kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pengusaha soroti praktik PP 36 pasca-amnesti


Kamis, 21 September 2017 / 20:18 WIB
Pengusaha soroti praktik PP 36 pasca-amnesti


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap sebagai Penghasilan. Aturan ini adalah turunan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty.

Dalam naskah peraturan itu, bagi wajib pajak yang mengikuti amnesti pajak, PP ini berlaku atas harta bersih yang belum atau kurang diungkap, termasuk bagi wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan pengalihan dan/atau repatriasi harta.

Sementara bagi wajib pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak, PP ini menyasar harta bersih yang belum dilaporkan dalam SPT PPh.

Ketua Bidang Perpajakan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Prijo Handojo melihat bahwa menarik untuk mencermati praktik dari PP ini. Pasalnya, butuh waktu setidaknya tahun depan apabila Ditjen Pajak mengharapkan data yang belum dilaporkan di SPT (surat pemberitahuan) maupun di SPH (surat pernyataan harta), baik dari bank dan lembaga keuangan lainnya.

“Dari mana DJP memperoleh data yang belum dilaporkan di SPT maupun di SPH? Kalau mengharapkan dari bank dan lembaga keuangan lainnya, data baru akan diperoleh bulan Februari 2018. Kalau mengharapkan dari AEoI, baru akan diperoleh setelah September 2018,” kata dia kepada KONTAN, Kamis (21/9).

Oleh karena itu, menurut Prijo, PP ini tidak dapat dipakai menutup kekurangan penerimaan pajak tahun 2017. Ia mengatakan, karena itu pula DJP mengimbau wajib pajak untuk membetulkan SPT mereka.

“Pertanyaannya, apakah setelah membetulkan akan dikenakan denda atau tidak,” kata dia. Hal ini kemudian menurutnya berkaitan dengan opsi second window atau pengampunan sanksi terhadap wajib pajak yang belum jujur ikut amnesti pajak atau tidak ikut amnesti pajak.

Dengan demikian, menurut Prijo, Ditjen Pajak harus lebih kreatif. Ia mengatakan, berdasarkan pasal 35A UU KUP, Dirjen Pajak berhak memperoleh data dari Kementerian dan lembaga lain maupun dari asosiasi.

“Tetapi apakah masih ada waktu. Kalau belum ada data, apakah yang ditargetkan untuk diperiksa adalah yang ikut amnesti pajak?” lanjut dia.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal ( Ditjen) Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan bahwa wajib pajak masih memiliki waktu untuk melakukan perbaikan SPT. Namun, tidak ada batasan waktu perbaikan tersebut.

“PP ini sudah berlaku. Batas waktu (pembetulan SPT) ya saat dikeluarkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) saja, jadi segera saja pembetulan SPT, kami tidak akan tahu fiskus datangnya kapan,” ujarnya.

Namun Hestu memastikan, pihaknya tidak akan serta merta membabi buta melakukan penegakan hukum pajak seusai PP 36 Tahun 2017. Sasaran prioritas Ditjen Pajak menurutnya akan lebih kepada wajib pajak yang tidak ikut amnesti pajak.

“Yang ikut amnesti pajak kami apresiasi mereka walaupun nanti ada data-data misalnya pada AEoI yang akan kami tindak lanjut. Jadi, prioritas kami akan ke yang tidak ikut amnesti pajak, walaupun yang sudah ikut amnesti pajak pasti ke depannya akan ditangani,” jelas Hestu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×