kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%
FOKUS /

Ganti bujet di awal tahun


Senin, 12 Maret 2012 / 11:33 WIB
Ganti bujet di awal tahun
ILUSTRASI. Ketua Satgas Penanganan COVID-19 sekaligus Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.


Reporter: Herry Prasetyo, Marantina, Umar Idris, SS. Kurniawan | Editor: Edy Can

Ibarat mobil, rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2012 bukan facelift alias perubahan minor APBN 2012. Ada banyak perubahan yang membuat RAPBN-P tampil bak sebuah produk anyar.

Mayoritas pos di RAPBN-P 2012 berubah jika dibandingkan angka yang ada di APBN 2012. Tengok saja, seluruh asumsi dasar ekonomi makro bersalin rupa. Contoh, asumsi pertumbuhan ekonomi turun dari 6,7% menjadi 6,5%. Lalu, asumsi inflasi naik menjadi 7% dari sebelumnya 5,3% dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) naik ke US$ 105 per barel dari awalnya US$ 90 per barel.

Begitu juga dengan pos pendapatan dan belanja negara, serta defisit dan pembiayaan anggaran. Bahkan, ada pos baru dalam RAPBN-P 2012 yang sedang digodok pemerintah dan DPR. Namanya: kompensasi pengurangan subsidi energi.

Agar lebih jelas, mari kita bedah satu per satu. Kita mulai dari pos pendapatan negara. Memang, target pendapatan negara di RAPBN-P 2012 terlihat ciamik karena naik sebesar Rp 33 triliun menjadi Rp 1.344,4 triliun. Tapi, jangan senang dulu, lantaran peningkatan itu bukan datang dari penerimaan perpajakan. Target penerimaan sektor ini, yang menyumbang 75,4% dari total pendapatan negara, justru merosot Rp 20,8 triliun jadi Rp 1.011,7 triliun.

Bambang Brodjonegoro, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, bilang, target penerimaan perpajakan turun karena pemerintah memprediksi, kondisi ekonomi akan cenderung lesu. Ditambah, ada pula kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan tarif tenaga listrik (TTL).

Penurunan target perpajakan terbesar berasal dari pajak penghasilan (PPh) yang menukik tajam Rp 9,6 triliun menjadi Rp 510,3 triliun dan pajak pertambahan nilai (PPN) yang meluncur ke bawah Rp 17,7 triliun jadi tinggal Rp 335,2 triliun.

Untungnya, target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) meningkat Rp 53,9 triliun menjadi Rp 331,9 triliun. Cuma, penyumbang terbesarnya penerimaan minyak dan gas bumi (migas) akibat kenaikan harga minyak. Istilah bekennya, windfall profit. Penerimaan migas naik Rp 30,1 triliun menjadi Rp 189,6 triliun. Ya, “Terutama pendapatan migas yang naik,” ujar Bambang.

UKM jadi sasaran pajak

Dengan target yang lebih rendah, Fuad Rahmany, Direktur Jenderal Pajak, makin optimistis, penerimaan pajak yang menjadi beban lembaganya untuk dipikul tahun ini sebesar Rp 853,5 triliun bisa tercapai. “Karena usaha ke arah sana sudah dimulai,” ungkapnya.

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak memang sudah menyiapkan banyak jurus. Ambil contoh, pembenahan sistem dan regulasi PPN. Sebab, masih banyak terjadi kasus faktur pajak yang tidak sah dan tingginya restitusi PPN yang mengakibatkan penerimaan PPN kurang optimal. Salah satu cara untuk mengatasi ini adalah meregistrasi ulang pengusaha kena pajak.

Kemudian, lembaga pemungut pajak ini juga bakal masuk ke industri tambang. Mereka mensinyalir ada ribuan perusahaan tambang yang belum membayar pajak dengan benar. “Kami juga akan masuk ke UKM (usaha kecil dan menengah). Kami kenakan pajak kepada UKM sebesar 1% dari omzet mereka,” beber Fuad.

Cuma, catatan saja, tahun lalu dengan beban pajak sebesar Rp 763,6 triliun saja, ternyata Ditjen Pajak tidak bisa memenuhinya. Sepanjang 2011, mereka hanya berhasil mengumpulkan pajak sebanyak Rp 742,6 triliun atau masih di bawah target.

Dari pendapatan, kita melangkah ke belanja negara. Angkanya cukup mengejutkan. Pasalnya, meski pemerintah berencana mengerek harga BBM bersubsidi sebesar 33,3% dan TTL 9%, bujet belanja tetap membengkak hingga Rp 99,1 triliun menjadi Rp 1.534,5 triliun. Sumber utamanya adalah kenaikan anggaran subsidi, terutama subsidi energi, sebesar Rp 64,3 triliun atau 30,8%; dan pos belanja baru, yakni kompensasi pengurangan subsidi energi, sebanyak Rp 25,5 triliun.

Ada beberapa program kompensasi yang akan dijalankan pemerintah. Pertama, bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) untuk 18,5 juta rumahtangga miskin. Nilainya adalah Rp 150.000 per bulan per rumah tangga selama 9 bulan. Kedua, subsidi angkutan umum. Bentuknya antara lain melalui penambahan public service obligation (PSO) untuk angkutan umum kelas ekonomi, penumpang dan barang, serta kompensasi kenaikan biaya tidak langsung angkutan umum perkotaan. “Apabila tidak dilakukan langkah-langkah pengamanan, beban subsidi akan naik lebih dari 51%,” tulis pemerintah dalam RAPBN-P 2012.

Tetapi, target kenaikan anggaran subsidi BBM yang dipatok sebesar Rp 13,7 triliun menjadi Rp 137,3 triliun bisa lebih besar lagi kalau saja kuota BBM bersubsidi tahun ini yang sebanyak 40 juta kiloliter jebol. Dan, itu bukan tidak mungkin, lantaran konsumsi BBM bersubsidi tahun lalu saja mencapai 41,69 juta kiloliter.

Pos belanja pemerintah yang juga naik tinggi di RAPBN-P 2012 adalah belanja modal. Pos ini meningkat 11% jadi Rp 168,8 triliun. Tambahan belanja modal ini di antaranya untuk membangun infrastruktur konektivitas Indonesia bagian Timur serta pendukung domestic connectivity dan koridor ekonomi, ketahanan pangan, mitigasi bencana, dan kluster 4 seperti rumah sangat murah.

Tentu saja, sebagai buntut tambahan belanja negara yang lebih gede dari pendapatan, defisit anggaran makin membengkak, yakni dari Rp 124 triliun (1,5% dari PDB) menjadi Rp 190,1 triliun atau sekitar 2,2% dari PDB.

Untuk menutup lubang defisit yang menganga itu, pemerintah terpaksa menggunakan sisa anggaran lebih (SAL) tahun lalu sebanyak Rp 56,1 triliun. Tadinya, pemerintah cuma ingin memakai SAL 2011 Rp 5 triliun.

Tapi, itu masih belum cukup. Karena itu, pemerintah bakal menerbitkan lebih banyak lagi surat berharga negara (SBN) neto menjadi Rp 159,5 triliun atau naik Rp 25 triliun.

Untuk memenuhi target pembiayaan defisit yang besar itu, pemerintah akan melelang beberapa instrumen SBN. Pertama, surat utang negara (SUN) domestik yang terdiri dari obligasi negara baik reguler maupun ritel serta surat perbendaharaan negara (SPN). Kedua, surat berharga syariah negara (SBSN) domestik baik reguler maupun ritel, jangka pendek maupun jangka panjang. Ketiga, SBN valas yang terdiri atas SUN dan SBSN valas.

Masih belum ideal

Walau berubah total, Latif Adam, ekonom Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E-LIPI), menyebutkan, ada indikasi bahwa beberapa asumsi makro dalam RAPBN-P 2012 masih belum mencerminkan dinamika aktual perekonomian.

Latif mencontohkan, rancangan bujet yang baru belum mencerminkan peningkatan risiko penurunan pasokan minyak mentah dunia. Gejolak politik di beberapa negara produsen emas hitam seperti Iran dan Nigeria menjadi pemicu munculnya risiko ini. Makanya, “Harga minyak dalam APBN-P 2012, idealnya, US$ 107,5 per barel,” saran dia.

Kurtubi, pengamat energi, malah mengusulkan angka yang lebih tinggi lagi. Menurutnya, posisi ideal ICP ada di kisaran US$ 115 per barel. “Selama belum ada solusi untuk kasus nuklir di Iran, sepanjang tahun ini, harga minyak akan terus berfluktuasi. Jadi, asumsi harga minyak US$ 105 per barel terlalu rendah,” tuturnya.

Angka inflasi yang pemerintah patok di RAPBN-P 2012 juga jauh dari ideal. Purbaya Yudhi Sadewa, ekonom Danareksa Research Institute, memperkirakan, akibat tersulut kenaikan harga BBM bersubsidi dan TTL, inflasi tahun ini bakal berlari hingga 8,1%. “Kenaikan tarif listrik yang berbarengan dengan harga BBM punya pengaruh yang hampir sama terhadap inflasi,” tegas Purbaya.

Namun, kalau berkaca pada pengalaman pemerintah menaikkan harga BBM pada 2005 dan 2008 masing-masing sebesar Rp 2.690 dan Rp 1.500 per liter, inflasi saat itu menembus level 10%. Kebijakan tidak populis itu di 2005 memacu inflasi hingga 17,11%, sedang pada 2008 memompa inflasi 11,06%.

Untuk asumsi pertumbuhan ekonomi, P2E-LIPI hanya mematok di kisaran 6,3%–6,5%. Seiring naiknya inflasi yang akan menggerus daya beli masyarakat, pertumbuhan konsumsi tahun ini yang menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi kemungkinan akan melambat. “Jika hal ini terjadi, sulit bagi pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi 6,5%,” papar Latif.

Purbaya menambahkan, dari pengalaman sebelumnya, kenaikan harga BBM dan setrum akan menimbulkan perlambatan ekonomi hingga enam bulan setelah harga baru berlaku. “Kalau pemerintah tidak cepat bertindak, pertumbuhan ekonomi akan terpuruk,” tegasnya.

Sekadar info, saat pemerintah mengerek harga BBM di 2005, pertumbuhan ekonomi kita tahun itu sebesar 5,6%. Sedang ketika menaikkan harga premium dan solar di 2008, pertumbuhan ekonomi tahun itu 6%.

Untuk penerimaan pajak, menurut Darussalam, pengamat perpajakan dari Universitas Indonesia, memang tak mudah buat Ditjen Pajak meraih target tahun ini sebesar Rp 853,5 triliun. “Bisa tercapai, tapi Ditjen Pajak harus bekerja sangat keras untuk itu,” katanya.

Upaya yang paling utama harus Ditjen Pajak lakukan, Darussalam menyarankan, adalah berburu pajak dari sektor UKM. Mereka mesti fokus menjaring wajib pajak baru dari sektor ini. Soalnya, jumlah usaha ini di Indonesia mencapai 53 juta unit yang memberikan kontribusi 60% terhadap PDB.

Sekarang, bola panas ada di tangan para wakil rakyat kita yang berkantor di Senayan. Achmad Rilyadi, anggota Badan Anggaran DPR, menyatakan, sejauh ini, Badan Anggaran baru sekali bertemu dengan pemerintah. Itu pun baru mendengarkan penjelasan tentang RAPBN-P 2012. Mulai Senin (12/3) , pemerintah akan menggelar rapat maraton dengan komisi-komisi yang ada di DPR.

Satya Wira Yudha, anggota Badan Anggaran lain, menilai, ada beberapa angka di RABPN-P 2012 yang belum pas. Contoh, belanja negara dan infrastruktur. “Masih perlu didiskusikan. Kami akan coba selesaikan 20 hari ke depan,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×