Sebelumnya: Pembatasan impor tembakau justru jadi kompor (1)
Yang Dibantu Malah Kurang Setuju
Niat pemerintah ingin melindungi kepentingan petani. Lucunya, justru petani yang meragukan regulasi yang dibuat pemerintah.
Banyak orang menatap tahun yang baru dengan bersemangat dan penuh optimisme. Namun, tidak demikian halnya dengan para petani tembakau di tanah air. Tahun 2018 menjadi salah satu masa penuh masalah yang mesti mereka hadapi.
Padahal, petani baru saja melalui tahun yang cukup menggembirakan. Tidak seperti tahun 2016, kondisi pertanian tembakau tahun lalu bisa dibilang baik. Ini lantaran cuaca yang tidak terlalu basah sehingga mendukung produksi.
Dus, harga tingkat petani di beberapa daerah penghasil tembakau pun relatif bagus. Soeseno, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), di Jember, Yogyakarta, dan Madura menuturkan, harga berkisar antara Rp 43.000 per kilogram (kg) hingga Rp 60.000 per kg.
Tapi, ya itu tadi, dukungan alam belum bisa mengubah nasib petani. Persoalan yang mereka hadapi bukan cuma soal cukai rokok yang berlangsung saban tahun. Mulai 1 Januari 2018, pemerintah memang kembali menaikkan cukai rokok sebesar 10,04%.
Bagi petani tembakau, kenaikan cukai dikhawatirkan akan menggembosi produksi rokok nasional. Jadi, serapan atas tembakau produksi petani lokal pun ikut menurun.
Sejauh ini, kenaikan cukai membuat produksi rokok turun dari 348 miliar batang pada tahun 2015 menjadi 334 miliar batang per Juli 2017.
Masalah lain yang ikut menjadi beban pikiran petani adalah pembatasan impor tembakau. Di atas kertas, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84 tahun 2017 yang mengatur soal impor tembakau bermaksud baik untuk petani lokal.
Sebab, lewat aturan ini importir mesti menyerap tembakau lokal lebih dulu. Baru setelah itu bisa mendapatkan rekomendasi impor dari Kementerian Pertanian.
Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menyebut, secara prinsip pihaknya tidak mempermasalahkan pembatasan impor tembakau. Sepanjang niatnya memang untuk membantu memperkuat posisi petani.
Editor: Mesti Sinaga