Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan Revisi Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap terus bergulir.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana menjelaskan substansi revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap telah selesai dibahas oleh Kementerian ESDM bersama PLN dan telah dilaksanakan public hearing melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait.
“Saat ini Revisi Permen sedang dalam proses persiapan menuju harmonisasi dengan Kementerian Hukum & HAM,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (16/5).
Terdapat beberapa hal yang menjadi substansi utama dalam Revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap.
Pertama, kapasitas PLTS Atap yang sebelumnya dibatasi 100% daya langganan, ke depannya tidak diberikan batasan sepanjang mengikuti kuota pengembangan PLTS Atap. Kuota ini akan disusun oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) dan ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
Baca Juga: Sejumlah Pengguna Listrik Atap Mulai Pilih Gunakan Baterai PLTS, Ini Alasannya
Kedua, nilai kelebihan energi listrik dari sistem PLTS Atap Pelanggan ke Jaringan Pemegang IUPTLU ke depannya tidak diperhitungkan. Ketiga, permohonan menjadi Pelanggan PLTS Atap ke depannya dilakukan pada periode yang lebih teratur yaitu bulan Januari dan Juli.
Keempat, biaya kapasitas (capacity charge) yang sebelumnya dikenakan kepada pelanggan industri, ke depannya tidak akan dikenakan kepada seluruh kategori pelanggan. Kelima, kepada Pelanggan PLTS Atap eksisting masih tetap diberlakukan ketentuan peraturan sebelumnya dengan jangka waktu selama s.d. 10 tahun sejak PLTS Atap beroperasi.
Dadan menegaskan, pihaknya menargetkan revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap dapat segera diterbitkan dalam waktu dekat agar implementasi program PLTS Atap dapat berjalan optimal.
Pengusaha Tak Puas
Pelaku usaha PLTS Atap yang tergabung dalam Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menyatakan belum cukup puas terhadap sejumlah poin dalam revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap tersebut
Ketua Umum AESI, Fabby Tumiwa menjelaskan secara keseluruhan perubahan Permen ESDM No 49 Tahun 2021 tidak ideal untuk pengembangan PLTS Atap di Indonesia. Setidaknya, AESI menyoroti dua poin revisi yang dinilai cukup memberatkan pelaku usaha.
“Walaupun tidak sepenuhnya menghambat tapi perubahan ini berpotensi memperlambat pertumbuhan PLTS Atap yang bisa jadi andalan pemerintah mencapai target bauran energi terbarukan 23% di 2025 dan 34% di 2030 sesuai target JETP,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (19/5).
Pertama, kapasitas PLTS Atap yang sebelumnya dibatasi 100% daya langganan, ke depannya tidak diberikan batasan sepanjang mengikuti kuota pengembangan PLTS Atap. Kuota ini akan disusun oleh Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) dan ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
Fabby menjelaskan, kuota kapasitas bisa menjadi hambatan untuk percepatan penambahan PLTS Atap jika tidak dikelola secara transparan dan diikuti dengan rencana perluasan jaringan dan kapasitas gardu oleh pemilik IUPTLU.
Baca Juga: Aturan Baru PLTS Atap, Pengajuan Permohonan Pemasangan Hanya Boleh pada Bulan Ini
“Rencana perluasan jaringan dan kapasitas gardu ini diperlukan supaya kuota tidak penuh dan mandek,” ujarnya.
Oleh karena itu perlu ada ketentuan dalam revisi Permen PLTS Atap bahwa persetujuan dari pemerintah (regulator) harus mensyaratkan pemilik IUPTLU menyampaikan usulan kuota dibarengi dengan rencana penambahan kapasitas gardu dan trafo untuk interkoneksi dengan PLTS Atap setiap tahun untuk 5 tahun mendatang.
Dengan demikian, bagi konsumen ada kepastian bahwa mereka bisa mendapatkan izin dan kuota jaringan sudah penuh tidak jadi alasan penolakan.
Poin kedua yang juga disoroti AESI ialah nilai kelebihan energi listrik dari sistem PLTS Atap Pelanggan ke Jaringan Pemegang IUPTLU ke depannya tidak diperhitungkan.
Menurut Fabby, terkait kelebihan listrik dari PLTS Atap yang ditransfer ke jaringan PLN tidak diperhitungkan sebagai pengurang tagihan listrik, akan mempengaruhi keekonomian PLTS Atap.
“Ini dapat membuat keekonomian PLTS Atap skala kecil untuk rumah tangga menjadi kurang menarik, tapi masih cukup menarik untuk industri dan bisnis yang memasang PLTS dengan order ratusan kW atau di atas MW,” terangnya.
AESI melihat revisi Permen ini merupakan upaya pemerintah mengakomodasi kepentingan PLN untuk mengatasi kelebihan listrik (over capacity).
Selain itu, ada satu poin revisi peraturan yang juga menjadi sorotan pelaku usaha mengenai permohonan menjadi Pelanggan PLTS Atap ke depannya dilakukan pada periode yang lebih teratur yaitu bulan Januari dan Juli.
AESI berharap setelah revisi Permen ESDM PLTS Atap tidak ada lagi alasan-alasan PLN untuk mempersulit izin PLTS Atap. Pihaknya juga meminta agar maksimal 1 bulan setelah peraturan ini disahkan, kuota per sub-sistem sudah disetujui dan diumumkan.
Baca Juga: Pengamat: Kebijakan Sektor Energi Maju Mundur, Dominan Dipengaruhi Faktor Politik
Kemudian proses perizinan secara transparan berbasis digital dan sesuai merit (first come first serve) sudah diberlakukan.
AESI juga meminta ada tim independen yang juga berisi wakil AESI dan asosiasi lain yang relevan untuk mengawasi pelaksanaan aturan ini.
Peminat Energi Surya Menyusut
Perkumpulan Pemasang PLTS Atap Seluruh Indonesia (PERPLATSI) menyatakan saat ini banyak perusahaan berguguran karena peminat pemasangan energi surya semakin menyusut.
Bendahara Umum PERPLATSI, Muhammad Firmansyah menjelaskan saat ini permintaan PLTS Atap merosot karena ketidakpastian kebijakan dan sulitnya untuk mendapatkan izin pemasangan.
Firmansyah menceritakan, pengajuan izin pemasangan PLTS Atap tidak kunjung selesai hingga lebih dari setahun lamanya. Dia mengajukan di bulan Februari dan Maret 2022, administrasi sudah lengkap, tetapi pihaknya tetap diminta menunggu karena ada birokrasi di PT PLN yang harus dilewati.
Baca Juga: Soal Kuota Pengembangan PLTS Atap, AESI Minta Transparansi Pemerintah
“Sebetulnya pelanggan melihat energi terbarukan itu bagus. Tetapi dengan kondisi saat ini mereka jadi enggan memanfaatkannya karena pengurusan izin yang rumit. Paradigma yang muncul seakan-akan kami ini dibuat susah,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (29/5).
Firmansyah memberikan gambaran, di 2020 peminat PLTS Atap sangat tinggi, dari 50 orang yang mengontak ada 30 yang jadi memasang. Tapi kali ini, setelah kebijakannya tidak jelas, hanya 5 orang yang berani memasang.
Akibat permintaannya yang semakin menyusut, banyak perusahaan pemasang (Engineering, Procurement, dan Construction/EPC) PLTS berguguran dan beberapa yang bertahan memilih untuk vakum dari bisnis ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News