kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Handuk putih proyek ambisius


Jumat, 03 November 2017 / 17:39 WIB
Handuk putih proyek ambisius


Reporter: Dian Sari Pertiwi, Febrina Ratna Iskana, Pratama Guitarra, Syamsul Ashar | Editor: Mesti Sinaga

Sebelumnya:
Antara janji, mimpi dan realisasi Jokowi (1)
Antara janji, mimpi dan realisasi Jokowi (2)

Politisi di negeri ini mulai sibuk menghitung mundur segala persiapan hajatan politik di tahun 2019. Tak terkecuali dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang saat ini berkuasa.

Pemerintah sedikit demi sedikit mengubur target-target ambisius yang sempat dilontarkan dalam perhelatan pemilu 2014. Pemerintah mulai lebih realistis dalam mematok target agar tidak menjadi bumerang.Salah satunya target ambisius Presiden Jokowi membangun pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW).

Kini Jokowi lebih realistis dan mengubah cara komunikasi dengan menyebut target proyek menyesuaikan kebutuhan. Artinya, menurut pemerintah, target listrik 35.000 MW itu tidak tercapai karena tidak ada kebutuhan pasokan setrum sebesar itu hingga 2019.

Alasan lain, pertumbuhan ekonomi tak sesuai dengan harapan sehingga permintaan sambungan setrum yang baru tidak besar.

Saat meresmikan dimulainya proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Jawa 7, 9 dan 10, di Cilegon, Banten, Kamis (5/10), Presiden Jokowi menegaskan, target 35.000 MW musti menyesuaikan kebutuhan.

“Masa target kemudian setelah dihitung-hitung dengan pertumbuhan ekonomi misalnya, kebutuhannya tidak 35 GW, tapi 32 GW. Kalau terlalu over membebani PLN,” kata Presiden.

Sebagai gambaran, semula pemerintah memproyeksi pertumbuhan permintaan listrik mencapai 8,6% per tahun, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di atas 5,6% per tahun bahkan mencapai 7%. Kenyataanya, pertumbuhan ekonomi masih berkutat di kisaran 5%.

Meski target masih jauh panggang dari api, Presiden optimistis saat ini  pasokan setrum sudah memenuhi kebutuhan. Ia mencontohkan, saat berkunjung ke daerah-daerah, dua tahun lalu selalu menemui keluhan byar-pet dari para kepala daerah.

“Sekarang saya enggak denger. Saya ngomong apa adanya. Enggak denger (kesulitan listrik),” klaim Presiden Jokowi.

Ade Sudrajat, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, tak menampik jika pasokan listrik tahun ini jauh lebih stabil. “Lima tahun lalu tiap bulan ada pemadaman di beberapa lokasi, seperti di Cianjur, tapi tahun ini relatif lebih stabil,” kata Ade.

Ade menyebut, kebutuhan listrik industri tekstil sekitar 1 MW-5 MW per pabrik. Meski berkapasitas besar, industri ini tak mengalami pertumbuhan permintaan pasokan listrik lantaran tak ekspansi setiap saat.

Sebaliknya, walau tak mengkonsumsi listrik banyak, industri garmen atau pakaian jadi justru tumbuh. “Dari struktur biaya, konsumsi listrik industri garmen hanya 1%, sedangkan di industri tekstil sekitar 25% karena menggunakan banyak mesin,” kata Ade.

Dadan Kusdiana, jurubicara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyatakan, saat ini secara umum tidak ada kekurangan pasokan listrik di tanah air. “Tidak ada wilayah berstatus defisit,” katanya.

Menurut Dadan,  dalam sistem ketenagalistrikan, pasokan idealnya lebih daripada beban. Dadan mencontohkan di sistem pembangkit Jawa Madura dan Bali (Jamali), punya cadangan putar sekitar 2.600 MW.

Masih butuh tambahan

Ketua Harian Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang mengatakan, pasokan setrum yang melebihi konsumsi ini bukan berarti terjadi kelebihan pasok alias oversupply.

Sebab di negara lain kelebihan itu dikategorikan sebagai reserve margin atau cadangan. Ia mencontohkan Singapura memiliki rerserve margin hingga 100%.

Sementara reserve margin di Indonesia baru 5%-10% secara nasional dan di sistem Jawa-Bali sebesar 25-30%. Artinya, Indonesia masih memerlukan banyak pembangunan pembangkit listrik baru untuk meningkatkan cadangan.

Sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017-2026 target reserve margin secara nasional pada 2019 sebesar 30%, sedangkan Jawa Bali di atas 30%.

Makanya, PLN mengaku tak lantas mengendorkan sejumlah proyek pembangunan pembangkit listrik. “Kami tetap ngoyo kalau dibilang begitu, karena ini tetap target yang harus dicapai,” ujar I Made Suprateka, Kepala Satuan Komunikasi Korporat PT PLN (Persero).

Dalam hitungan PLN, saat ini dari target proyek 35.000 MW, sudah ada proyek dengan total kapasitas sekitar 14.000 MW yang dikerjakan oleh perusahaan pengembang listrik swasta atawa independent power producer (IPP) dan PLN.

Proyek-protek tersebut menyandang status siap bangun, karena sudah mendapatkan pendanaan alias financial close.

PLN sendiri bersiap menyelesaikan proses pendanaan untuk pembangkit dengan total kapasitas 12.000 MW. Sebesar 6.000 MW di antaranya bakal ada kepastian pendanaan akhir tahun ini, semisal pembangkit Cirebon berkapasitas 1.000 MW, lalu Tanjung Jaya 3 sebesar 230 MW, Jawa 9 dan 10.

Sementara APLSI memperkirakan hingga 2019 nanti pembangkit listrik swasta dengan total kapasitas 15.000 MW bisa beroperasi secara komersial.  

Arthur Simatupang menegaskan, saat ini pengembang listrik swasta tak kesulitan mendapatkan pendanaan dari institusi keuangan khususnya dari luar negeri. “Mereka menawarkan bunga yang murah,” katanya.

Namun, APLS merasa pemerintah perlu memberikan dukungan kepada swasta agar menjalankan peran di mega proyek 35.000 MW. Saat ini pengembang listrik swasta masih menghadapi kendala kebijakan yang sering berubah-ubah karena ganti menteri, dan proses perizinan yang belum ringkas.

Karena industri listrik ini sifatnya strategis, Arthur berharap pemerintah memberikan bantuan kepada pengusaha di dalam negeri agar mampu menciptakan daya saing. “Target pemerintah  sangat besar, kami ingin menjadi mitra kerja. Jadi seharusnya tidak perlu ada kesan rebutan proyek,” katanya.

Pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa menambahkan, kebijakan pemerintah yang kurang mendukung adalah kebijakan tata ruang. Selain itu, pembebasan lahan dan sosialisasi ke masyarakat butuh waktu terutama di proyek PLTU. Karenanya, ia sepakat target pelaksanaan megaproyek listrik 35.000 MW diperpanjang waktunya.

Artikel ini berikut seluruh artikel terkait sebelumnya sudah dimuat di Tabloid KONTAN, pada Rubrik Laporan Utama edisi 16 Oktober 2017. Selengkapnya silakan klik link berikut: "Handuk Putih Proyek Ambisius"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×