kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Gautam Adani, Pernah Jadi Orang Terkaya Kedua Dunia, dan Tuduhan Hindenburg


Senin, 06 Februari 2023 / 00:30 WIB
Gautam Adani, Pernah Jadi Orang Terkaya Kedua Dunia, dan Tuduhan Hindenburg


Sumber: The Street,CNN,Reuters | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Nama taipan asal India, Gautam Adani, melesat bagaikan meteor mulai bulan September tahun 2022 lalu. Nilai kekayaan pria kelahiran Ahmedabad, Gujarat, India pada 24 Juni 1962 melonjak fantastis telah membuat namanya menghiasi media-media arus utama di dunia. 

Bahkan Adani sempat dinobatkan menjadi orang terkaya kedua di dunia di bawah Elon Musk, Founder dan CEO Tesla. Menurut Bloomberg Billionaires Index, kekayaan Adani pada bulan September 2022 sempat mencapai US$ 146,8 miliar atau sekitar Rp 2.184 triliun (kurs Rp 14.879). 

Bisnis Grup Adani meliputi pembangkit listrik terbarukan, penambangan dan perdagangan batubara, transmisi daya, distribusi gas dan pembangkit listrik berbahan bakar batubara. 

Berikut adalah nama-nama perusahaannya: Adani Green Energy Ltd, Adani Enterprises Ltd, Adani Transmission LTd, Adani Total Gas LTd dan Adano Power Ltd. 

Baca Juga: Krisis yang Menghantam Adani Group Dikhawatirkan Menular ke Pasar Keuangan India

Namun kekayaan itu menguap hanya dalam hitungan hari. Sejak perusahaan riset keuangan dan investasi di New York, Amerika Serikat, Hindenburg Research, mengeluarkan tuduhan bahwa Adani Group melakukan manipulasi saham secara kurang ajar.

Hindenburg menuding Adani Group menjalankan skema penyelewenangan pembukuan keuangan selama bertahun-tahun. Akibat tuduhan ini kekayaan Adani langsung rontok.

Berdasarkan Bloomberg Billionaires Index, kekayaan bersih Adani pada 4 Februari 2023 sebesar US$ 59,0 miliar atau sekitar Rp 877,8 triliun. Dalam 10 hari terakhir, sejak Hindenburg mengeluarkan laporannya, kekayaan bersih Adani merosot hingga US$ 60 miliar atau sekitar Rp 892,7 triliun.

Tuduhan ini juga telah menggerus kapitalisasi pasar konglomerat Adani lebih dari US$ 110 miliar atau sekitar Rp 1.636 triliun, dalam waktu kurang dari 10 sesi perdagangan. 

Adani Enterprises, perusahaan unggulan dari konglomerat ini, telah kehilangan lebih dari 60% nilai pasarnya, atau sekitar US$ 30 miliar atau sekitar Rp 446,4 triliun, sejak 24 Januari. Menurut data FactSet, Adani mengempit 64% saham Adani Enterprises.

Baca Juga: Batalkan Penjualan Saham Senilai Rp 37 Triliun, Kemunduran Besar Bagi Adani

Namun tidak hanya keluarga Adani yang terkena dampak kemunduran konglomeratnya. Investor internasional terkena dampak ini seperti dua investor institusi abu-abu di Wall Street. Mereka adalah Grup Pelopor dan BlackRock.

Kedua perusahaan termasuk di antara 20 pemegang saham teratas perusahaan Adani. Vanguard memiliki 0,75% saham Adani Enterprises, menurut data FactSet yang diperbarui per 3 Februari.

BlackRock adalah pemegang saham perusahaan melalui dua afiliasi: BlackRock Fund Advisors yang memegang 0,57% dan BlackRock Advisors Ltd adalah pemegang saham dengan 0,17% saham.

Baik Vanguard maupun BlackRock belum mengkomunikasikan kemungkinan kerugian terkait dengan runtuhnya pasar saham Adani Enterprises.

Tuduhan Hindenburg Research

Tuduhan Hindenburg Research pada konglomerasi Adani diterbitkan 24 Januari 2023 kemarin, atau sehari sebelum Adani menjual saham-sahamnya yang diharapkan bisa menyuntikkan dana US$ 2,5 miliar atau sekitar Rp 37,1 triliun ke imperium bisnisnya. 

Dalam laporannya berjudul: "Adani Group: How The World’s 3rd Richest Man Is Pulling The Largest Con In Corporate History," Hindenburg menuding bahwa konglomerat Adani menggunakan perusahaan cangkang di suaka pajak untuk meningkatkan pendapatannya dan memanipulasi harga saham berbagai entitasnya. 

Baca Juga: Gautam Adani Resmi Kehilangan Gelar Orang Terkaya di Asia

Dalam laporan tersebut, Adani Group disebut memiliki perusahaan cangkang yang berbasis di Karibia, Mauritius, dan Uni Emirat Arab yang dikendalikan keluarga Adani.

"Kami telah menemukan bukti penipuan akuntansi, manipulasi saham, dan pencucian uang di Adani, yang terjadi selama beberapa dekade," tulis Hindenburg seperti dilansir The Street, Minggu (5/2).

Dalam laporan tersebut, Hindenburg mengatakan, Adani telah melakukan prestasi besar tersebut dengan bantuan para pendukungnya di pemerintahan dan industri rumahan dari perusahaan internasional yang memfasilitasi kegiatan itu.

Hindenburg juga membongkar praktik-praktik penjualan saham untuk kemudian dibeli lagi dengan harga lebih murah (short position) di perusahaan-perusahaan Adani melalui surat-surat utang yang diperdagangkan di AS dan instrumen-instrumen derivatif yang diperjual-belikan di luar India.

Menurut laporan tersebut, perusahaan-perusahaan Adani yang tercatat di bursa saham memiliki masalah utang dan pembayarannya. Lima dari tujuh perusahaan tersebut dilaporkan memiliki rasio di bawah 1, mengindikasikan bahwa lima perusahaan itu mendekati kondisi tekanan likuiditas jangka pendek.

Sementara Grup Adani mengutuk laporan itu sebagai tidak berdasar dan jahat. Direktur Keuangan Adani Group Jugeshinder Singh mengatakan tudingan itu tidak berdasar.  "Kombinasi berbahaya dari informasi yang salah dan tuduhan basi, tidak berdasar, dan mendiskreditkan," ujar Singh seperti dikutip Reuters, Kamis (26/1).

Baca Juga: Kekayaan Orang Terkaya Asia Gautam Adani Menguap Rp 508 Triliun Hanya Dalam 3 Hari

Singh mengklaim, pihaknya selalu mematuhi peraturan yang berlaku.  Adani disebut sedang menjajaki upaya hukum melawan tudingan tersebut.

Dalam sebuah pernyataan Rabu malam, Adani menekankan bahwa bisnisnya tetap kokoh, dan para eksekutif akan meninjau kembali strategi pasar modalnya setelah pasar stabil.

"Neraca kami sangat sehat dengan arus kas yang kuat dan aset yang aman, dan kami memiliki rekam jejak yang sempurna dalam membayar utang kami,” katanya.

Apa yang Terjadi Selanjutnya?

Gelombang penjualan saham perusahaan konglomerat Adani telah menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana bisnis Adani akan terus menutupi biaya mereka.

Melansir CNN, Beban utang yang besar dari perusahaan Adani, salah satu kekhawatiran yang diangkat oleh Hindenburg, berada di bawah mikroskop. Lembaga pemeringkat Moody's mengatakan Jumat bahwa gejolak itu kemungkinan akan mengurangi kemampuan grup untuk meningkatkan modal.

Baca Juga: Investor Asal Abu Dhabi Akan Investasikan US$ 400 Juta ke Adani Group

Konsekuensi dari aksi jual saham tersebut mungkin tidak dapat ditanggung oleh Adani. Bank India yang memegang aset Grup Adani juga dapat terpengaruh jika nilai kepemilikan tersebut terus turun.

Reserve Bank of India mengatakan Jumat bahwa sektor perbankan "tetap tangguh dan stabil" berdasarkan penilaian terbaru dan berjanji untuk terus memantau situasi.

Dalam pernyataan pertamanya tentang gejolak pasar baru-baru ini, Securities and Exchange Board of India (SEBI) mengatakan pada hari Sabtu bahwa mereka telah mengamati "pergerakan harga yang tidak biasa di saham konglomerat bisnis." Dikatakan bahwa jika ada informasi yang diketahui SEBI,” itu akan diperiksa dan “tindakan yang tepat” akan diambil.

Regulator pasar menambahkan bahwa berkomitmen untuk memastikan integritas pasar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×