kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Pasar tak happy, benarkah karena Jokowi?


Jumat, 11 April 2014 / 06:00 WIB
Pasar tak happy, benarkah karena Jokowi?
ILUSTRASI. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) menyapa anggota Komisi II DPR sebelum rapat membahas perkembangan Rancangan Undang Undang pembentukan provinsi Papua Barat Daya. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.


Reporter: Barratut Taqiyyah, Annisa Aninditya Wibawa, Dityasa H Forddanta, Riset Kontan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Sehari pasca pelaksanaan pemilu legislatif yang berlangsung 9 April lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mendapat pukulan cukup telak. Selang lima menit setelah pembukaan, misalnya, indeks langsung meluncur ke zona merah. Bahkan penurunannya mencapai 2% lebih.

Terbukti, hingga akhir penutupan sesi II, indeks belum mampu membalikkan posisinya. Hingga akhirnya, sore kemarin (10/4), IHSG ditutup dengan penurunan sebanyak 155,67 poin atau ambles 3,16% menjadi 4.765,73. Ini merupakan level terendah indeks sejak 27 Maret lalu.

Berdasarkan data RTI, tercatat ada 273 saham turun dan 62 saham naik dan 90 saham diam tak bergerak.  Sementara, terdapat  7,38 miliar saham yang berpindah tangan dengan nilai Rp 12,13 triliun pada transaksi kemarin. Tidak hanya itu, semua sektor tekor di zona merah. Sektor yang turun paling dalam adalah konstruksi yang turun 6,47%, disusul sektor industri dasar yang turun 5,55%.

IHSG tampak melempem karena investor asing banyak yang melakukan aksi jual saham. Adapun nilai net sell asing pada transaksi kemarin mencapai US$ 128,61 juta. Kondisi tersebut membalikkan posisi IHSG sebagai indeks saham di kawasan regional dengan performa terbaik ketiga dengan tingkat return mencapai 11,5% di sepanjang tahun ini dan nilai arus dana asing yang masuk mencapai US$ 1,81 miliar sejak 14 Maret lalu.

Pasar rupanya tidak terlalu happy dengan hasil perhitungan cepat (quick count) pemilu legislatif 2014. Sebab, meski Partai Demokrat Indonesia Perjuangan (PDIP) memenangkan pemilu legislatif dengan perolehan suara mencapai 19%, namun, tak ada satu pun partai yang mampu menggondol suara mayoritas.  

Menurut sejumlah analis, anjloknya pasar saham kemarin merupakan sanksi yang diberikan pasar terhadap PDIP yang gagal memenuhi ambang batas perolehan suara pencalonan presiden (presidential threshold). Kegagalan partai berlambang banteng moncong putih itu dinilai pasar bakal menyulitkan Jokowi. "Pasar membutuhkan perubahan dan Jokowi bisa menjadi alternatif," kata Norico Gaman, Kepala Riset BNI Securities, kemarin.

Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Securities bilang, tidak adanya parpol yang mendominasi kemenangan pemilu legislatif menjadi faktor penyebab penurunan indeks tersebut. Akibatnya, IHSG dilanda aksi jual yang cukup besar, hinga Rp 989,2 miliar.

Senada, Harry Su, Kepala Riset Bahana Securities, menjelaskan hasil pileg sementara menunjukkan bahwa PDIP harus berkoalisi dengan sejumlah partai lain. “Kami melihat pemerintahan yang akan tercipta nantinya akan lemah dengan kemampuan terbatas untuk melakukan reformasi dan menelurkan kebijakan strategis," jelas Harry seperti yang dikutip Reuters.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah aksi jual asing akan berlanjut atau tidak?. "Jika berlanjut, maka inilah awal turunnya IHSG menuju level 4,500 sambil memperhatikan Koalisi Parpol yang akan terbentuk," tambah Edwin.

BEI bantah pernyataan analis

Pendapat para analis tersebut dibantah oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurut BEI, penurunan IHSG bukan karena kekecewaan pelaku pasar terhadap hasil pemilu legislatif.

"Saya tidak melihat pelaku pasar kecewa dengan pemilu legislatif. Hasil sekarang tidak banyak beda dengan hasil polling sebelumnya," ucap Direktur Utama BEI, Ito Warsito, Kamis, (10/4).

Menurut dia, ekspektasi pasar sebenarnya tidak jauh berbeda dari hasil polling sebelum pelaksanaan pemilu. Adapun, yang berubah saat realisasi hanyalah persentase. Sedangkan dari sisi urutan partai, tak berubah dari prediksi awal.

Ito melihat, IHSG terus naik hingga akhir tahun. Pada tahun 2014 pun, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan tetap menjadi salah satu yang terbaik di antara negara G20.

Kemudian, pertumbuhan laba emiten Indonesia pun cukup baik dibanding emiten bursa regional lainnya. Ito pun meyakini bahwa Indonesia akan tetap menjadi pilihan investasi para investor global.

Pada pemilu presiden mendatang, Ito berharap muncul sosok presiden yang mampu menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kemudian, presiden tersebut mesti pro bisnis dan mendukung masyarakat Indonesia dalam melakukan usaha.

Apa yang bisa bikin pasar kembali happy?

Pasar saham agaknya sudah telanjur jatuh hati dengan sosok Joko Widodo (Jokowi).  Itu sebabnya, PDIP harus mempersiapkan strategi matang untuk mengantarkan Jokowi ke kursi RI 1.

Tak pelak, jalan koalisi harus ditempuh, termasuk untuk menentukan pasangan calon wakil presidennya. Persoalannya, penjajakan koalisi bisa berlangsung lama dan alot. Inilah yang dianggap pasar sebagai ketidakpastian baru yang dibenci pasar.

Nah, soal calon pasangan ideal bagi Jokowi, Norico menyatakan, Jokowi membutuhkan wakil yang berkarakter tegas dan bertipe eksekutor, khususnya untuk urusan birokrasi. Tidak peduli datang dari kalangan sipil atau militer, tapi yang jelas, dia melihat, Jokowi akan lebih optimal performanya apabila memiliki pasangan yang tegas.

"Sejauh ini tidak ada kandidat lain yang memiliki karakter seperti itu kecuali Prabowo Subianto," tandasnya. Alhasil, pasangan Jokowi-Prabowo termasuk ide yang ideal.

Setali tiga uang, Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia menyatakan bahwa Jokowi memang menjadi pilihan favorit pelaku pasar. Sebab, pelaku pasar menilai, Gubernur DKI Jakarta tersebut sebagai sosok yang baru, bisa membawa perubahan, sigap bekerja dan jauh dari citra negatif. Hanya saja, Jokowi harus didampingi sosok wakil presiden yang tegas. Ia pun sependapat dengan Norico bahwa duet Jokowi-Prabowo cukup ideal di mata pasar.

"Bisa dibilang pasangan tersebut sama Jokowi-Ahok jilid kedua," kata dia. Persoalannya, apakah Prabowo rela menjadi calon wakil presiden Jokowi? Begitu pula dengan PDIP yang belum tentu merelakan posisi calon RI 1 diserahkan kepada Prabowo.

Namun pengamat pasar modal, Arman Boy Manullang melihat, pasar cenderung tidak menyenangi sosok Prabowo dan Aburizal Bakrie sebagai kandidat presiden. Pasalnya, Prabowo telah memberi pernyataan yang seakan-akan menunjukkan anti-asing dan tidak pro pasar modal.

Pasar juga cenderung memiliki sentimen negatif terhadap Aburizal. Ini dikarenakan historis sepak terjangnya mengelola perusahaan serta track record sejumlah emiten saham yang berada di bawah kendali Grup Bakrie. Oleh karena itu, kata Arman, Jokowi menjadi pilihan ideal pelaku pasar.

Dia melihat, pasangan yang paling tepat mendampingi Jokowi adalah Jusuf Kalla atau Gita Wirjawan. Duet Jokowi-JK, lanjut Arman, bisa lebih fokus mengembangkan sektor riil di Tanah Air. Apabila Jokowi-Gita bersanding, duet ini akan memberikan angin segar bagi iklim investasi.

Selain itu, makro ekonomi pun akan turut menjadi perhatian pasangan tersebut. Harry justru menilai, sosok calon wakil presiden tidak begitu dominan mempengaruhi pasar.

Yang penting, Jokowi bisa melenggang bertarung ke kursi presiden. "Selain Jokowi, pasar akan turun," imbuh Harry.

Senada, Setiawan Efendi, analis Phintraco Securities juga menilai, ketimbang calon presiden lain, Jokowi merupakan pilihan paling diterima pasar.

"Pendampingnya kemungkinan yang tepat adalah Dahlan Iskan," ujar Setiawan. Dia menilai, kedua sosok tersebut tidak memiliki sejarah buruk. Terlebih lagi, lanjut dia, sosok Jokowi dan Dahlan terkenal gesit dan cepat mengambil keputusan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×