Reporter: Adrianus Octaviano, Akmalal Hamdhi, Dendi Siswanto, Pulina Nityakanti, Siti Masitoh, Vendy Yhulia Susanto, Wahyu Tri Rahmawati, Yuliana Hema | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah resmi membentuk Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada Senin (24/2). Lembaga baru ini akan mengelola aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) senilai US$ 900 miliar atau sekitar Rp 14.715 triliun (kurs Rp 16.350).
Senin (24/2) pagi, Presiden Prabowo Subianto resmi melantik Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Perkasa Roeslani sebagai Chief Executive Officer (CEO) BPI Danantara.
Prabowo juga menunjuk Wakil Menteri BUMN Dony Oskaria sebagai Chief Operating Officer dan Pandu Sjahrir sebagai Chief Investment Officer.
Selain itu, Prabowo juga menunjuk sejumlah pejabat sebagai dewan pengawas BPI Danantara.
Baca Juga: Pendapatan Negara Berpotensi Turun Pasca 7 BUMN Gabung ke Danantara, Ini Alasannya
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengungkapkan, Ketua Dewan Pengawas yang sudah ditunjuk presiden adalah Menteri BUMN Erick Thohir dan Wakil Ketua Dewan Pengawas adalah Muliaman Hadad.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga masuk di tim Dewan Pengawas mewakili Kementerian Keuangan.
"Nanti mantan-mantan presiden akan diajak untuk menjadi penasihat agar lembaga ini betul-betul dikawal, dijaga figur-figur yang berintegritas dan cinta Indonesia," ucap Hasan.
Pembentukan Danantara diklaim sebagai wujud komitmen pemerintah untuk mewujudkan program Asta Cita, yakni membawa perekonomian Indonesia ke level tertinggi lewat investasi berkelanjutan dan inklusif.
Setidaknya, akan ada tujuh BUMN yang tergabung ke Danantara untuk tahap awal. Tujuh BUMN tersebut adalah, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), dan Mining Industry Indonesia (MIND ID).
Selain itu, Danantara juga akan konsolidasi dengan Indonesia Investment Authority (INA).
Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan, BPI Danantara bukan sekadar badan pengelola investasi, melainkan juga sebagai instrumen pembangunan nasional.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan, hadirnya Danantara membuka peluang bagi Indonesia untuk menjalin kerja sama atau joint venture dengan perusahaan luar negeri.
Baca Juga: Prospek Bisnis Bank BUMN Setelah Berpindah Pengelolaan di Bawah BPI Danantara
Menurut Luhut, pembentukan Danantara merupakan langkah strategis Presiden Prabowo Subianto dalam mengelola potensi investasi.
Terkait potensi investasi, Prabowo meminta proyek-proyek yang akan diinvestasikan adalah proyek-proyek yang berdampak tinggi dan menciptakan nilai tambah yang signifikan.
"Gelombang pertama investasi senilai US$ 20 miliar dalam kurang lebih 20 proyek strategis bernilai miliaran dolar," ungkap Prabowo.
Prabowo bilang, proyek tersebut akan difokuskan pada hilirisasi nikel, bauksit, tembaga, pembangunan pusat data, kecerdasan buatan, kilang minyak, pabrik petrokimia, produksi pangan dan protein, akuakultur serta energi terbarukan.
Sejumlah harapan digaungkan seiring pembentukan Danantara.
Director Index Policy FTSE Russell Wanming Du mencermati kehadiran sovereign wealth fund secara umum biasanya menempatkan investasinya pada proyek infrastruktur dasar yang dapat mendorong ekonomi.
"Investasi ini akan mendukung pertumbuhan ekonomi domestik dan menarik banyak minat investor asing, termasuk foreign direct investment (FDI)," ucapnya.
Pada akhirnya, hal ini akan berkontribusi pada pertumbuhan perusahaan, peningkatan kapitalisasi pasar serta meningkatkan bobot negara dalam indeks global.
Du memproyeksikan walaupun sebagian besar sovereign wealth fund akan berinvestasi dalam proyek infrastruktur, tetapi Danantara juga mempertimbangkan berinvestasi di proyek energi terbarukan.
Sebagai penyedia indeks, Du menyarankan terkadang akan lebih baik untuk mengimbangi investasi dengan dana ekuitas, misalnya dengan melihat peluang investasi di luar negeri.
"Meskipun dukungan ekonomi jelas sangat penting bagi Danantara, tetapi perlu dikombinasikan dengan investasi ekuitas di luar negeri sehingga ini bisa menjadi strategi yang sangat menarik," kata Du.
Namun, tak sedikit pula yang meragukan kehadiran Danantara.
Pengelolaan Aset Harus Beri Imbal Hasil Positif
Menurut Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto, strategi pengelolaan aset perlu menjadi perhatian Danantara. Sebab, Danantara sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF) atau dana investasi yang dikelola negara, harus berkontribusi bagi pendapatan negara.
Menurut Rudiyanto, alih-alih bersaing dengan SWF negara lain, Danantara sebaiknya fokus pada pengelolaan aset yang memberikan imbal hasil positif.
Artinya, Danantara tidak harus menyaingi SWF negara lain seperti Temasek di Singapura atau Government Pension Fund Global milik Norwegia, selagi berkontribusi bagi pendapatan negara.
Baca Juga: Danantara Resmi Meluncur, Begini Arah Gerak Pasar Saham
"SWF itu bukan bersaing atau tidak, tapi bagaimana asetnya menghasilkan dan memberi pendapatan ke negara," ujar Rudiyanto kepada Kontan.co.id, Minggu (23/2).
CEO Star AM Hanif Mantiq, mengatakan, Danantara bisa menjadikan Norwegia sebagai kiblat dalam pengelolaan dana investasi pemerintah. Strategi investasi SWF milik Norwegia yang selalu berkelanjutan membuat aset terus bertumbuh dalam jangka panjang.
Norwegia memiliki Government Pension Fund Global yang terdiri dari dua dana kekayaan negara yang sepenuhnya terpisah yakni Dana Pensiun Pemerintah Global dan Dana Pensiun Pemerintah Norwegia.
"Dalam jangka panjang karena dana (SWF Norwegia) tidak pernah ditarik dividen dan selalu diinvestasikan akan sangat berdampak besar," jelas Hanif saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (23/2).
Hanif menilai, sektor-sektor seperti jalan tol, air dan energi seperti jaringan gas bumi rumah tangga (jargas) bisa menjadi fokus bagi penempatan investasi.
Namun, kata Hanif, komposisi sektor yang dikelola Danantara pun sebenarnya sudah cukup. Mulai dari pengelolaan aset sektor keuangan, telekomunikasi, listrik dan pertambangan.
Rudiyanto menambahkan, Danantara juga bisa mengoptimalkan pengelolaan investasi dari dividen saham, kupon obligasi atau harga saham dan obligasi. Secara tidak langsung, Danantara dapat menciptakan industri baru ataupun juga menggenjot hilirisasi.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy mengatakan ia tidak punya keyakinan tinggi terhadap kehadiran Danantara.
“Karena Danantara lebih seperti lembaga politik yang didedikasikan untuk para petinggi negara,” ucapnya kepada Kontan, Minggu (23/2).
Menurut Budi, jika Danantara bisa kelola dengan baik maka lembaga entitas investasi usulan Prabowo akan berhasil seperti Temasek asal Singapura.
“Jika hanya menjadi kumpulkan politisi dan petinggi negara, maka wajar kalau ada yang khawatir ini menjadi 1MDB walaupun tak ada yang menginginkannya,” kata dia.
Budi menyoroti dampaknya pun ke pasar modal Indonesia masih belum terlihat jelas, apakah Danantara bisa memainkan peran sebagai liquidity provider atau tidak.
Pasalnya, pelaku pasar lebih membutuhkan liquidity provider atau market untuk mengawal pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) agar likuiditas di pasar meningkat.
Pendapatan Negara Berkurang
Dalam menjalankan investasi, Chief Investment Officer BPI Danantara Pandu Sjahrir mengungkapkan, sumber dana BPI Danantara adalah setoran modal, dan juga dari dividen BUMN yang akan masuk di bawah Danantara.
Namun, beralihnya setoran dividen BUMN di bawah pengelolaan Danantara sepertinya akan berdampak pada berkurangnya pendapatan negara, yang berujung pada melebarnya defisit anggaran.
Asal tahu saja, biasanya BUMN akan menyetor dividen BUMN ke Kementerian Keuangan yang akan masuk ke dalam pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kekayaan Negara Dipisahkan (KND). Namun, setelah berdirinya Danantara, maka setoran dividen dari tujuh BUMN yang tergabung di Danantara akan masuk ke lembaga investasi tersebut.
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menilai, rencana mengalihkan bagian laba atau dividen BUMN ke Danantara yang seharusnya masuk PNBP, akan target pendapatan negara.
Untuk diketahui, pemerintah dalam APBN 2025 menargetkan PNBP sebesar Rp 513,64 triliun tahun ini. Sedangkan setoran dividen BUMN ditargetkan Rp 86 triliun, (target oleh BUMN Rp 90 triliun).
“Jika postur yang lain tetap maka akan mengurangi pendapatan negara yang ditargetkan Rp 3.621 triliun. Pada gilirannya akan menambah defisit APBN yang semula hanya Rp 616 triliun,” tutur Awalil kepada Kontan, Senin (24/2).
IHSG Merespons Negatif
Kehadiran Danantara mendapat respons negatif dari pasar saham. Buktinya, pada perdagangan Senin (24/2), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,78% ke level 6.749. Investor asing juga tercatat melakukan aksi jual sebesar Rp 656,18 miliar di pasar reguler hari ini.
Saham emiten BUMN yang tergabung ke Danantara juga terpantau anjlok dan masih dijual oleh investor asing. Tengok saja, saham BMRI, BBRI, BBNI, dan TLKM kompak lesu dalam beberapa waktu terakhir.
Saham BMRI pada Senin (24/2) turun 0,99% dan sudah amblas 11,84% sejak awal tahun 2025 alias year to date (YTD). Saham BBNI turun 2,33% pada Senin (24/2) dan sudah turun 3,45% YTD. Senasib, TLKM sahamnya juga turun 1,89% pada Senin (24/2) dan turun 4,06% YTD.
Hanya saham BBRI yang naik 0,77% pada Senin (24/2), walaupun tetap mencatatkan penurunan 3,92% YTD.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia (UI), Budi Frensidy melihat, pembentukan Danantara belum memberikan katalis positif ke kinerja pasar saham Tanah Air.
IHSG diproyeksikan bisa saja kembali ke level 7.000 meskipun tidak dalam waktu dekat. Minimal 1-3 bulan ke depan.
“Hal itu kemungkinan karena pasar belum begitu yakin Danantara akan bisa menaikkan kinerja IHSG,” ujarnya kepada Kontan, Senin (24/2).
Melihat tujuh BUMN yang tergabung di Danantara pada tahap awal ini, saham-saham perbankan pelat merah kemungkinan yang akan terdampak paling awal setelah Sovereign Wealth Fund (SWF) ini dibentuk.
Ke depan, kehadiran Danantara harus bisa meyakinkan publik agar bisa jadi katalis positif untuk pasar saham Tanah Air.
“Danantara harus bisa meyakinkan publik bahwa tata kelola, manajemen risiko, dan kinerjanya baik dengan imbal hasil yang memuaskan. Ini perlu waktu, minimal setahun ke depan,” paparnya.
Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, Fath Aliansyah Budiman mengatakan, respons pasar cenderung netral pada perdagangan Senin (24/2).
“Beberapa saham yang masuk dalam portofolio Danantara pun mengalami pergerakan yang mixed,” ujarnya kepada Kontan, Senin (24/2).
Selain perbaikan dari sisi narasi di domestik, pasar juga masih menunggu katalis lain yang dapat mendatangkan aliran masuk dana asing yang lebih besar, sehingga bisa memberikan katalis positif untuk pasar.
Fath melihat, BMRI, BBNI, dan BBRI juga sebaiknya dicermati dalam waktu dekat. Sebab, ketiga emiten perbankan BUMN itu akan memasuki masa pembayaran dividen di awal kuartal II 2025 disertai adanya rencana buyback saham.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan melihat, Danantara diharapkan dapat menjadi titik balik untuk kinerja pasar saham Indonesia ke depan. Namun, dalam jangka pendek, dampak dari SWF raksasa ini kemungkinan masih belum akan terasa signifikan.
Hal ini dinilai Ekky wajar, mengingat Danantara baru diresmikan, sehingga masih diperlukan waktu untuk melihat bagaimana eksekusinya di lapangan.
Selain itu, masih terdapat pro dan kontra terkait pembentukan Danantara. Beberapa kekhawatiran investor mencakup ketentuan bahwa Danantara tidak dapat diaudit, serta pengurusnya yang dibebaskan dari tanggung jawab jika terjadi kerugian. Hal itu pun menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana di Danantara.
“Namun, jika implementasi Danantara berjalan dengan baik, maka ada potensi besar untuk menarik inflow dana asing kembali, mempercepat proyek infrastruktur dan hilirisasi, serta akhirnya memperbaiki ekosistem investasi di Indonesia dalam jangka panjang,” ujarnya kepada Kontan, Senin (24/2).
Terkait kinerja buruk saham emiten BUMN yang tergabung dalam Danantara, hal itu disebabkan oleh investor yang masih wait and see terhadap implementasi badan SWF jumbo itu.
Selain itu, sentimen pasar secara keseluruhan masih negatif dengan arus dana asing yang terus keluar dari pasar Indonesia.
Dalam kondisi saat ini, wajar jika saham-saham BUMN belum menunjukkan pergerakan yang signifikan, karena pasar masih didominasi oleh ketidakpastian dan ketakutan.
Bank BUMN Harus Berkinerja Baik
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menegaskan sebagai perusahaan terbuka, yang kepemilikan sahamnya sebagian dimiliki oleh investor selain Pemerintah Republik Indonesia, bank pelat merah yang tergabung di bawah pengelolaan Danantara wajib untuk tetap berkinerja baik dan membangun persepsi yang positif terhadap semua investor.
“OJK meminta bank untuk terus meningkatkan kinerja dan profesionalisme, serta pelayanan kepada nasabah dalam rangka meningkatkan kontribusi Bank terhadap pembangunan ekonomi secara keseluruhan,” ujar Dian dalam keterangan resmi, Senin (24/2).
Dian mengungkapkan peraturan terkait industri perbankan senantiasa memperhatikan prinsip prudential banking yang sesuai pula dengan international best practices yang merupakan konsekuensi Indonesia menjadi anggota G20 & Basel Committee on Banking Supervision (BCBS).
Alhasil, hal ini menjadi pedoman yang mengikat bagi industri perbankan termasuk bank BUMN dalam setiap aspek bisnis serta meningkatkan integritas dan transparansi pengelolaannya sebagaimana amanat Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto pada saat peluncuran BPI Danantara.
Lebih lanjut, Dian bilang pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Kementerian dan atau Lembaga terkait serta industri perbankan mengenai implikasi teknis pembentukan BPI Danantara, termasuk skema lebih lanjut mengenai pengelolaan Bank BUMN oleh BPI Danantara yang akan diatur melalui peraturan turunannya.
“Koordinasi OJK juga dalam rangka memastikan pengelolaan Bank BUMN dijalankan dengan baik, konsisten dan berkesinambungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Dian.
Dian melihat tiga bank BUMN yang dikonsolidasikan oleh BPI Danantara memiliki kinerja yang baik dan berkontribusi positif terhadap perekonomian, tercermin dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga, Laba Bersih dan Kredit posisi Desember 2024.
Ia melihat seluruh indikator tersebut membukukan kenaikan positif dengan kualitas aset yang terjaga baik, permodalan yang kuat dan likuiditas yang memadai, sehingga sustainability kinerja ke depan juga dapat diperkirakan terjaga dengan baik.
“Pada 2025, Bank BUMN akan fokus mempertahankan fundamental yang sehat dan menciptakan kinerja yang berkelanjutan,” tambahnya.
Selanjutnya: Sebulan Naik 5,96 Persen, Harga Emas Antam Hari Ini Menguat (25 Februari 2025)
Menarik Dibaca: Harga Emas Pegadaian Hari Ini 24 Februari 2025: Antam dan UBS Melemah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News