kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pasal subsidi BBM di UU APBN digugat ke MK


Jumat, 12 Desember 2014 / 10:28 WIB
Pasal subsidi BBM di UU APBN digugat ke MK
ILUSTRASI. Ini 6 Cara Mengatasi HP Terkena Air yang Benar, Salah Satunya Pakai Beras. Photographer: SeongJoon Cho/Bloomberg


Reporter: Agus Triyono | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Kebijakan pemerintah yang menetapkan anggaran subsidi Bahan Bahan Minyak (BBM) yang begitu besar dalam Anggran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015 menimbulkan persoalan. 

Tiga orang pengacara yang tergabung dalam Kantor Hukum The Young Brothers mengajukan uji materi atau judicial review terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2014 tentang APBN Tahun 2015 yang menjadi payung hukum alokasi dana subsidi tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Donny Tri Istiqomah, salah satu pemohon uji materi ini mengatakan, ketentuan yang diatur dalam UU APBN 2015 ini bertentangan dengan UUD 1945. Pertentangan tersebut berkaitan dengan ketentuan Pasal 13 UU APBN 2015 yang mengatur anggaran subsidi tahun 2015 mencapai Rp 414,68 triliun dengan pasal 23 ayat 1 UUD 1945. 

Pasalnya, alokasi subsidi dalam APBN 2015 sebagian besarnya atau hampir Rp 300 triliun di antaranya dialokasikan untuk subsidi BBM.

Donny menilai keberadaan pasal 13 UU APBN 2015 telah membuat APBN tidak bisa bermanfaat sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. "Pada hakikatnya, subsidi ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin namun yang menikmati BBM bersubsidi selama ini sebagian besar berasal dari kalangan menengah atas," kata Donny,  Kamis (11/12). 

Dalam uji materi ini, pemohon mengajukan dua permohonan kepada MK. Pertama, menyatakan pasal 13 UU APBN 2015 tidak mengikat berdasarkan hukum karena keberadaan pasal tersebut telah mengancam kemakmuran rakyat. Kedua, MK menyatakan Pasal 13 ini konstitusional sepanjang belanja subsidi tidak melebihi 10% dari belanja pemerintah pusat. 

Tuntutan agar alokasi belanja subsidi dipatok maksimal 10% dari belanja pemerintah pusat didasarkan pada beberapa pertimbangan. Seperti hitungan inflasi yang tak akan mengganggu daya beli masyarakat, adanya ruang fiskal yang cukup bagi pemerintah untuk membiayai program- program pembangunan dan kesejahteraan rakyat, dan untuk menghindari kegaduhan politik saat pembahasan anggaran subsidi. "Subsidi BBM setiap tahun selalu menjadi perdebatan dan kami memang MK perlu memberikan norma konstitusional atas masalah ini," ujarnya.

Hakim Konstitusi Achmad Fadlil Sumadi meminta agar permohonan menjelaskan secara lebih detail pertentangan dalam UU APBN ini terhadap UUD 1945. "Dalam permohonan ini belum jelas, subsidi dialihkan  untuk kemakmuran rakyat bentuknya seperti apa," tutur Fadlil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×