kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.585.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 16.365   5,00   0,03%
  • IDX 7.171   16,08   0,22%
  • KOMPAS100 1.060   2,49   0,24%
  • LQ45 834   1,35   0,16%
  • ISSI 214   0,05   0,02%
  • IDX30 430   1,01   0,24%
  • IDXHIDIV20 510   -1,34   -0,26%
  • IDX80 121   0,13   0,11%
  • IDXV30 124   -0,74   -0,59%
  • IDXQ30 141   -0,35   -0,25%
FOKUS /

Donald Trump Kembali ke Gedung Putih, Siap-siap Kebijakan Kontroversial Guncang Dunia


Senin, 20 Januari 2025 / 11:17 WIB
Donald Trump Kembali ke Gedung Putih, Siap-siap Kebijakan Kontroversial Guncang Dunia
ILUSTRASI. Donald Trump, kembali menarik perhatian dunia setelah terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) untuk periode 2025-2029.. REUTERS/Evelyn Hockstein


Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Donald Trump, sosok yang kerap menjadi sorotan kontroversi, kembali menarik perhatian dunia setelah terpilih kembali sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) untuk periode 2025-2029.

Setelah masa jabatan pertamanya (2017-2021) yang penuh dinamika dan keputusan kontroversial, banyak pihak bertanya-tanya: apa yang akan terjadi saat Trump kembali menduduki kursi kepresidenan? 

Trump dan Dinamika Politik Amerika

Pada periode 2017-2021, Trump dikenal sebagai presiden yang membawa pendekatan berbeda ke Gedung Putih. Kebijakan "America First" menjadi fokus utamanya, di mana ia berusaha melindungi ekonomi domestik melalui tarif tinggi untuk barang impor.

Reformasi pajak besar-besaran yang ia lakukan banyak menguntungkan perusahaan besar dan individu berpenghasilan tinggi. Selain itu, pendekatannya terhadap imigrasi menjadi salah satu isu paling kontroversial, terutama dengan rencana pembangunan tembok di perbatasan Meksiko.

Di sisi lain, kebijakan luar negeri Trump sering kali memicu kritik tajam. Hubungan diplomatik dengan sekutu-sekutu tradisional AS dianggap merenggang akibat retorika kerasnya terhadap negara-negara seperti China dan Iran.

Baca Juga: Pelantikan Donald Trump Jadi Presiden AS: Siapa Saja yang Akan Hadir?

Popularitas Trump tetap kuat di kalangan basis pendukungnya karena berbagai alasan. Banyak yang menganggap gaya berbicaranya yang blak-blakan mencerminkan suara rakyat biasa. Kritik terhadap pemerintahan Biden yang dianggap terlalu lunak juga menjadi salah satu faktor pendorong dukungan terhadap Trump.

Selain itu, keberaniannya dalam mengambil keputusan besar meskipun sering kali kontroversial membuat banyak pendukungnya yakin bahwa ia adalah pemimpin yang tegas dan berkomitmen.

Dampak Donald Trump Kembali Menjadi Presiden AS

Kembalinya Trump menjabat sebagai Presiden AS, kebijakan proteksionis kemungkinan besar akan kembali menjadi fokus utama. Perang dagang yang sempat mereda di era Biden mungkin kembali memanas, terutama dengan peningkatan tarif terhadap barang-barang impor dari China.

Di satu sisi, ini dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja domestik dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri. Namun, di sisi lain, harga barang kemungkinan akan meningkat akibat biaya impor yang lebih tinggi.

Reformasi pajak tambahan yang mungkin dilakukan Trump juga bisa berdampak pada krisis anggaran, terutama jika reformasi tersebut lebih banyak menguntungkan kelompok tertentu. Meski begitu, para pendukungnya percaya bahwa kebijakan ini akan membantu memulihkan ekonomi Amerika.

Kebijakan imigrasi Trump yang lebih ketat akan menjadi salah satu fokus utama. Penguatan perbatasan kemungkinan akan kembali menjadi prioritas, termasuk pembangunan tembok tambahan.

Selain itu, langkah-langkah untuk memperketat visa kerja bagi tenaga kerja asing dan kebijakan deportasi yang lebih agresif terhadap imigran ilegal diperkirakan akan menjadi agenda utama pemerintahannya.

Baca Juga: Trump Janjikan Pembatasan Ketat pada Imigran di Malam Pelantikan

Hubungan Internasional di Bawah Trump

Hubungan antara Amerika Serikat dan China diperkirakan akan kembali memanas pasca kembalinya Trump ke Gedung Putih. Ketegangan ini tidak hanya terbatas pada aspek perdagangan, tetapi juga melibatkan isu-isu strategis seperti Laut China Selatan.

Selain itu, kebijakan Trump yang kerap menyoroti pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang dan Hong Kong akan menjadi tantangan tersendiri bagi hubungan kedua negara.

Pada masa jabatannya yang pertama, Trump sering mengkritik negara-negara anggota NATO yang dianggap tidak memenuhi komitmen anggaran pertahanan mereka. Pola serupa kemungkinan akan terulang, dengan tekanan kepada sekutu tradisional untuk meningkatkan kontribusi mereka.

Trump juga dikenal sering menarik AS dari organisasi-organisasi global yang dianggap tidak menguntungkan, sesuatu yang mungkin akan kembali ia lakukan lagi pada masa jabatannya yang kedua.

Kemenangan Donald Trump dan Perubahan Peta Politik Amerika (2025-2029)

Kongres Amerika pada hari Senin (6/1/2025) mengesahkan presiden terpilih Donald Trump sebagai pemenang pemilu 2024 dalam proses yang berlangsung tanpa gugatan, sangat kontras dengan kekerasan yang terjadi pada 6 Januari 2021 saat massa pendukungnya menyerbu Capitol Hill.

Para anggota Kongres bersidang di bawah pengamanan ketat dan badai salju untuk memenuhi tanggal yang disyaratkan oleh aturan hukum guna mengesahkan hasil pemilu. Seluruh proses berlangsung cepat dan lancar.

Dalam Pemilu keduanya, Donald Trump berhasil memenangkan negara bagian Arizona, mengalahkan pesaingnya dari Partai Demokrat, Kamala Harris. Arizona, yang sebelumnya dimenangkan oleh Joe Biden pada 2020, menjadi salah satu negara bagian kunci yang mengantarkan Trump kembali ke Gedung Putih.

Tambahan 11 suara elektoral dari Arizona memastikan Trump mendapatkan total 312 suara elektoral, jauh melampaui ambang batas 270 suara yang diperlukan untuk memenangkan pemilihan. Sementara itu, Kamala Harris hanya meraih 226 suara elektoral, menunjukkan kemenangan telak bagi kubu Republik.

Baca Juga: Donald Trump Akan Buka Dokumen Rahasia Pembunuhan JFK dan Marthin Luther King

Selain merebut Gedung Putih, Partai Republik juga mencatat keberhasilan signifikan di Senat. Dengan tambahan empat kursi, Partai Republik kini menguasai 53 kursi dibandingkan 45 kursi yang dimiliki Demokrat.

Mayoritas ini memberikan peluang besar bagi Trump untuk mendorong agenda legislatifnya tanpa hambatan berarti.

Trump juga mencatat sejarah baru bagi Partai Republik dengan menjadi calon pertama dari partainya dalam dua dekade terakhir yang memenangkan suara populer. Kemenangan ini menunjukkan tingginya tingkat dukungan dari rakyat Amerika terhadap kebijakan dan pendekatan politik Trump.

Salah satu trobosan Trump yang mencolok pasca kemenangannya yakni pendirian Departemen Efisiensi Pemerintah (Department of Government Efficiency/D.O.G.E.). Inisiatif ini tidak hanya menjadi sorotan dunia, tetapi juga melibatkan nama besar seperti Elon Musk, yang dikenal sebagai orang terkaya di dunia, serta pengusaha dan politisi Vivek Ramaswamy.

Departemen ini dirancang untuk meningkatkan efisiensi kerja pemerintah federal Amerika Serikat. Trump menegaskan bahwa D.O.G.E. akan mengidentifikasi dan menghapuskan segala bentuk korupsi, penipuan, serta pemborosan dana publik yang selama ini membebani anggaran negara.

Selain itu, departemen ini bertugas melakukan audit menyeluruh terhadap berbagai instansi pemerintah federal guna memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. Proyeksi penghematan yang ditargetkan mencapai US$2 triliun, setara dengan Rp30.866 triliun, sebuah angka yang sangat signifikan bagi perekonomian Amerika Serikat.

Selain menunjuk Elon Musk sebagai pemimpin D.O.G.E, Vivek Ramaswamy, pengusaha yang dikenal vokal dalam memperjuangkan efisiensi birokrasi, juga diangkat sebagai mitra kerja Musk dalam memimpin departemen ini. 

Salah satu aspek unik dari D.O.G.E. adalah sifatnya yang sementara. Departemen ini direncanakan beroperasi hingga Juli 2026, bertepatan dengan peringatan 250 tahun Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat. Setelah itu, D.O.G.E. akan dibubarkan, kecuali jika hasil kerjanya dianggap perlu untuk dilanjutkan di masa depan.

Pendirian D.O.G.E. membawa dampak besar tidak hanya pada kebijakan dalam negeri AS, tetapi juga pada ekonomi global. Dengan target penghematan US$2 triliun, Amerika Serikat berpeluang untuk mengalihkan dana tersebut ke program-program strategis seperti infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.

Baca Juga: Jelang Trump Dilantik, Bitcoin Menguji Rekor Harga Baru

Dampak Kemenangan Trump bagi Pasar Kripto Global

Harga Bitcoin mencapai rekor tertinggi setelah Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, menyampaikan rencana strategis terkait aset kripto.

Pada sesi perdagangan terakhir (16/12/2024), harga Bitcoin melonjak ke level tertinggi sepanjang sejarah, yaitu US$107.148 (sekitar Rp1,71 miliar dengan kurs Rp16.030). Meskipun sempat terkoreksi, Bitcoin tetap stabil di kisaran US$106.877, mencatat kenaikan 5,43 persen dibandingkan penutupan sebelumnya.

Salah satu faktor utama di balik lonjakan harga Bitcoin adalah pengumuman Donald Trump tentang rencananya membentuk cadangan strategis Bitcoin. Konsep ini serupa dengan cadangan minyak strategis yang dimiliki Amerika Serikat, namun fokus pada aset digital.

Trump menegaskan ambisinya untuk menjadikan Amerika Serikat sebagai pemimpin global dalam teknologi kripto. Dalam wawancara dengan CNBC, Trump mengatakan, "Kita ingin melakukan hal besar dengan kripto. Kita tidak ingin China atau negara lain memimpin."

Kasus Hukum Trump yang Mengganjal

Meskipun berhasil kembali meraih jabatan presiden, Trump tidak lepas dari berbagai kasus hukum yang terus bergulir. Mengutip Reuters, berikut adalah beberapa kasus yang masih membayangi Trump:

1. Kasus Hush Money di New York

Pada Maret 2023, Jaksa Wilayah Manhattan, Alvin Bragg, mengajukan dakwaan terhadap Donald Trump dengan tuduhan memalsukan catatan bisnis untuk menutupi hubungan dengan seorang bintang film dewasa. Dalam persidangan pada Mei 2024, Trump dinyatakan bersalah atas 34 tuduhan kejahatan.

Meskipun hakim yang menangani kasus ini, Juan Merchan, memutuskan untuk tidak memenjarakan Trump, ia tetap memberikan vonis yang mencatatkan kesalahan Trump di dalam catatan permanen hukum. Tidak ada hukuman penjara, denda, atau masa percakapan yang dijatuhkan, namun keputusan ini mencatatkan keputusan bersalah dalam riwayat hukum Trump.

Trump tetap membantah tuduhan ini dan berjanji untuk mengajukan banding, yang memungkinkan pengadilan banding membatalkan vonis tersebut meskipun Trump telah dijatuhi hukuman.

Baca Juga: Wanti-Wanti Dampak Kebijakan Dagang Trump, Ekonomi RI Diramal Tumbuh 4,8% di 2025

2. Kasus Pemilu Georgia

Trump bersama 18 sekutunya didakwa pada 2023 dalam sebuah konspirasi besar untuk membatalkan hasil pemilu 2020 di negara bagian Georgia, sebuah negara bagian yang krusial dalam pemilihan tersebut.

Namun, proses hukum ini sempat terhenti setelah pengadilan banding mendiskualifikasi jaksa wilayah yang menangani kasus ini karena hubungan pribadinya dengan jaksa utama yang memimpin kasus ini.

Meskipun demikian, kasus ini dapat dilanjutkan di bawah jaksa baru yang mungkin akan menggantikan jaksa yang didiskualifikasi. Status perkembangan kasus ini masih menunggu keputusan lebih lanjut.

3. Kasus Dokumen Rahasia di Florida

Pada Juni 2023, Jaksa Khusus Jack Smith mendakwa Trump bersama dua rekannya atas dugaan penyalahgunaan dokumen-dokumen rahasia yang ditemukan setelah Trump meninggalkan jabatannya.

Namun, pada 2024, hakim mengeluarkan keputusan untuk membatalkan kasus ini, dan Departemen Kehakiman AS kemudian menarik bandingnya setelah Trump memenangkan pemilihan 2024. Hal ini dikarenakan kebijakan departemen yang melarang penuntutan terhadap presiden yang sedang menjabat.

Selain itu, hakim Aileen Cannon sementara ini memblokir rilis laporan lengkap terkait penyelidikan oleh Smith. Keputusan ini sedang diajukan banding oleh Departemen Kehakiman.

4. Kasus Pemilu di Washington, D.C.

Selain kasus di Georgia, Trump juga didakwa oleh Jack Smith pada Agustus 2023 terkait upayanya membatalkan kekalahannya dalam pemilu 2020 di Washington, D.C.

Namun, pada November 2023, hakim membatalkan kasus ini setelah Smith menyatakan bahwa kasus tersebut tidak bisa dilanjutkan selama Trump masih menjabat sebagai presiden.

Baca Juga: Donald Trump Semakin Sibuk Jelang Pelantikan, Persiapan Besar Kembali ke Gedung Putih

5. Kasus Penipuan Sipil di New York

Pada September 2023, Trump dinyatakan bertanggung jawab atas penipuan terkait dengan pembesaran nilai kekayaan bersihnya guna menipu pemberi pinjaman.

Seorang hakim di New York memerintahkan Trump untuk membayar denda sebesar US$454 juta, yang jumlahnya terus meningkat seiring dengan bunga. Trump tetap menyangkal tuduhan ini dan sedang mengajukan banding untuk membatalkan keputusan tersebut.

6. Kasus Perdata E. Jean Carroll

Trump juga menghadapi dua gugatan perdata dari penulis E. Jean Carroll yang menuduh Trump melakukan pencemaran nama baik dan pelecehan seksual pada 1990-an.

Dalam dua persidangan terpisah, Trump dinyatakan bersalah dan diperintahkan untuk membayar lebih dari US$88 juta sebagai ganti rugi. Meskipun demikian, Trump tetap membantah tuduhan tersebut dan berjanji untuk mengajukan banding.

Selanjutnya: Kemenperin Minta KEK Batam Siap Hadapi Potensi Relokasi Pabrik Asal China

Menarik Dibaca: Buka Gerai di Senayan City, Kiki Milano Tawarkan Ragam Produk Kecantikan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×