kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%
FOKUS /

BBM naik, ke mana rupiah akan bergerak?


Kamis, 15 Maret 2012 / 16:53 WIB
BBM naik, ke mana rupiah akan bergerak?
ILUSTRASI. Jadwal dan link live streaming MPL ID Season 7 Minggu ke-4 (19-21 Maret 2021)


Reporter: Barratut Taqiyyah, Astri Kharina Bangun, Edy Chan, Harris Hadinata, Tedy Gumilar | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Isu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) kembali marak terdengar sejak akhir tahun lalu. Alasan pemerintah untuk melakukan opsi ini karena terdesak anggaran subsidi yang membengkak. Ditambah lagi dengan faktor eksternal di mana harga minyak dunia yang kian menanjak dalam beberapa bulan belakangan. Alhasil, beban yang harus ditanggung pemerintah semakin besar.

Terkait hal itu, dalam RAPBN-P 2012, pemerintah hanya mengajukan opsi tunggal penghematan anggaran subsidi BBM, yakni mengerek harga premium dan solar sebesar Rp 1.500 per liter mulai 1 April mendatang. Seperti biasa, kenaikan BBM akan merembet ke harga pangan dan produk lainnya. Secara otomatis, hal tersebut juga turut mendongkrak laju inflasi. Pemerintah sendiri berencana mengubah target inflasi tahun ini menjadi 6%-7% dari semula 4,5% plus minus 1%.

Kepala Ekonom PT Bank Danamon Tbk (BDMN) Anton Gunawan berpendapat, tingkat inflasi tahun ini akan naik tinggi. “Kami memperkirakan akhir tahun inflasi akan berada di luar range BI, yakni hampir 7,9%,” jelasnya. Sementara, analis Bank Rakyat Indonesia (BRI) Putu Andi Wijaya menghitung, inflasi akan mencapai 6,8% di akhir tahun.

Sedangkan Lana Soelistianingsih, ekonom Samuel Sekuritas, memprediksi, kenaikan harga BBM bisa mendorong inflasi hingga kisaran 7%-7,5% year on year. Namun, Lana yakin inflasi akan kembali ke kisaran 6% usai Lebaran. Sampai akhir tahun, Lana memperkirakan inflasi akan berada di kisaran 6,5% yoy.

Tertekan dalam jangka pendek

Seberapa besar kenaikan inflasi pasca kenaikan BBM secara langsung akan mempengaruhi pergerakan rupiah. Sejumlah analis menilai, untuk jangka pendek, tingkat inflasi yang tinggi akan memukul rupiah.

Pengamat Pasar Modal, Jimmy Dimas Wahyu, meramal, pasca BBM dinaikkan, rupiah akan melemah untuk jangka pendek. "Saya memperkirakan hal ini berdasarkan sejarah kenaikan BBM di Indonesia pada 2005 dan 2008 lalu," imbuhnya. Dia memprediksi, pelemahan rupiah untuk jangka pendek akan berada di kisaran Rp 8.800-Rp 9.400.

Andi juga sependapat dengan Jimmy. Menurut dia, rupiah akan tertekan untuk jangka pendek di kisaran Rp 9.100-Rp 9.200. "Namun, pelemahan rupiah tidak akan berlangsung lama. Sebab, secara fundamental kondisi perekonomian Indonesia masih sangat baik," jelas Andi. Dia bilang, pasca kenaikan BBM per 1 April mendatang, BI akan mempelajari dulu bagaimana perkembangan inflasi tanah air.

Baik Jimmy dan Andi berpendapat, Bank Indonesia akan selalu menjaga pergerakan rupiah sehingga tidak keok terlalu dalam. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk menjaga rupiah adalah melalui kebijakan suku bunga acuan atau BI rate.

Jimmy menjelaskan, jika BI rate dinaikkan, tentu dengan harapan bisa menekan laju inflasi. Nantinya, hal ini akan berdampak pada minimnya jumlah mata uang rupiah yang beredar di masyarakat sehingga mendorong penguatan mata uang Garuda. "Kondisi ini juga berlaku sebaliknya, di mana, jika BI rate diturunkan, tingkat konsumsi akan meningkat sehingga jumlah uang yang beredar di masyarakat cukup tinggi. Ujung-ujungnya, rupiah akan melemah," papar Jimmy.

Andi memprediksi, BI akan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75%, setidaknya di paruh pertama 2012 ini. Pasalnya, BI saat ini fokus mendorong pertumbuhan ekonomi lewat sektor riil. Kenaikan BI rate dikhawatirkan menjadi sentimen negatif bagi sektor riil. Penyesuaian BI rate kemungkinan baru terjadi di semester II tahun ini. “BI bisa saja melakukan penyesuaian suku bunga, tapi tentunya mereka akan melihat kondisi pasar dulu,” imbuh Andi.

Anton punya pendapat sendiri. Dia menilai, alih-alih menahan suku bunga, BI akan menaikkan suku bunga acuan jika BI ingin konsisten untuk menjaga inflasi sesuai target yang ditetapkan. “Besaran kenaikan BI rate antara 25 bps – 50 bps bergantung pada dampak inflasi yang terlihat pasca pemberlakuan kenaikan harga BBM subsidi April mendatang. Jadi, momen menaikkan (BI rate) kemungkinan terjadi pada Mei setelah kita melihat tingkat inflasi seperti apa,” lanjutnya.

Pengamat ekonomi, Tony Prasetiantono juga memiliki pendapat berbeda. Menurut Tony, tren penurunan BI rate yang cepat akhir tahun lalu menjadi salah satu faktor pelemahan rupiah beberapa hari terakhir. BI rate berada di level 6,5% pada Oktober, dan menjadi 6% pada November.

"Inflasi rendah, BI rate turun. Tapi mereka lupa kalau ke depan inflasi akan naik. Padahal, BI rate ikut menyangga modal asing, daya tarik investasi asing. Dengan penurunan itu, lem kita kurang kuat jadinya bagi investor," kata Tony, Rabu (14/3).

Tony juga bilang, dengan target inflasi maksimal akhir tahun 7%, posisi BI rate saat ini di 5,75% terlalu kecil. Level ini tepat diterapkan ketika inflasi di kisaran 3,65%. "Kalau kuartal kedua inflasi naik lagi. Apalagi dengan BBM akan naik. Rupiah masih sulit menguat. Belum ada sentimen yang membuat rupiah menguat. Tapi ada harapan Eropa membaik," kata Tony.

Angka asumsi pertumbuhan ekonomi tahun ini juga dinilai menjadi pendorong investor melepas rupiah. Dalam asumsi makro yang disepakati pemerintah dan komisi XI DPR, target pertumbuhan ekonomi di kisaran 6,3% - 6,7%.

Menurut Tony, angka tersebut tidak realistis dan justru mengundang keraguan pasar, sehingga mereka melepas rupiah. Tahun lalu, pertumbuhan ekonomi kita 6,5%.

Selain dipengaruhi sentimen dalam negeri, sentimen luar negeri juga turut mempengaruhi gerak rupiah. Harapan masih ada bagi penguatan rupiah jika kondisi Eropa membaik. Namun, bila di dalam negeri sentimen negatif akibat kenaikan BBM muncul, rupiah bisa kembali melemah.

Untuk jangka panjang, Jimmy memprediksi, pergerakan rupiah akan berada di kisaran 9.100-9.200 hingga akhir tahun. Sedangkan Andi dan Tony meramal, pergerakan rupiah berada di rentang Rp 9.000-Rp 9.200 pada akhir 2012.

Berdampak positif untuk jangka panjang

Di luar pro kontra yang ada, kenaikan harga BBM dinilai akan berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia dalam jangka panjang. Executive Director dan Senior Economist UBS ASEAN Edward Teather ikut sepakat bahwa kenaikan harga BBM subsidi akan memberi beban inflasi untuk jangka pendek. Namun secara jangka panjang, kenaikan harga BBM itu justru berdampak positif bagi Indonesia.

Edward beralasan, alokasi anggaran subsidi BBM bisa dimanfaatkan untuk mendanai pembangunan infrastruktur. “Bila harga BBM terlalu murah maka masyarakat mengonsumsi terlalu banyak bensin. Artinya Indonesia harus mengimpor lebih banyak minyak. Padahal lebih baik memperbesar belanja modal untuk jangka panjang,” ungkapnya dalam UBS Indonesia Conference 2012, Selasa (6/3).

UBS melihat ada kecenderungan inflasi naik pasca kenaikan harga BBM. Hanya saja, Edward menyatakan, kenaikan tersebut tak lantas berdampak buruk pada perekonomian Indonesia. Pasalnya, UBS menilai saat ini perekonomian Indonesia sedang kuat dan kondisi kredit juga sedang bagus.

Begitu pula minat investor untuk berbisnis di Indonesia pun tetap tinggi. "Bila diminta memilih antara insentif pajak atau infrastruktur maka investor akan memilih infrastruktur sebagai insentif untuk melakukan bisnis di Indonesia," kata Edward.

Fitch Ratings juga menyambut baik rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Lembaga pemeringkat rating ini menilai, bila kebijakan itu terealisasi akan berdampak positif pada peringkat surat utang Indonesia.

Dalam siaran persnya, Fitch megungkapkan, kebijakan itu akan membatasi dampak fiskal akibat naiknya harga minyak mentah dunia. Selain itu, Fitch menyatakan, kebijakan itu akan meningkatkan fleksibilitas fiskal. Fitch menyadari kebijakan pembatasan subsidi ini akan memicu inflasi. Namun, lembaga ini menilai laju inflasi hanya berdampak pada sementara waktu saja.

Namun, Fitch mengatakan, Indonesia harus menguatkan dana cadangannya untuk mengatasi capital outflows sejak pasar modalnya melemah. Catatan saja, cadangan devisa melorot US$ 0,9 miliar pada Januari 2012 lalu.

Analis

Prediksi rupiah jangka pendek

Prediksi rupiah jangka panjang

Jimmy Dimas Wahyu

Rp 8.800-Rp 9.400

Rp 9.100-Rp 9.200

Putu Andi Wijaya

Rp 9.100-Rp 9.200

Rp 9.000-Rp 9.200

Tony Prasetiantono

-

Rp 9.000-Rp 9.200

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×