Reporter: Barratut Taqiyyah, Mona Tobing, Noverius Laoli, Nur Imam Mohammad | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah saat ini tengah pusing tujuh memikirkan kenaikan harga beras. Tidak tanggung-tanggung, dalam kurun waktu singkat, kenaikan harga beras sudah mencapai 30%! Jika sebelumnya kenaikan harga beras hanya terjadi di wilayah Jakarta dan sekitarnya, sejak pekan lalu, kenaikan harga beras mulai merembet ke sejumlah daerah. Entah apa penyebabnya.
Sekadar informasi saja, per tanggal 24 Februari 2015, berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemdag), harga beras jenis medium di wilayah Jakarta dan sekitarnya di kisaran Rp 10.600 per kilogram (kg). Di tingkat nasional, harga sudah mencapai Rp 9.838 per kg. Di Jakarta, harga beras di tangan konsumen bisa lebih tinggi lagi. Di Pasar Induk Kramatjati, harga jual beras medium menyentuh Rp 12.000 per kg.
Sejatinya, kenaikan harga beras di awal tahun ini sudah diprediksi sejak November 2014. Diperkirakan, mulai Desember 2014 hingga Januari 2015, ketersediaan atau stok pangan bakal menipis seiring datangnya musim tanam. Sementara, musim panen raya telah lewat. Kondisi ini akan membuat harga pangan melonjak hingga 20% pada Februari mendatang.
Januari defisit beras
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir pada November 2014 memprediksi, harga beras naik 20% dari harga pokok penjualan (HPP). Misalnya, jika pada bulan November harga beras medium Rp 6.600 per kg nantinya bisa mencapai Rp 7.300 per kg sampai Rp 7.900 per kg. Plus harga gabah kering giling (GKG) di tingkat petani naik menjadi Rp 4.200 per kg sampai Rp 4.400 per kg dari Rp 3.300 per kg.
Dia juga memprediksi, pada Januari akan akan terjadi defisit beras. Luas area panen pada Januari diperkirakan sebesar 600.000 hektare (ha). Lahan panen baru meningkat ketika Februari menjadi 1,2 juta ha dan Maret 3 juta ha. Sisanya pada April sekitar 2,2 juta ha.
Jika dihitung selama empat bulan, akan ada panen sekitar 21,2 juta ton beras. Rinciannya, pada Januari 1,8 juta. Lalu Februari sebesar 3,6 juta ton dan Maret sebesar 9,1 juta ton. Terakhir April sebesar 6,7 juta ton.
Jika setiap bulan, kebutuhan nasional beras mencapai 3 juta ton. Artinya hanya pada Januari saja terjadi defisit beras. Itulah yang membuat harga beras pada Januari ini masih merangkak naik.
Prediksi itu terbukti. Bahkan kenaikannya sudah mencapai 30%. Kenaikan harga beras memicu spekulasi mengenai penyebab kenaikan harga beras. Salah satunya adalah pasokan beras yang minim akibat panen yang belum maksimal.
Stok beras aman
Penjelasan Winarno dibantah Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Amran memastikan bahwa stok beras nasional akan aman. Hal tersebut disampaikan disela-sela kunjungan kerjanya di Kab. Malang, Jawa Timur pada Rabu (25/2). Amran bahkan mengungkapkan, pada panen Januari saja, angka produktifitas lahan padi mengalami peningkatan dari 7 ton/ha hingga mencapai 11 ton/ha di Jawa Timur.
Amran bilang, “Kami berani katakan beras aman. Pertama, Januari kita panen 600.000 ha seluruh Indonesia, kalau produksi 7 ton per ha, itu berarti panen 4 juta ton gabah pada Januari, sementara kebutuhan nasional kita 2,3-2,5 juta ton per bulan. Gabah yang 4 juta ton tadi kalau dijadikan beras jadi 3,2 sampai 3,3 juta ton beras, berarti surplus.”
Pada Februari, lanjut Amran, akan ada panen padi seluas 1,24 juta ha dan jika dikalikan dengan 7 ton (angka produktifitas) jumlahnya bisa mencapai 7 juta ton lebih gabah. Jika akan menghitung jumlah seluruhnya, maka diitambah dengan 4 juta ton (Januari) menjadi 11 juta ton gabah dan kalau dijadikan beras bisa mencapai 8 juta ton. Berarti 2 bulan kebutuhan beras nasional terpenuhi. “Masa kritisnya ini kan Januari dan Februari” terang Amran.
Amran kembali menjelaskan bahwa saat ini stok beras di Bulog mencapai 1,4 juta ton beras, yang jika ditambahkan dengan 8 juta ton beras di bulan Februari, maka total akan mencapai 9,4 juta ton beras. Belum lagi jika ditambah stok beras di pabrik, gudang- gudang pengumpul seluruh Indonesia sekitar 1,2 juta ton. “Total bisa mencapai 11 juta ton, sekarang rumah tangga di seluruh Indonesia ada 67 juta rumah tangga, kalau ada 20 kg saja dikali dengan 67 juta sama dengan 12 juta ton. Berarti sudah ada 12 juta ton per hari ini,” terang Amran.
Amran mengungkapkan, masalah dari naiknya harga beras di Jakarta adalah karena pendistribusian yang kurang baik. Sebagai catatan, harga gabah di tingkat petani Ngawi, Jawa Timur adalah Rp. 4500/Kg, sedangkan untuk menjadi beras harganya sekitar Rp. 6.500. Berbeda dengan harga beras di DKI Jakarta yang bisa mencapai Rp. 12.000.
Lalu apa yang terjadi di balik kenaikan harga beras?
Benarkah ada mafia beras?
Menteri Perdagangan Rachmat Gobel sepakat dengan Menteri Amran. Dia bahkan mengendus, ada masalah besar dalam pendistribusian beras. Para pedagang nakal sengaja menimbun beras atau mengoplos beras milik Badan Urusan Logistik (Bulog) dengan beras merek lain, serta menjualnya dengan harga lebih tinggi. Maklum, selama ini, 80% distribusi beras Bulog dikucurkan ke pedagang di Pasar Induk Cipinang.
Lantaran itu pula, sejak awal Februari lalu, Bulog menghentikan pasokan beras ke pasar Induk Cipinang. Aneh bin ajaib, masih ada beras Bulog sebanyak 1.800 ton masuk ke Pasar Cipinang yang dikirim orang pribadi.
Dengan fakta itu, Rachmat melihat ada permainan di balik kenaikan harga beras. Saat operasi pasar 18 Februari 2015 lalu di Kawasan Cakung, Bulog menemukan beras oplosan yang ditimbun di gudang milik salah satu pedagang besar. "Saya sudah memberikan peringatan keras ke pedagang ini," ujarnya, Senin (23/2).
Tanpa menyebut detail siapa saja para pelaku mafia beras, Rachmat menuding, tujuan akhir mafia itu adalah memaksa pemerintah membuka kran impor beras agar harga beras turun. Pasalnya, pemerintah konsisten bahwa stok beras aman sehingga impor tak diperlukan.
Salah seorang pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang yang enggan diungkap identitasnya membenarkan, ada peran mafia beras yang menyebabkan harga beras tinggi. Bahkan, tindakan ini sudah masif. Beberapa oknum pedagang di pasar itu mencampur beras Bulog, lalu menjualnya dengan harga lebih tinggi.
Aksi ini terjadi karena selama ini, Bulog hanya menyalurkan beras lewat PT Food Station Tjipinang Jaya. "Permainan harga beras sudah seperti kartel karena dilakukan oleh banyak pemain dengan modus serupa," ujarnya kepada KONTAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News