kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.000,45   6,85   0.69%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Meski surplus, ekspor-impor sulit dorong ekonomi


Kamis, 24 Maret 2016 / 07:25 WIB
Meski surplus, ekspor-impor sulit dorong ekonomi


Reporter: Adi Wikanto, Muhammad Yazid | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Kinerja ekspor-impor Indonesia pada dua bulan pertama 2016 berturut-turut mencatatkan surplus neraca dagang. Namun, apakah itu sudah cukup positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional? 

Badan Pusat Statistik (BPS),  perdagangan ekspor Indonesia sepanjang Februari 2016 kemarin mencapai US$ 11,3 miliar, naik 7,8% ketimbang bulan sebelumnya yang sebesar US$ 10,48 miliar. Dengan demikian, total ekspor Indonesia dua bulan pertama tahun 2016 mencapai US$ 21,78 miliar.

Sementara impor, pada Februari lalu tercatat US$ 10,16 miliar, turun 2,9% ketimbang Januari yang US$ 10,48 miliar. Total nilai impor Indonesia pada periode Januari dan Februari ini mencapai US$ 20,63 miliar.

Kepala BPS Suryamin, mengatakan, dengan pencapaian ekspor dan impor tersebut, neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2016 mengalami surplus sebesar US$ 1,14 miliar.  "Dibandingkan Februari tahun sebelumnya, ini surplus tertinggi, mudah-mudahan dapat tetap berlanjut," kata Suryamin, Selasa (15/3).

Namun, dibalik surplus dagang, ternyata kinerja ekspor-impor tahun ini masih melemah dibandingkan tahun lalu.

Padahal, pemerintah, Bank Indonesia dan para ekonom memperkirakan, kinerja ekspor tahun ini bisa lebih baik dari tahun lalu, sehingga bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi di atas 5%, lebih baik dari pencapaian 2015 yang hanya 4,8%.

"Kinerja ekspor-impor awal tahun ini mengecewakan. Tidak hanya turun dari Desember 2015, tapi dibandingkan dengan Januari-Februari 2015 juga drop," kata Direktur Penelitan CORE Indonesia, Muhammad Faisal, Rabu (23/3).

Apalagi, penurunan tersebut bukan hanya secara nilai, tapi juga secara volume. Bagi Faisal, ini bukan sinyal yang baik bagi perekonomian Indonesia.

Tabel:  Perkembangan ekspor-impor Indonesia (US$ miliar)

Bulan Ekspor Impor
Migas Nonmigas Total Migas Nonmigas Total
2015            
Januari 1,95 11,28 13,24 2,11 10,50 12,61
Februari 1,75 10,42 12,17 1,72 9,79 11,51
2016            
Januari 1,11 9,37 10,48 1,22 9,25 10,47
Februari 1,11 10,19 11,30 1,11 9,05 10,16

Tabel: Perkembangan ekspor-impor Indonesia (juta ton)

Bulan Ekspor Impor
Migas Nonmigas Total Migas Nonmigas Total
2015            
Januari 3,55 39,89 43,44 3,61 8,39 12
Februari 3,37 36,40 39,77   9,79 11,51
2016            
Januari 3,48 35,86 39,34 3,45 7,72 11,17
Februari 3,57 34,70 38,27 3,51 9,25 12,76

Terlebih lagi, hampir semua sektor ekspor melemah. Sektor manufaktur yang sempat menimbulkan harapan pada 2015, kembali mengalami pelemahan penjualan. 

Catatan BPS, ekspor industri pengolahan pada Januari-Februari 2016 hanya US$ 16,51 miliar, turun 7,69% dari periode sama 2015 yang sebesar US$ 17,88 miliar. Padahal, produk manufaktur menyumbang 75,79% dari total total ekspor. 

Selain itu, ekspor manufaktur diharapkan tumbuh tinggi seiring kebangkitan ekonomi Amerika Serikat (AS). Ekspor manufaktur diharapkan bisa konversi penurunan di sektor pertambangan dan perkebunan sawit akibat pelemahan ekonomi China serta pelemahan harga.

Suryamin bilang, penurunan tersebut karena penurunan harga komoditas. "Harga komoditas migas maupun non migas saat ini masih rendah dibandingkan harga jual di tahun lalu," kata dia.

Sedangkan untuk ekspor non migas, dari 23 komoditas non migas yang diamati BPS, hanya dua komoditas saja yang mengalami peningkatan nilai penjualan.  Yaitu kopra, naik sebesar 2,39%, dan kayu log yang naik sebesar 3,39%. 

Namun, bagi Faisal, penurunan kinerja ekspor bukan semata-mata karena harga. "Demand dari negara mitra juga turun," tandas Faisal. Terbukti, volume ekspor Indonesia awal tahun ini turun. 

Kondisi ini diperparah dengan semakin anjloknya impor barang bahan baku/penolong dan barang modal. Januari-Februari 2016, impor bahan baku/penolong hanya US$ 14,85 miliar turun 19,18% year on year (YoY). Barang modal turun 12,62% menjadi US$ 3,61 juta. 

Padahal, dua jenis barang ini yang berperan besar terhadap perekonomian. Impor barang modal dan bahan baku menunjukkan sinyal pergerakan roda industri di dalam negeri.

Oleh karena itu, Faisal pesimis ekspor-impor bisa berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini. Ia pun mendukung kajian World Bank yang menurunkan angka perkiraan pertumbuhan ekonomi RI tahun ini dari 5,3% menjadi 5,1%. 

Memang, CORE Indonesia masih memprediksi pertumbuhan ekonomi RI 2016 mencapai 5,3%. Angka proyeksi tersebut baru akan ditinjau ulang pada semester II nanti.

"Harapan pertumbuhan ekonomi bukan dari ekspor-impor, tapi belanja pemerintah dan investasi swasta," tandas Faisal.

Wisnu Wardana, Ekonom Bank Danamon menegaskan, kinerja ekspor-impor awal tahun ini masih jadi dari ekspektasi. Tahun ini, tim ekonom Danamon menganalisa nilai ekspor RI bisa tumbuh 2% dari tahun 2015, sedangkan impor tumbuh 4%. Meski kecil, angka ini jauh lebih baik daripada pertumbuhan 2015 yang menyusut dari 2014.

Namun demikian, sejauh ini ekspor-impor tetap tumbuh negatif. "Namun analisa kami masih tetap, belum direvisi, karena ada tanda-tanda ekspor-impor membaik," kata Wisnu.

Tanda perbaikan berasal dari membaiknya harga minyak. Sejak beberapa pekan, harga minyak kembali ke atas US$ 35 per barel. 

Bahkan, Minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei seharga US$ 40,99 per barel di New York Mercantile Exchange pukul 07:58 Rabu (23/3) pagi waktu London. Minyak jenis Brent untuk pengiriman Mei US$ 41,25 per barel di ICE Futures Europe exchange.

"Ke depan harga minyak akan stabil di level US$ 35-US$ 40 per barel, harga yang tidak merugikan produsen," kata Wisnu. Harga ini akan memicu kenaikan banderol komoditas ekspor yang lain. Nah, kenaikan harga komoditas ke depan akan mampu menutupi pelemahan permintaan dari China. 

Meski demikian, Wisnu juga menegaskan tak bisa mengharapkan pertumbuhan ekonomi dari ekspor-impor. Kunci pertumbuhan ekonomi tetap di tangan belanja pemerintah dan investasi swasta. Perhitungan Danamon, pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 5%.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, realisasi nilai perdagangan ekspor dan impor saat ini tidak bisa dilihat secara tahunan atau YoY saja. 
Namun juga harus dilihat secara keseluruhan alias kondisi saat ini. "Jangan lihat year on year dulu dong, situasinya memang semuanya. Padahal, kalau bulan ke bulannya ekspor mulai naik, tapi impornya belum," kata Darmin.

Darmin optimistis, ke depan, kinerja perdagangan Indonesia akan lebih membaik dari tahun 2015 lalu. Pasalnya, nanti kebutuhan belanja di dalam negeri akan meningkat. "Beberapa jenis impor akan naik, seperti barang listrik, sebetulnya barang modal mulai naik, masih sebagian, karena belum semua industri merealisasikan rencana kegiatan usahanya," terang Darmin.

Namun, apapun alasan pemerintah, kinerja ekspor-impor harus dipacu sejak sekarang. Paket kebijakan ekonomi yang masih sebatas wacana harus segera direalisasikan demi stimulus ekspor dan impor. 

Pemerintah juga harus lebih serius memberikan nilai tambah kepada produk-produk ekspor. Sehingga jika pelemahan kondisi eksternal berlangsung seterusnya, kinerja perdagangan Indonesia dalam jangka panjang masih akan baik. Mumpung masih pada awal tahun, perbaikan ekspor harus dimulai secepatnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×