kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Tiga skenario harga minyak di 2016


Senin, 28 Desember 2015 / 13:52 WIB
Tiga skenario harga minyak di 2016


Sumber: CNBC,Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

SINGAPURA. Harga kontrak minyak dunia sudah mencatatkan reli lebih dari 8% pada pekan lalu. Saat ini, harga si emas hitam masih diperdagangkan mendekati level terendahnya sejak 2004 lalu.

Banyak analis yang meramal harga minyak dunia tidak akan pulih hingga akhir 2016. Analis energi, Tom Kloza, salah satunya. Menurutnya, reli harga minyak yang terjadi beberapa waktu terakhir tidak akan berlangsung lama.

"Saya memprediksi, reli yang terjadi merupakan reli yang tidak masuk akal. Harga minyak akan menguji level terendahnya pada Februari, Maret, saat kilang minyak melakukan perawatan mesin," jelasnya.

Kloza meramal, harga minyak tahun depan akan kembali menguji level Desember 2008 di kisaran US$ 32,40 hingga US$ 33. "Saya memprediksi harga minyak tidak akan bergerak di bawah itu. Namun, kita tak akan pernah tahu," katanya.

Kloza juga menguraikan, harga minyak membutuhkan waktu lama untuk pulih.

"Saya rasa, ada sedikit harapan harga minyak akan kembali bullish. Kira-kira harga minyak akan berada di kisaran US$ 50 atau lebih. Dan itu baru mungkin terjadi pada akhir 2016," imbuhnya.

Harga minyak dapat naik dalam jangka pendek jika terjadi masalah seperti ketegangan geopolitik atau serangan ISIS terhadap ladang minyak yang menyebabkan ancaman terhadap produksi minyak.

Bisa sentuh US$ 20

Sebelumnya, Goldman Sachs Group Inc memangkas target harga minyak pada tahun ini. Alasannya, suplai minyak dunia yang melimpah masih akan terus berlanjut hingga 2016 seiring dengan kenaikan produksi minyak OPEC. Bahkan, hal itu juga dapat menekan harga minyak ke level US$ 20 per barel.

Untuk tahun ini, Goldman memangkas estimasi harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) menjadi US$ 45 per barel dari proyeksi Mei di level US$ 57.

Selain itu, Goldman juga mengurangi prediksi harga minyak Brent menjadi US$ 49,50 per barel dari sebelumnya US$ 62.

"Suplai minyak di pasar semakin melimpah dari prediksi sebelumnya. Dan saat ini kami memprediksi surplus produksi akan terus berlanjut hingga 2016. Mengingat suplai yang melimpah, kami menurunkan prediksi harga minyak sekali lagi," jelas analis Goldman termasuk di antaranya Damien Courvalin.

Jika produksi minyak tidak juga melambat, Goldman melihat adanya potensi harga minyak bisa ambles ke level US$ 20 per barel.

"Penurunan tersebut bisa membantu mendorong keseimbangan tingkat suplai dan permintaan untuk minyak," kata Goldman.

Sekadar informasi, harga minyak di New York sudah merosot lebih dari 25% dari posisi tertinggi pada Juni akibat suplai minyak yang melimpah.

Prediksi bullish

Di sisi lain, ada pula analis yang meramal bullish untuk harga minyak tahun depan. Menurut Mark Jolley, equity strategist CCB International Securities di Hong Kong, harga minyak akan rebound tahun depan.

Jolley beranggapan, penurunan minyak yang terjadi sebagian besar akibat fenomena cuaca El Nino yang menyebabkan musim dingin tak seberat biasanya.

"Satu hal yang dilupakan banyak orang adalah setiap perusahaan yang tercatat di pasar saham yang memiliki utang dalam mata uang dollar membayar utangnya saat ini. Sehingga, itu yang menyebabkan banyak mata uang yang melemah," paparnya.

Jolley menambahkan, pasar minyak juga sangat dipengaruhi penguatan dollar. Seperti yang diketahui, komoditas berdominasi dollar acap kali bergerak melawan arus dengan arah dollar.

"Sehingga, salah satu alasan mengapa harga minyak rendah adalah karena cuaca. Ini juga berarti tekanan terhadap minyak yang terjadi saat ini bersifat musiman. Ini akan segera berlalu," papar Jolley.

Tiga skenario harga minyak

RBC Capital Markets' Global Head of Commodity Strategy Helima Croft mengungkapkan, ada tiga skenario yang berpotensi terjadi bagi harga minyak WTI tahun depan.

Pertama, skenario bullish di mana terjadi pengurangan cadangan minyak yang mencapai 1 juta barel. Kondisi ini bisa memacu harga minyak bergerak ke kisaran US$ 60 per barel.

Kedua, skenario terburuk yang melibatkan produksi minyak besar-besaran dari OPEC, Arab Saudi, Iran dan Libya di pasar minyak. Tak pelak hal ini menyebabkan harga minyak akan tergerus kian dalam.

"Jika Anda memprediksi harga minyak rata-rata WTI di level US$ 30-an dan terendah di kisaran US$ 40-an, maka itu merupakan skenario bearish terburuk harga minyak," jelas Croft.

Ketiga, ada skenario lain yakni terciptanya keseimbangan pasar minyak pada paruh kedua 2016.

"Basis kami untuk kasus ini, harga minyak WTI akan berada di kisaran US$ 52," jelasnya.

Dampaknya bagi Indonesia

 

Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo berpendapat, penurunan harga minyak memunculkan dua skenario bagi Indonesia. Sebagai importir minyak, harga minyak yang murah berefek positif bagi ekonomi Indonesia.

"Ekonomi akan mendapatkan tenaga ekstra dari penurunan ini," ujar dia kepada Kontan Minggu (13/9).

Persoalannya, di sisi lain, kultur di Indonesia sangat buruk terkait harga minyak. Sewaktu harga BBM turun, inflasi tak ikut turun. Tapi ketika harga BBM naik, harga barang ikut naik. "Kultur ini perlu diubah," tegas Satrio.

Prediksi Satrio, harga minyak bertahan di level support saat ini US$ 42 per barel. Skenario terburuknya, harga minyak jatuh ke level US$ 30 per barel.
"Untuk jatuh ke posisi US$ 20 per barel, masih sulit," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×