirnya kontrak PKP2B tersebut. Dengan kata lain BUMN bisa juga mendapatkan lahan tambang merek
Hendra Sinadia Direktur Eksekutif Asosisi Pertambangan Batubara Indonesia mengatakan, pekerjaan besar di bidang batubara tentunya adalah memberikan kepastian investasi jangka panjang pemegang PKP2B yang akan dikonversi menjadi IUPK.
Solusi dari APBI, kata Hendra adalah bisa dengan mengusulkan pembahasan lagi revisi Peraturan Pemerintah soal tambang yang akhir-akhir ini memicu kontroversi karena adanya usulan berbeda dari Kementerian BUMN.
Atau jika pemerintah memillih penyelesaian masalah melalui RUU Minerba, maka penerintah perlu mendorong percepatan pembahasan RUU Minerba.
Dia mengingatkan pemerintah bahwa pemegang kontrak PKP2B Generasi pertama memasok batubara sekitar 40% untuk produksi nasional, atau lebih dari 60% PNBP subsektor batubara, dan juga lebih dari 60% memasok kebutuhan batubara untuk pembangkit PLN dan industry lainnya.
Baca Juga: Harga Batubara Oktober, Terendah Sejak Tiga Tahun Terakhir
Saat ini memang kata Hendra pihak Kementerian ESDM sedang fokus melakukan pembahasan RUU Minerba. Ada beberapa hal yang disoroti untuk memperbaiki aturan sebelumnya.
Pekan lalu ada beberapa poin yang didiskusikan Kementerian ESDM dengan stakeholder tambang. Ada 13 poin yang sedang menjadi bahasan.
- Penyelesaian masalah antar sektor
- Penguatan konsep wilayah pertambangan
- Memperkuat kebijakan peningkatan nilai tambah
- Mendorong kegiatan eksplorasi dan peningkatan deposit minerba
- Pengaturan khusus tentang izin penguasaan batuan
- Mengakomodir putusan MK dan UU No 23/2014
- Penguatan peran pemerintah dalam binwas kepada Pemda
- Penguatan peran BUMN
- Perubahan KK/PKP2B menjadi IUPK
- Izin pertambangan rakyat
- Lingkungan hidup
- Luas wilayah perizinan pertambangan
- Jangka waktu IUP/IUPK
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, dalam revisi ini pemerintah ingin menginventarisasi segala permasalahan yang saat ini ada di sektor pertambangan minerba.
Salah satu persoalan yang menurut Bambang mendesak untuk diselesaikan ialah terkait tata ruang atau tumpang tindih wilayah dan perizinan dengan pemerintah daerah. “Persoalan ini menyangkut kepastian hukum dan investasi yang sering menghambat kegiatan investasi serta mengganggu operasional pertambangan,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News