kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Serangan siber menelan biaya hingga US$ 121 miliar


Senin, 17 Juli 2017 / 17:33 WIB
Serangan siber menelan biaya hingga US$ 121 miliar


Reporter: Mona Tobing | Editor: Dessy Rosalina

LONDON. Risiko bencana buatan manusia rupanya memiliki ancaman yang lebih besar daripada bencana alam. Llyod of London, perusahan asuransi asal Inggris menyebut serangan siber secara global dapat menelan biaya ekonomi global hingga US$ 121 miliar.

Kerugian tersebut setara dengan ongkos bencana alam seperti: Badai Katrina dan Badai Sandy. Laporan Llyod terkait serangan siber ransomware atas sejumlah rumah sakit dan perusahaan di 100 negara pada dua bulan lalu, berisikan bahwa ancaman siber memiliki risiko besar bagi berjalannya bisnis dan pemerintahan dalam beberapa dekade berikutnya.

Serangan tersebut telah membawa kerugian total pada sistem layanan penyedia komputasi sebesar US$ 53 miliar. Adapun kerugian sebesar US$ 28,7 miliar terhadap sistem operasi komputer yang dijalankan oleh sejumlah besar bisnis di seluruh dunia.

Meski tidak ada kepastian rata-rata kerugian maya yang disebabkan virus wanna cry tersebut. Namun nilainya ditaksir mencapai US$ 121 miliar atau angka paling rendahnya sebesar US$ 15 miliar.

Atas kerugian tersebut, Llyod menyatakan bahwa risiko serangan siber lebih besar daripada bencana alam. Sebagai contoh kerugian yang terjadi sepanjang Bencana Badai Katrina pada tahun 2005 yang nilainya mencapai US$ 108 miliar.

Sementara dari Badai Sandy pada tahun 2012 menyebabkan kerugian ekonomi antara US$ 50 miliar sampai US$ 70 miliar. Chief Executive Llyod's Inga Beale mengatakan sama seperti peristiwa bencana alam, serangan siber dapat menyebabkan dampak parah pada bisnis dan ekonomi.

"Serta memicu adanya kenaikan klaim secara dramatis," ucap Beale yang dikutip The Guardian, Senin (17/7).
 




TERBARU

[X]
×