Reporter: Diki Mardiansyah, Handoyo, Shifa Nur Fadila | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia terus memperkuat komitmennya untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan melalui berbagai langkah strategis, salah satunya adalah percepatan implementasi Biodiesel B40 pada tahun 2025.
Biodiesel B40, campuran antara bahan bakar fosil solar dengan 40% bahan bakar nabati (BBN) berbasis minyak sawit, menjadi solusi utama dalam menghadapi tantangan lingkungan sekaligus memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional.
Progres Pemanfaatan Biodiesel pada Tahun 2024
Berdasarkan data dari subsektor Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), pemanfaatan biodiesel di Indonesia terus menunjukkan peningkatan signifikan.
Pada kuartal kedua tahun 2024, penggunaan biodiesel mencapai 6,2 juta kiloliter, atau sekitar 54,2% dari target tahunan sebesar 11,3 juta kiloliter. Peningkatan ini mencerminkan progres positif dalam adopsi biodiesel di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Program Biodiesel Pengaruhi Ekspor CPO
Manfaat Ekonomis dan Lingkungan dari Penerapan Biodiesel B40
Penerapan Biodiesel B40 bukan hanya berperan dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK), tetapi juga memberikan dampak signifikan terhadap ekonomi.
Dengan peningkatan konsumsi biodiesel, Indonesia mampu mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil, yang selama ini menjadi salah satu tantangan utama dalam sektor energi. Selain itu, implementasi B40 membuka peluang lapangan kerja baru dalam rantai pasokan industri minyak sawit dan sektor terkait.
Penerapan B40 juga berdampak positif pada komitmen Indonesia terhadap Perjanjian Paris serta upaya mencapai Net Zero Emission. Industri kelapa sawit, yang menjadi penyedia utama bahan baku biodiesel, mendapatkan nilai tambah melalui diversifikasi produk dan perluasan pasar.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa penerapan B40 dapat mengurangi impor solar, sehingga berpotensi menyelamatkan devisa hingga Rp 404,32 triliun.
“Biodiesel ini memanfaatkan 54,52 juta kiloliter dan mengurangi impor solar, dan Indonesia sudah menerapkan B35 yang akan ditingkatkan menjadi B40 pada 2025,” ujar Airlangga.
Baca Juga: Pemerintah Siap Terapkan Biodiesel B40, Segini Devisa yang Bisa Dihemat
Uji Coba dan Penerapan Biodiesel B40 di Berbagai Sektor
Sebagai bagian dari upaya percepatan implementasi, pemerintah telah melakukan uji coba penggunaan Biodiesel B40 pada berbagai sektor seperti alat pertanian (alsintan) dan kereta api.
Salah satu contoh implementasi nyata adalah uji coba di Stasiun Lempuyangan, Yogyakarta, pada kereta api, yang menunjukkan keberhasilan dalam mengadopsi biodiesel untuk transportasi umum.
Pemerintah menargetkan penggunaan 16 juta kiloliter biodiesel B40 pada tahun 2025, terutama pada alat berat dan pembangkit listrik di Balikpapan, Kalimantan Timur. Langkah ini akan memperkuat infrastruktur energi nasional serta meningkatkan efisiensi di sektor industri yang membutuhkan energi dalam jumlah besar.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa analisis kesiapan penerapan B40 telah dilakukan dengan serangkaian tes teknis, termasuk sinkronisasi dan peningkatan kapasitas produksi.
"Jika semua berjalan lancar, penerapan B40 diperkirakan bisa dimulai pada pertengahan tahun 2025," ungkapnya.
Untuk mendukung program ini, Kementerian ESDM memproyeksikan kebutuhan minimal stok minyak kelapa sawit mentah (CPO) sekitar 17,57 juta kiloliter atau setara dengan 15,29 juta ton pada tahun 2025, guna memenuhi kebutuhan solar nasional yang diperkirakan sebesar 38,04 juta kiloliter.
Baca Juga: Program Biodiesel Bisa Pengaruhi Ekspor CPO
Keberhasilan Program Biodiesel B35 pada 2023
Selama tahun 2023, implementasi B35, campuran solar dengan 35% bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit, mencapai prestasi besar dengan penyaluran total 12,15 juta kiloliter. Pencapaian ini memberikan kontribusi besar terhadap penghematan devisa yang diperkirakan mencapai USD 10,75 miliar atau setara dengan Rp 161 triliun.
Untuk tahun 2024, Kementerian ESDM menetapkan kuota penyaluran biodiesel B35 sebesar 13,41 juta kiloliter atau setara dengan 226 ribu barel per hari, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan implementasi biodiesel paling progresif di dunia.
Stabilitas Harga dan Manfaat bagi Industri Sawit
Program mandatori biodiesel juga membawa dampak positif bagi sektor pertanian kelapa sawit.
Setiyono, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspek-PIR), menjelaskan bahwa peningkatan mandatori biodiesel memiliki dampak langsung terhadap stabilitas harga sawit dan kesejahteraan para petani. Di Indonesia, terdapat lebih dari 6,2 juta hektar perkebunan sawit yang melibatkan sekitar 16 juta tenaga kerja.
Di sisi lain, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, menyatakan bahwa program Biodiesel B40 berpotensi meningkatkan harga CPO di pasar internasional, yang akan menguntungkan Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dunia.
Namun, pemerintah harus menjaga pasokan CPO domestik agar tetap stabil untuk mencegah kenaikan harga di pasar lokal.
Baca Juga: Dilema Industri Sawit, Pemenuhan Biodiesel Hingga Pengorbanan Kapasitas Ekspor
Sejarah Singkat Penerapan Biodiesel di Indonesia
Sejak tahun 2008, Indonesia telah mengambil langkah besar dalam mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Program mandatori biodiesel dimulai dengan penerapan B2,5, yaitu campuran 2,5% biodiesel dengan solar.
Seiring berjalannya waktu, kadar biodiesel dalam campuran solar terus ditingkatkan, mulai dari B7,5% pada tahun 2010 hingga mencapai B20% pada tahun 2016.
Puncaknya terjadi pada tahun 2020, ketika pemerintah menetapkan B30 sebagai standar nasional. Pada 1 Februari 2023, implementasi B35 resmi diberlakukan, meskipun sempat mengalami penundaan hingga Agustus 2023 akibat penyesuaian kebijakan.
Visi Jangka Panjang: Menuju Penerapan B100
Indonesia tidak berhenti pada pencapaian B40. Sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, Indonesia memiliki visi untuk mengimplementasikan B100, yaitu penggunaan biodiesel secara penuh tanpa campuran solar. Visi ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mempromosikan biofuel sebagai alternatif yang berkelanjutan bagi bahan bakar fosil.
Dengan kebijakan yang kuat serta hasil uji coba yang terus diperbaiki, Indonesia optimis untuk menjadi pemimpin global dalam transisi energi hijau. Penerapan B40 akan memperkuat peran Indonesia sebagai penyedia bahan bakar nabati terbesar di Asia Tenggara, sekaligus memberikan kontribusi besar terhadap pengurangan emisi karbon di tingkat global.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News