kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

RFID, program besar yang dijalankan setengah hati


Sabtu, 21 Desember 2013 / 20:36 WIB
RFID, program besar yang dijalankan setengah hati
ILUSTRASI. IHSG menguat di awal perdagangan hari ini (4/8)


Reporter: Hendra Gunawan, Dea Chadiza Syafina, Noverius Laoli, Emma Ratna Fury | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Tahun 2013 akan berakhir dalam hitungan hari. Namun sampai saat ini program pemasangan radio-frequency identification (RFID) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina masih berjalan lambat.

Padahal PT Pertamina dan PT Inti selaku operator pemasangan RFID awalnya menargetkan mampu memasang RFID pada 1 juta unit mobil di wilayah Jakarta sebelum tahun 2013 berakhir.

Namun buktinya dilapangan, sampai dengan Jumat (20/12) baru sekitar 135.000-an unit mobil yang terpasang RFID. Pertamina dan PT Inti pun mengkoreksi targetnya menjadi Maret 2014 untuk merealisasikan pemasangan RFID pada 1 juta unit mobil di wilayah Jakarta. Diprediksikan target itupun akan sulit direalisasikan.

Lihat saja saja realisasi pemasangan RFID yang sudah dimulai pada September 2013 hingga Jumat (20/12) kemarin, baru terpasang 135.000-an unit. Itu artinya dalam 4 bulan PT Inti hanya mampu memasang sekitar 15% dari target 1 juta unit. Sedangkan Maret 2014 hanya berselang 3 bulan dari sekarang.

Minimnya petugas dan lokasi pemasangan dituding jadi biang keladinya. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik pun gerah dengan pemasangan RFID yang lambat ini. Ia bahkan meminta PT Pertamina untuk mempercepat pamasangan RFID dengan memperbanyak petugas pemasang RFID.

Menurutnya, jika selama ini ada sekitar 10 orang yang memasang RFID, maka Pertamina harus menambahnya menjadi 30 orang. Apalagi, pemasangan RFID ini, tidaklah sulit. Sehingga tidak perlu berpikir panjang atau ragu-ragu untuk menambah personil. "Saya minta diperbanyaklah tenaga untuk itu. Kita punya banyak orang yang perlu pekerjaan," tutur Jero (11/12).

Jero pun meminta Pertamina untuk tidak terlalu pelit dan takut mengeluarkan biaya yang besar untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, percepatan pemasangan RFID juga turut membantu pemerintah memantau pemakaian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tepat sasaran

"Jangan ragu-ragu, jangan pelit-pelit, rekrutlah teman-teman yang lulusan SMA untuk pasang-pasang sehingga mereka dapat pekerjaan, dan antrian berkurang," ujar Jero.
 
Tak hanya Menteri yang mengeluh. Para pengguna mobil pun demikian. Sistem pemasangan yang di gunakan oleh PT Inti pun sepertinya berbelit-belit. Para pengguna mobil diminta untuk mendaftar terlebih dulu, baru alat RFID dipasang sesuai hari yang ditentukan kemudian. Strategi tersebut ditempuh PT Inti untuk mengurangi penumpukan kendaraan di SPBU yang membuat macet jalanan sekitar SPBU.

Namun lagi-lagi pemilik kendaraan yang dikorbankan. Basuki misalnya. Pemilik mobil jenis Avanza berkelir hitam ini, harus sampai datang dua kali dan menunggu lama agar RFID terpasang di mobilnya. Begitupun dengan Daniel pengguna Toyota Vios keluaran tahun 2005 yang harus empat hari menyempatkan diri bolak balik SPBU untuk memasang RFID.

Baik Basuki maupun Daniel khawatir jika tidak memasang RFID, mobilnya tidak bisa menenggak bensin premium lagi. "Yang penting sekarang saya pasang dulu. Masalah nanti dipakai atau tidak oleh pemerintah itu urusan belakangan. Jangan sampai saya ketinggalan pasang," tutur Daniel, pegawai swasta yang biasa ngantor di kawasan Rasuna Said.

Selain itu, yang dikeluhkan pemilik mobil tidak setiap SPBU yang ditunjuk sebagai lokasi pemasangan RFID buka pelayanan pemasangan setiap hari. Ada kalanya mereka tutup. Sehingga membuat pemasangan RFID menjadi lebih lambat.

Andi Nugroho, Manager Sosialisasi Sistem Monitoring dan Pengendalian BBM (SMPBBM) PT Inti tak menapik hal tersebut. Menurutnya Saat ini PT Inti memiliki 51 posko pemasangan RFID. Namun dalam implementasinya hanya sekitar 40 posko yang beroperasi, karena ada beberapa SPBU yang menyebabkan antrian atau kemacetan jika pemasangan dilakukan di hari-hari kerja.

Jemput bola

Sejatinya menurut Andi, PT Inti tidak hanya membuka posko pemasangan RFID di SPBU-SPBU saja, tetapi juga membuka posko di tempat lain. Seperti di perkantoran, mall, hingga kompleks perumahan. Dengan begitu diharapkan bisa mempercepat pemasangan RFID.

Caranya tinggal mengunjungi website PT Inti atau telpon ke nomor yang disediakan. Syarat yang harus dipenuhi untuk pemasangan di lokasi yang di inginkan pemilik kendaraan, yakin minimal ada 200 unit kendaraan.

Namun sebelum dilakukan pemasangan secara kolektif, terlebih dulu PT Inti meminta data kendaraan yang akan dipasangi RFID. Pasalnya kata Andi,
terdapat lima varian RFID dengan diameter RFID mulai dari 70 mm sampai 110 mm. Hal itu dikarenakan setiap kendaraan berbeda lingkar diameter yang digunakan. "Masing-masing kendaran beda ukurannya, jadi jangan sampai sudah nunggu, tapi alatnya tidak ada yang sesuai," kata Andi.

Rencananya di tahun depan, PT Inti juga akan menambah jumlah posko resmi pemasangan RFID secara bertahap menjadi 300 posko. Selain itu, jumlah petugas juga akan ditambah dari 3 orang menjadi 6 orang di setiap posko. "Tambah posko pasti tambah orang juga, kami harus lakukan training dan kualitas pemasangan yang sebenarnya memakan waktu," ungkap Andi.

Menurut Andi, secara teknis pemasangan RFID tidak begitu sulit, dan mudah dipelajari. Namun tetap butuh waktu untuk pemahaman si petugasnya pemasangan. Meski begitu ia menghimbau agar pemilik kendaraan jangan meminta RFID ke petugas dan coba-coba untuk memasangnya sendiri.

Gandeng ATPM

Sejatinya, untuk memudahkan dan mempercepat pemasangan RFID, PT Inti bisa saja menggandeng Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) kendaraan untuk memasangkan RFID di setiap kendaraan yang baru diproduksi. Seperti diketahui setiap bulan, rata-rata APTM menjual sebanyak 100.000 unit mobil.

Tetapi sayangnya para ATPM belum ada rencana untuk memasang RFID pada mobil baru yang dijual ke konsumen. "Secara detilnya kami belum tahu, sehingga kami belum ada rencana ke situ," kata Rahmat Samulo, Direktur Marketing Toyota Astra Motor, beberapa waktu lalu.

Hal senada juga diungkapkan oleh Jonfis Fandy, Marketing and Aftersales Director PT Honda Prospect Motor (HPM). Menurut Jonfis, karena aturannya belum jelas, sehingga HPM belum akan ikut memasang RFID pada setiap mobil yang dipasarkan.

Andi pun mengakui bahwa kerjasama dengan ATPM saat ini baru sebatas penjajakan. Pasalnya ATPM sendiri butuh instruksi lebih jelas dari Kementerian terkait. Saat ini pemasangan RFID baru berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pengendalian BBM Bersubsidi.

Lain lagi kata Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Menurutnya jika mobil keluaran baru dan mobil mewah ikut memasang alat monitoring BBM bersubsidi tersebut adalah salah sasaran atau sia-sia.

Bambang mengakui bahwa memang belum ada aturan yang melarang pemasangan RFID pada mobil baru dan mobil mewah. Untuk itu ia menghimbau kepada para pemilik mobil baru dan mobil mewah untuk tidak turut memasang RFID.

"Sekarang belum ada aturannya. Maksud saya, mesti ada semacam himbauan moral bahwa RFId itu adalah dalam rangka mengendalikan BBM bersubsidi, jadi seharusnya yang memakai atau yang memasang adalah yang membutuhkan BBM bersubsidi," kata Bambang (4/12).

Bambang menjelaskan jika mobil tidak dipasangi RFID, maka mobil tersebut tidak dapat menggunakan BBM bersubsidi. Sebab, alat RFId dilengkapi sistem yang dapat mengeluarkan BBM bersubsidi di pusat pengisian bahan bakar. Artinya tanpa gelang RFID, maka nozzel di dispenser SPBU Pertamina akan menolak mengeluarkan bensin jenis premium.

"Kalau RFID ada di mobil mewah, artinya dia bisa menerima BBM bersubsidi. Misalnya mobil mewah tidak menggunakan RFID tapi mencoba mengisi BBM bersubsidi, maka tidak akan bisa," jelas Bambang.

Kendati belum ada aturan yang melarang mobil mewah dan mobil baru memasang RFID, namun menurut Bambang, pemasangan RFId masih bisa digunakan untuk mengendalikan volume BBM bersubsidi. Karena jika penggunaan telah mencapai kuota, maka BBM bersubsidi tidak dapat diakses.

"Tetapi paling tidak, RFID sendiri bisa mengendalikan volume, jadi orang tidak melakukan konsumsi yang berlebihan. Paling tidak langkah itu bisa membantu dari segi menjaga volume, 48 juta kiloliter tidak terlewati," ucap Bambang.

Bisnis jumbo

Terlepas dari itu, PT Inti akan terus menggenjot pemasangan RFID. PT Inti akan tetap mengimpor RFID dari sejumlah produsen di luar negeri. Hingga total RFID yang terpasang mencapai 100 juta unit. "Kami mengimpor dari beberapa produsen karena tidak produsen di negara manapun yang bisa mempruduksi sebanyak itu dalam waktu singkat," kata Andi.

Menurut Andi, setelah Jakarta terpasang 1 juta unit, pihaknya akan langsung memasang RFID di kendaraan yang ada di Kalimantan, Sumatera dan juga pulau Jawa. "Akan jalan bareng antara Jawa dan luar Jawa. Pemasangannya akan lebih mudah karena kami sudah punya pengalaman di Jakarta," katanya.

Bagi PT Inti, program pemerintah ini merupakan bisnis jumbo. Tak hanya skalanya yang nasional, tapi potensi pendapatan yang bakal diraup juga sangat besar. Jika RFID sudah terpasang dan program monitoring sudah dijalankan, maka PT Inti akan mendapatkan fee Rp 18 untuk setiap liter yang dikeluarkan Pertamina atau digunakan oleh mobil pengguna RFID.

Fee tersebut akan naik lagi ketika pemerintah menaikkan status monitoring menjadi pengendalian BBM subsidi dimana Inti akan memperoleh fee Rp 20,74 per liter. Sebagai gambaran, di tahun 2013 ini pemerintah menyediakan premium yang disubsidi sekitar 30 juta kiloliter dan solar subsidi sekitar 15,7 juta kiloliter.

Dengan potensi sebegitu besar, harusnya PT Inti mampu menggenjot pemasangan RFID sesuai target yang ditetapkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×