kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.000,58   6,98   0.70%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Mengukur panas minyak setelah kesepakatan OPEC


Kamis, 01 Desember 2016 / 23:42 WIB
Mengukur panas minyak setelah kesepakatan OPEC


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Harga minyak mentah dunia berhasil menembus level di atas US$ 50 per barel setelah kesepakatan pertama dalam delapan tahun terakhir negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC.

Mengacu Bloomberg, Kamis (1/12), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari naik sebanyak US$ 1,28 ke US$ 50,72 per barel di New York Mercantile Exchange pada puku; 13:47 waktu London. Harga kontrak minyak ini melonjak 9,3% pada Rabu (30/11), penguatan terbesar sejak Februari.

Sementara, minyak Brent untuk pengiriman Februari naik 2,6 % menjadi US$ 53,17 per barel di ICE Futures Europe exchange yang berbasis di London. Kontrak Brent Januari yang berakhir pada Rabu melonjak 8,8 % ke level US$ 50,47 per barel.

Kembali memanasnya minyak tersulut kesepakatan yang tercapai para anggota OPEC di Wina pada Rabu (30/11) untuk memangkas produksinya sebesar 1,2 juta barel per hari menjadi 32,5 juta. Langkah ini pun turut diikuti negara produsen minyak di luar OPEC yakni Rusia yang juga berjanji memotong 300.000 barel per hari.

Kesepakatan ini bisa dibilang bersejarah, pasalnya tiga produsen minyak terbesar OPEC yakni Arab Saudi, Irak, dan Iran mampu mengatasi selisih pendapatannya. Sebelumnya, perselisihan ketiga negara ini yang memunculkan skeptisme akan adanya kesepakatan untuk mendukung harga minyak.

Komitmen

Kini, fokus pasar beralih pada kepatuhan para anggota OPEC menjalankan kesepakatannya. "Kepatuhan OPEC untuk perjanjian akan menjadi penting, meski track record-nya miskin tetapi untuk saat ini harga minyak telah mendapatkan dukungan yang besar,” kata Jason Gammel, analis Jefferies Group LLC dikutip dari Bloomberg.

Gammel menambahkan kelompok ini semakin menunjukkan kekompakannya sejak pemotongan produksi pada tahun 2008.

Merujuk pada dokumen OPEC, Arab Saudi, yang menggenjot produksi minyak mencapai rekor tahun ini, akan mengurangi output-nya sebesar 486.000 barel per hari menjadi 10.058.000 barel per hari.

Irak, produsen terbesar kedua OPEC, setuju untuk dipotong sebesar 210.000 barel per hari dari tingkat Oktober. Iran adalah satu-satunya anggota diperbolehkan untuk menaikkan produksi, setelah mengklaim pertimbangan khusus atas sanksi sebelumnya.

Rusia, produsen terbesar di luar OPEC, akan mengurangi produksi sebanyak 300.000 barel per hari dari tingkat saat ini 11,2 juta barel per hari. Menteri Energi Alexander Novak mengatakan Rusia akan menurun produksi secara bertahap mulai semester pertama tahun depan.

Nada optimis

Lalu setelah kesepakatan ini, bagaimana dampak nyatanya terhadap pasokan global dan harga minyak itu sendiri?. Target OPEC sendiri pasca kesepakatan ini bakal mengerek harga minyak ke level US$ 55 sampai US$ 60 per barel.

Sumber: Bloomberg

Sementara itu, Goldman Sachs memperkirakan kenaikan harga menjadi US$ 55 untuk WTI dan US$ 56,50 untuk Brent. Tetapi dengan kepatuhan penuh dengan target produksi OPEC dan non-anggota bisa menambahkan tambahan US$ 6 per barel.

“Jika OPEC komitmen terhadap kesepakatannya, minyak mungkin diperdagangkan pada US$ 50 sampai US$ 60,” kata Morgan Stanley.

Menteri Perminyakan Venezuela Eulogio del Pino lebih optimistis dalam wawancaranya kepada Bloomberg TV di Wina di mana harga minyak bisa sentuh level US$ 60 sampai US$ 70. Menurutnya, kesepakatan OPEC akan membantu membawa stok minyak dunia kembali ke tingkat lebih normal dibandingkan dengan kelebihan pasokan saat ini sekitar 300 juta barel.

Dengan kerja sama dari Rusia dan produsen non-OPEC, pemotongan disetujui oleh OPEC di Wina akan mengangkat harga "sangat kuat di atas $ 50 per barel" bulan ini, ujar Menteri Perminyakan Iran Bijan Namdar Zanganeh mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Channel 1 TV.

Nah, tinggal menyisakan ujian bagi anggota OPEC dan non-OPEC memenuhi komitmen mereka. Asal tahu saja, dua tahun terakhir merupakan terberat bagi OPEC di mana kelompok ini hanya meraup US$ 341 miliar dari ekspor minyak, menurut data Administrasi Informasi Energi AS (EIA).

Turun dibandingkan tahun 2014 sebesar US$ 753 miliar sebelum harga jatuh. Rekor tertinggi pada tahun 2012 mencapai US$ 920 miliar.

Menteri Energi Qatar Mohammed Al Sada mengemukakan kelompok ini akan bertemu kembali pada 25 Mei 2017 mendatang, di mana untuk membahas perpanjangan pemotongan kurun enam bulan lagi ke depan.

Setelah melompat tinggi, minyak diperkirakan akan naik lebih lanjut. Tapi jangan berharap reli untuk bertahan. Morgan Stanley melihat adanya peningkatan pengeboran dan investasi minyak serpih (shale oil) AS yang bisa membatasi kenaikan harga minyak.

Goldman Sachs Group Inc. harga diperkirakan akan mundur kembali ke US$ 50 per barel di paruh kedua tahun 2017 setelah mungkin reli lebih tinggi dari US$ 60. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×