Reporter: Adi Wikanto, Mona Tobing | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Layanan online kini semakin digandrungi. Selain mudah dan cepat, layanan digital berbasis internet biasanya menguntungkan dari sisi finansial karena lebih hemat bagi banyak pihak.
Di industri keuangan, khususnya di perasuransian, semakin banyak perusahaan menyediakan layanan online. Terutama di industri asuransi umum, PT Asuransi Adira Dinamika (Adira Insurance), PT Asuransi Astra Buana (Asuransi Astra) dan PT Asuransi AXA Indonesia (AXA GI Indonesia) sudah menggunakan e-commerce untuk jualan produknya.
Sedang di asuransi jiwa, layanan digital berbasis internet ini masih jarang. Perusahaan asuransi jiwa masih mengandalkan jalur pemasaran keagenan untuk mengumpulkan premi.
Wajar saja, sejauh ini jalur keagenan memang selalu berkontribusi terbesar dalam premi asuransi jiwa. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat perolehan premi asuransi jiwa sepanjang tahun 2015 mencapai Rp 132,74 triliun.
Dari jumlah itu, kontribusi agen asuransi terhadap perolehan premi asuransi jiwa mencapai 50%. Sedangkan, jalur bancassurance menyumbang 40% total premi dan sisanya 10% dari jalur alternatif, seperti telemarketing dan e-commerce.
Padahal, jalur keagenan memakan biaya terbesar dibandingkan jalur pemasaran asuransi yang lain. Di jalur keagenan, perusahaan asuransi harus merogoh kocek untuk perekrutan, pelatihan, hingga gaji rutin bulanan dan bonus.
Berbeda dengan jalur layanan lainnya seperti e-commerce, perusahaan hanya investasi untuk pembuatan aplikasi dan pengelolaan. “Dibandingkan dengan keagenan, kanal e-commerce bisa menghemat banyak biaya, penghematannya bisa mencapai 50%,” ujar Togar Pasaribu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI).
Menurut Togar, semakin efisien biaya perusahaan asuransi, premi yang dibayarkan nasabah juga semakin murah. Hal ini bisa menjadi stimulus bagi industri asuransi, penjualan bisa terdongkrak. Penetrasi asuransi jiwa yang selama ini berada di level 2% pun diyakini bisa meningkat.
Penghematan biaya yang berujung pada tarif premi lebih murah sudah dibuktikan oleh PT Central Asia Financial atau Asuransi JAGADIRI. Di Indonesia, hingga saat ini, JAGADIRI tercatat sebagai satu-satunya perusahaan asuransi jiwa yang menempuh jalur e-commerce untuk memasarkan asuransi.
Sebagai gambaran saja, berdasarkan simulasi pembelian asuransi kesehatan Jaga Sehat Keluarga di JAGADIRI, nasabah cukup bayar premi Rp 649.700 per bulan selama setahun, kita dan pasangan sudah dijamin asuransi kesehatan selama pembayaran premi.
Manfaat yang kita terima adalah santunan harian rawat inap akibat sakit atau kecelakaan Rp 900.000 per hari, santunan pembedahan maksimal Rp 18 juta, dan santunan harian rawat jalan Rp 500.000. Nasabah juga bisa mengajukan klaim polis per tahun maksimal Rp 270.000 juta.
Berdasarkan situs pembanding premi asuransi kesehatan, Cekpremi.com, Asuransi JAGA DIRI memang yang termurah dibandingkan kompetitor. Untuk contoh kasus yang sama seperti di atas, Cekpremi.com mencatat asuransi kesehatan keluarga dengan tarif yang mendekati Asuransi JAGA DIRI adalah Asuransi Sinarmas melalui produk SINARMAS Reventon IP 200 dengan premi Rp 852.216 per bulan.
Benefit bagi nasabah antara lain, untuk rawat inap Rp 200.000 per hari (maksimal 180 hari), di ICU Rp 1 juta per hari (maksimal 30 hari). Untuk rawat jalan, pembayaran klaim 100% sesuai kwitansi (maksimum sesuai limit).
Tabel perbandingan asuransi kesehatan keluarga termurah menurut situs pembanding asuransi, Cekpremi.com:
Asuransi | Sinarmas Reventon IP 200 | Lippo Insurance Healthplus Famiy 200 | JAGADIRI Jaga Sehat Plus Plan 1 |
Benefit | Rawat Inap & Rawat Jalan | Rawat Inap & Rawat Gigi | Rawat Inap & Penyakit Kritis |
Premi | Rp 852.216/bulan atau Rp 5.703.288/tahun | Rp 4.165.000/tahun | Rp 456.036/bulan (Tahunan diskon premi 10%) |
Reginald J. Hamdani, Chief Executif Officer (CEO) JAGADIRI bilang, selain mendapat premi paling murah, nasabah juga mendapat banyak keuntungan dari pemasaran asuransi berbasis internet. Jalur pemasaran ini dinilai lebih fair dan praktis ketimbang harus menggunakan jasa agen untuk setiap kebutuhan pemegang polis.
Nasabah tak perlu ribet antri di depan loket atau menunggu kedatangan agen membeli produk asuransi, cukup duduk masih sambil pegang smartphone atau komputer yang terkoneksi internet. Nasabah cukup mengisi di aplikasi dan membayar premi dengan kartu kredit, secara otomatis keanggotaan asuransi akan aktif.
Selain itu, Reginald mengaku, pemegang polis dimudahkan untuk urusan klaim. Jika tidak menggunakan fitur kartu cashless, nasabah dapat dengan mudah melakukan reimbursement dan bisa dobel klaim. “Caranya, tinggal foto kwitansi, isi form dan submit online, klaim akan kami bayar,” terang Reginald.
Dengan aplikasi yang ada di smartphone, pemegang polis bisa langsung mengajukan klaim. "Klaim tidak lagi lama. Selain itu lebih fair, karena premi yang dibayarkan tidak perlu membayar biaya akuisisi seperti membayar jasa agen," terang Reginald.
Ragu di e-commerce
Hendrisman Rahim, Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya mengakui, ada potensi besar di e-commerce asuransi. Namun, Jiwasraya masih ragu memanfaatkannya dan tetap mengutamakan jalur keagenan.
Menurut Hendrisman, penjualan asuransi di Indonesia masih berlangsung karena keterikatan emosional. Jadi agen menawarkan produk asuransi kepada orang karena saudara atau kenalan. Orang Indonesia belum dalam tahap membeli asuransi dengan cara mencari informasi sendiri.
Jiwasraya baru memanfaatkan e-commerce untuk promosi dan jualan produk. Namun, teknis pembelian polis asuransi masih berlangsung secara konvensional.
"Kami masih ragu dari sisi hukum untuk polis digital. Karena, transaksi di industri keuangan, baik bank maupun asuransi perlu tanda tangan basah, autentik," jelas Hendrisman.
Namun sebaliknya, Reginald tak setuju jika orang Indonesia hanya membeli asuransi karena keterikatan emosional. Dengan perkembangan zaman dan teknologi, sudah banyak orang Indonesia yang butuh perlindungan asuransi. “Dan pastinya, era yang serba canggih ini, nasabah tak mau lagi layanan yang ribet, butuhnya cepat dan mudah,” papar Reginald.
Oleh karena itu, papar Reginald, agar sukses berjualan asuransi secara online, Jaga Diri sengaja membuat produk yang spesifik untuk direct marketing dan digital. Produknya pun dibuat berdasarkan input dan pengalaman yang dirasakan oleh orang yang sudah punya asuransi, sedang mempertimbangkan untuk beli dan belum punya asuransi.
Dari input tersebut, kemudian diformulasikan produk asuransi yang mudah dipahami dan sesuai dengan kebutuhan. “Tak lupa, cara belinya yang mudah dan harga terjangkau,” tandas Reginald.
Untuk legalitas pembelian asuransi via e-commerce, Jaga Diri juga melakukan secara online. Jadi orang yang membeli harus tick konfirmasi persetujuan dan juga pernyataan sudah membaca syarat ketentuan dengan jelas.
Sebagai tambahan konfirmasi lagi, pembeli juga harus melakukan verifikasi dengan mengisi captcha. Ini untuk membedakan orang dengan mesin. Dan langkah akhir verifikasi adalah dengan konfirmasi via telepon yang direkam sebagai alat bukti sah secara hukum.
Togar menilai, seharusnya pelaku asuransi tak ragu lagi memanfaatkan e-commerce. "Sebenarnya, undang-undang sudah memperbolehkan polis elektronik, tapi memang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu meng-clear-kan apakah boleh ini berlangsung," ujar Togar.
Hendrikus Passagi, Senior Research Executive Departememt Strategic Policy Development OJK, mengakui, jalur pemasaran digital bisa menjadi solusi minimnya penetrasi asuransi di Indonesia. OJK pun sudah punya rencana, bagaimana agar layanan digital berkontribusi lebih besar terhadap industri asuransi.
Pengganti profesi sales
Konsultan marketing dan manajemen Daniel Saputra, bilang, pemasaran digital merupakan keharusan. Pasalnya, profesi sales pada periode mendatang akan terganti oleh teknologi.
Apalagi, layanan internet semakin cepat dan orang-orang sudah semakin memahami teknologi. Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh lagi terlambat memfasilitasi, segera buatkan payung hukumnya.
Bagi Daniel, pemasaran digital bisa menciptakan efisiensi biaya dan kecepatan transaksi. "Untuk membuat aplikasi hanya butuh Rp 30 juta, bandingkan bila harus membayar sales, berapa gaji bulanan yang rutin dibayar," terang Daniel.
Anthony Leong, pakar digital marketing Indonesia, berpendapat, mau tidak mau, suka tidak suka, dunia asuransi memang harus go online agar mudah diakses dan terbuka. Hanya saja, sebelum ada aplikasi khusus untuk pemasaran asuransi, alangkah baiknya ada sistem edukasi kepada masyarakat.
Edukasi ini menyangkut pentingya berasuransi, jenis asuransi, manfaat, hingga tata cara transaksi dan pencairan klaim. "Intinya usahakan terbangun engagement antara perusahaan asuransi dengan pengguna internet," kata Anthony.
Lalu, agar perusahaan asuransi bisa sukses memanfaatkan pemasaran digital, Daniel menyarankan, aplikasi e-commerce harus yang user friendly. Biaya-biaya yang ditanggung konsumen harus jelas. Begitu juga dengan manfaat yang bakal didapatkan nasabah haruslah pasti.
"Terakhir, meski layanan digital, tidak semua harus terkomputerisasi," tandas Daniel. Perusahaan asuransi wajib mempekerjakan orang sebagai customer service untuk menjawab dan membantu kesulitan nasabah.
Anthony menambahkan, untuk sukses pemasaran digital, perusahaan juga harus menggunakan jasa konsultan terbaik dan juga SDM yang profesional di bidangnya. Karena, sebelum perusahaan go online, haruslah diriset terlebih dahulu mengenai target market, interest dan behavior dari calon nasabah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News