kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45937,00   8,64   0.93%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Perang suku bunga rendah KPR kian memanas


Senin, 10 Desember 2012 / 13:38 WIB
Perang suku bunga rendah KPR kian memanas
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (25/6/2021). Pada penutupan sesi I, IHSG terpantau menguat 36,24 poin ke level 6.050, atau naik 0,62 persen di tengah melonjaknya angka kasus positif COVID-19. ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj.


Reporter: Dyah Megasari, Annisa Aninditya Wibawa |

JAKARTA. Perang yang paling dinanti oleh masyarakat sudah tiba. Bukan konflik senjata, perang yang dimaksud adalah persaingan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang makin rendah. Siapa yang nyana, bunga KPR tahun ini berhasil mencapai angka single digit setelah di tahun-tahun sebelumnya selalu di atas 10%.

Di tengah ancaman bubble properti, persaingan di segmen ini justru makin ketat. Perbankan berlomba-lomba menawarkan paket bunga rendah melalui papan reklame yang terpampang di jalan-jalan protokol Jakarta.

Ambil contoh, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang menawarkan bunga KPR sebesar 6,75%. Tentu saja, bunga rendah yang dimaksud tersebut diberikan fixed (tetap) selama beberapa tahun saja. (Lihat tabel). Jika masa kesepakatan tersebut habis, bank menerapkan bunga floating (mengambang) atau mengikuti mekanisme bunga pasar hingga cicilan kredit rumah nasabah lunas.

Para bankir mengaku, penerapan suku bunga rendah di awal tahun cicilan adalah strategi bank untuk menggaet nasabah properti pasca regulasi Bank Indonesia (BI) yang menetapkan minimal uang muka sebesar 30% dari harga rumah. Sejak aturan ini berlaku 15 Juni 2012, bank langsung memutar otak agar bisnis KPR tak surut.

Salah  satu bank yang paling agresif menawarkan suku bunga KPR single digit adalah PT Bank Central Asia Tbk (BCA/BBCA). Jika di awal tahun bank yang terafiliasi dengan Group Djarum ini menetapkan bunga KPR fixed 9% untuk 2 tahun pertama, mulai Oktober lalu BCA berani memberikan bunga KPR 8,5%. Bahkan bunga rendah tersebut diberikan fixed selama 5 tahun.

Direktur Konsumer BCA, Henry Koenaifi berterus terang, berkat tawaran bunga KPR yang landai tersebut, pertumbuhan penyaluran KPR selama sembilan bulan pertama berhasil 5% lebih tinggi dari target yang dipatok yakni sebesar 25%.

"Tahun ini porsi KPR BCA mencapai 16% dari total kredit bank. Rinciannya, sekitar Rp 40 triliun dari Rp 250 triliun," jelasnya. Tahun depan, BCA berharap pertumbuhan penyaluran KPR minimal tumbuh 20%.

Tenor bunga fixed melebar

Seolah tak mau kalah dengan bank swasta, institusi keuangan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI/BNI) juga menggelar promo serupa. Kecenderungan yang bisa disimpulkan adalah, perang semakin berkobar tatkala bank tak memberlakukan bunga fixed selama 2 tahun. Melainkan dengan waktu yang lebih lama yakni 5 tahun. Bunga ringan diberikan lebih lama dan lebih rendah, siapa yang tidak tergiur?

Dari yang sebelumnya bertengger di level 9%-an, BNI menurunkan suku bunga KPR-nya melalui promo yang dinamakan BNI Griya Bunga Cantik. Promo ini dibagi menjadi 3 tipe dengan suku bunga dan jumlah pinjaman berbeda. Tipe pertama yaitu suku bunga 6,99 % fixed 2 tahun untuk pinjaman lebih dari Rp 1 miliar. Tipe kedua yaitu 7,49% dengan pinjaman Rp 500 juta - Rp 1 miliar. Dan tipe ketiga 8,49 % dari Rp 250 miliar - Rp 500 juta.

Sejak menggeber bunga rendah per 1 Oktober lalu, Vice President Consumer and Retail Lending BNI, Indrastomo Nugroho mengaku, bahwa total kredit KPR sudah di atas Rp 1 triliun. Ia yakin, angka ini bahkan masih bisa meningkat karena promo tersebut masih berlangsung hingga akhir Desember.

Selain promo tersebut, BNI juga memiliki KPR reguler untuk pinjaman lebih besar dari Rp 500 juta dengan suku bunga 8 % fixed selama 5 tahun. Tapi jangan kaget, setelah era fixed berakhir, nasabah akan dikenai bunga yang berbeda jauh yakni 13% secara floating.

Indrastomo mengamati, ketimbang reguler, nasabah di BNI lebih banyak mengajukan pinjaman lewat promo BNI Griya Bunga Cantik. Kecenderungannya, nasabah lebih menyukai peminjaman bunga rendah walaupun untuk term pendek, dibanding bunga lebih tinggi dengan term panjang.

“Padahal bedanya hanya 1 %, tapi lebih stabil untuk 5 tahun,” ucapnya saat dihubungi Kontan.

Perlu diketahui, pasca aturan DP dari BI berlaku, penyaluran KPR BNI sempat turun di bulan Juli 2012. Jika penyaluran sepanjang Juni mencapai Rp 1 triliun, masuk semester II BNI hanya menyalurkan Rp 800 miliar. Penurunan paling signifikan terjadi pada rumah yang harganya di bawah Rp 1 miliar atau sekitar Rp 750 juta.

Dalam periode tersebut, total penyaluran KPR BNI mencapai Rp 22 triliun. Naik signifikan karena akhir 2011, outstanding tersebut masih sebesar Rp 18 triliun. Indra yakin, dengan perkembangan seperti ini BNI optimis penyaluran kredit pemilikan rumah dapat mencapai target yang telah ditetapkan bahkan melebihi patokan awal.

"Sampai akhir tahun setidaknya bisa naik 30% dari Rp 18 triliun menjadi Rp 24 triliun," harap Indrastomo.  

Nama Bank Fixed Floating Jangka Waktu Maksimal
BCA 8,5 % (5 tahun) Mengikuti pasar  
BNI 8 % (5 tahun) Mengikuti pasar 20 tahun
BJB 7,29 % (2 tahun) Mengikuti pasar 15 tahun
Bank Mandiri 6,75 % (2 tahun) 9,75 %  
BTN 7,49 % (2 tahun) Mengikuti pasar 25 tahun

Bubble jauh, bunga rendah masih berlanjut

Pengamat properti, Panangian Simanungkalit, menilai, penawaran suku bunga rendah ini bakal membuat bisnis properti booming di akhir tahun. Bank masih akan bersaing ketat dalam menggaet nasabah. Apalagi, dengan mengacu BI rate yang diperkirakan masih akan tetap di 5,75%, bank dipastikan belum akan melambungkan bunga KPR di tahun-tahun selanjutnya.

"Permintaan pasti akan membeludak," ujarnya. Ia memprediksi, pertumbuhan bisnis ini akan naik 13% di tahun depan dari Rp 95 triliun menjadi Rp 115 triliun. "Kebijakan BI menerapkan loan to value (LTV) 70% tidak akan menghambat orang untuk berburu properti. Hal itu hanya memacu orang mengumpulkan uang lebih banyak untuk mendapatkan KPR," jelasnya.

Meski persaingan bunga rendah makin memanas dan bisa membuat masyarakat berbondong-bondong mengajukan kredit ke bank, ia yakin hal tersebut tidak menyebabkan bubble properti.

"Indonesia tidak perlu takut akan adanya bubble properti yang pada akhirnya merusak harga pasar," ujarnya. Menurutnya, bubble dapat terjadi karena overheating akibat ekspansi kredit. Ciri-ciri pertama ledakan harga properti adalah suku bunga yang naik.

“Di sini kecenderungannya malah turun,” tukasnya. Kedua, non-performing-loan (NPL) beranjak naik dan di luar batas. Level saat ini sebesar 2% dirasa masih aman. Ketiga, kredit properti melampaui 20% dari kredit nasional.

“Saat ini belum sampai 15%,” tandasnya. Jadi menurutnya, penerapan suku bunga rendah masih wajar dan belum mengancam ledakan sektor properti.

Perencana Keuangan: Nasabah harus cermat

Tentu saja sebagai nasabah jangan dengan mudah tergiur dengan tawaran perbankan. Tetap saja harus kritis di awal membeli daripada menyesal belakangan.

Perencana keuangan, Ligwina Poerwo-Hananto melalui kiat kocek di Kontan berpendapat, jika ada satu utang yang diizinkan dalam perencanaan keuangan, maka utang itu adalah dalam bentuk utang rumah atau kredit kepemilikan rumah (KPR). Sebab, tak banyak orang mampu membeli rumah dengan duit kontan.

Nah, bagaimana memilih KPR yang baik?

"Sulit dijawab, setiap bank punya program KPR, dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing," ujarnya. Tapi, dalam penilaian Ligwina, tentu ada beberapa hal teknis yang perlu dicermati.

Fixed versus floating, saat bunga KPR diatur fixed tentu yang merasa sangat dibantu adalah para nasabah. Sedikit kilas balik, pada 2008, saat suku bunga naik di kuartal IV sebagai reaksi terhadap krisis global, ada beberapa nasabah mengeluhkan betapa mereka harus berhadapan dengan bunga KPR floating dari 9% per tahun menjadi 16% per tahun. Tentu ini sangat berdampak pada cicilan bulanan mereka.

Tapi, ada yang harus diwaspadai. Saat sebuah bank menawarkan bunga fixed 1 tahun, tak ada perjanjian apa pun yang menyatakan di tahun kedua bunga akan floating sesuai suku bunga yang berlaku di pasaran.

Kenyataannya, banyak bank memberlakukan bunga floating di tahun kedua jauh di atas bunga acuan. Akibatnya, banyak nasabah mengeluh terkena bunga sangat tinggi di tahun kedua dan selanjutnya. Sementara, bank yang memberlakukan bunga floating terlihat tidak menarik.

"Padahal, secara historis, bank yang tidak memberlakukan bunga fixed adalah bank yang paling sedikit menerapkan fluktuasi bunga," jelas Ligwina. Jadi, menanggapi gencarnya promo bunga rendah dari bank, Ligwina mengingatkan agar nasabah memperhatikan sistem perhitungan bunga yang berlaku pada setiap bank.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×