Reporter: Rashif Usman, RR Putri Werdiningsih | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat menembus level 8.000 menjelang perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-80. Indeks berhasil menorehkan rekor baru sepanjang sejarah Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kenaikan itu terjadi sesaat setelah dimulainya pidato kenegaraan Presiden RI Prabowo Subianto di Gedung DPR/MPR pada Jumat (15/8/2025). IHSG intraday menyentuh 8.017,07 menjelang akhir sesi I. Sayang, di sore hari indeks tetap ditutup turun 32,88 poin atau 0,41% dari harga penutupan sebelumnya ke 7.898,37.
Sebelum akhirnya menembus level 8.000, pada Kamis (14/8/2025) IHSG juga telah mengukir rekor penutupan tertinggi di level 7.931,251. Masih di hari yang sama, kapitalisasi pasar saham juga mencapai rekor sebesar Rp14,315 triliun.
Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan IHSG menorehkan sejarah baru dengan berhasil bergerak melewati level 8.000 diiringi rekor kapitalisasi pasar dan peningkatan signifikan aktivitas perdagangan di berbagai instrumen pasar modal.
Selain saham, perdagangan derivatif di pasar modal Indonesia juga mencatatkan rekor total volume tahunan tertinggi sepanjang sejarah sejak produk derivatif mulai diinisiasi. Rekor tersebut juga tercapai pada Kamis (14/8/2025) dengan total volume transaksi sebanyak 9.214 kontrak, meningkat 404% dibandingkan posisi akhir 2024.
Kemudian pasar surat utang turut mencatatkan pencapaian positif. Hingga Kamis (14/8/2025), nilai transaksi surat utang melalui Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) mencapai Rp697,14 triliun, meningkat 183,24% dibandingkan akhir 2024.
"Kinerja positif IHSG juga didorong oleh sinergi strategis antara PT Bursa Efek Indonesia (BEI), para pelaku industri pasar modal, serta dukungan kebijakan dan program pemerintah yang konsisten dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif," ujarnya dalam keterangan tertulis yang kutip pada Senin (18/8/2025).
Baca Juga: Penguatan IHSG Ditopang Saham Lapis Kedua, Intip yang Masih Menarik
Saat ini jumlah partisipasi publik di pasar modal yang ditunjukkan dengan jumlah investor menunjukkan pertumbuhan positif. Berdasarkan data per 14 Agustus 2025, total Single Investor Identification (SID) saham mencapai 7.490.594 investor dengan total SID pasar modal secara keseluruhan mencapai 17.680.869 investor.
Dari sisi pencatatan efek, BEI juga telah berhasil mencatatkan 22 saham baru, 116 emisi obligasi, 2 Exchange-Traded Fund (ETF) baru, serta 288 seri baru Structured Warrant. Total fund-raised IPO saham mencapai Rp10,39 triliun dengan 6 pipeline saham pada tahun 2025 ini. Dengan data pencatatan tersebut, hingga saat ini telah terdapat 954 perusahaan tercatat di BEI.
Emiten konglomerasi
Head of Research and Chief Economist Mirae Sekuritas, Rully Wisnubroto menyebut rekor baru yang diukir IHSG pada Jumat pekan lalu menunjukkan kenaikan yang terlalu cepat. Menurutnya lonjakan indeks ke level 8.000 tidak dijustifikasi dengan valuasi yang masuk akal.
“Terutama untuk saham-saham konglomerasi seperti saham DCII (PT DCI Indonesia Tbk milik konglomerat Otto Toto Sugiri) dan saham DSSA (PT Dian Swastatika Santosa Tbk milik Grup Sinarmas) dan beberapa emiten grup PP (PT Pembangunan Perumahan Tbk),” ujarnya kepada Kontan, Senin (18/8/2025).
Meski tak memungkiri kenaikan indeks juga bisa ditopang dari derasnya arus modal asing yang mencatatkan rekor sehari sebelumnya, menurutnya tetap saja kenaikan tersebut terlalu cepat. Penyebabnya tidak bisa dijelaskan secara fundamental.
Ke depan, ia tak menampik ada peluang IHSG kembali lagi menembus level 8.000. Rully bilang sepanjang saham-saham fundamental bisa memperbaiki kinerjanya, hal itu bukan tidak mungkin terjadi.
Namun, saat ini Mirae Sekuritas masih tetap mempertahankan proyeksi IHSG di tahun ini berada di level 6.900.
“Dengan kinerja emiten sampai dengan kuartal II 2025, banyak yang below expectation, kami masih memasang IHSG di 6,900 di akhir tahun,” tandasnya.
Segendang sepenarian, pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat pun menilai laju IHSG saat ini lebih banyak digerakkan oleh saham-saham milik grup konglomerasi besar. Menurutnya fenomena ini sudah mulai mencuat sejak 2023 seiring dengan masuknya emiten jumbo seperti PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) melalui penawaran umum perdana (IPO).
"IHSG itu tidak mencerminkan situasi pasar saham yang sesungguhnya, karena di luar saham-saham grup konglomerasi sebenarnya mayoritas saham itu masih enggak kemana-mana," kata Teguh kepada Kontan, Minggu (17/8/2025).
Ia memperkirakan dominasi saham konglomerasi masih akan berlanjut dalam satu hingga dua tahun ke depan, mengingat rencana IPO dari grup besar masih ada.
Baca Juga: Menilik Potensi Rotasi Sektoral Usai IHSG Sentuh All Time High
Namun, bagi investor yang mengutamakan analisis fundamental, ia menyarankan untuk lebih fokus pada sektor dengan prospek jangka panjang, khususnya saham-saham di sektor komoditas yang masih memiliki katalis kuat.
Teguh merinci ada sejumlah sektor komoditas utama yang patut diperhatikan. Pertama, komoditas minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO). Apalagi saat ini permintaan CPO tak hanya untuk minyak goreng, melainkan juga untuk biodiesel sebagai pengganti solar. Hal ini menekan volume ekspor CPO Indonesia, sehingga pasokan di pasar global berkurang dan mendorong kenaikan harga.
"Harga CPO yang naik itu membuat perusahaan-perusahaan sawit kita untung," ucap Teguh.
Kedua, komoditas batubara. Setelah sempat mengalami koreksi beberapa waktu lalu, harga batubara kini kembali menunjukkan tren kenaikan. Lalu, ada sektor nikel yang berhubungan dengan hilirisasi serta saham yang berkaitan dengan emas juga dinilai masih menarik untuk dicermati.
Di samping itu, sektor lainnya seperti ritel dan perbankan baru akan bergerak lebih solid jika ada dorongan dari belanja pemerintah dan peningkatan perputaran uang di masyarakat.
"Dalam hal ini situasinya berbeda dengan lima atau sepuluh tahun yang lalu, di mana kalau IHSG naik itu kita harus waspada, sekarang enggak. Kita bisa fokus saja ke fundamental perusahaan," tandasnya.
Ia lantas menjatuhkan pilihan untuk saham-saham di sejumlah sektor komoditas antara lain seperti PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA), PT Archi Indonesia Tbk (ARCI), PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).
Selanjutnya: Pertumbuhan Ekonomi Diproyeksi di Bawah 5%, Pemerintah Didorong Maksimalkan Belanja
Menarik Dibaca: Simak Manfaat Spirulina untuk Tumbuh Kembang Anak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News