kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45999,83   6,23   0.63%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Menanti efek besar bunga kredit single digit


Jumat, 26 Februari 2016 / 16:58 WIB
 Menanti efek besar bunga kredit single digit


Reporter: Asep Munazat Zatnika, Galvan Yudistira, Hendra Gunawan, Nina Dwiantika | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pemerintah kembali menelurkan sebuah terobosan. Kali ini pemerintah berencana untuk menurunkan suku bunga kredit menjadi single digit atau di bawah 10%. Hal itu dilakukan untuk menggairahkan perekonomian dan meningkatkan daya saing dalam negeri dalam rangka pasar bebas ASEAN.

Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menuturkan, dengan kebijakan bunga kredit yang rendah ini juga akan membuat perbankan nasional banyak dilirik industri. Terutama bagi perusahaan yang selama ini mengandalkan pembiayaan dari bank luar negeri.

"Yang tadinya mengandalkan pinjaman luar negeri akan beralih ke perbankan nasional," kata JK, Kamis (25/2) kemarin.

Menurutnya, pemerintah juga akan diuntungkan, karena beban utang luar negeri dari sektor swasta bakal berkurang. Pasalnya, selama ini utang luar negeri swasta selama ini selalu mengancam capital outflow. Jika terjadi capital outflow tentu itu akan mempengaruhi nilai tukar Rupiah.

Tahun ini, kata JK, pemerintah berupaya untuk menurunkan bunga kredit menyentuh 9%. Dan di tahun depan ditargetkan bisa turun lagi menjadi di level 7%-8%.

Berbagai langkah untuk menurunkan landing rate diantaranya dengan mendorong perbankan lebih efisien, terutama dalam hal pemberian bunga deposito kepada debitur. Dengan begitu biaya dana bank menjadi lebih murah dan bisa menekan bunga kredit.

Oleh karenanya, pemerintah sebagai pemilik dana yang besar di pasar deposito, akan mematok bunga deposito tidak lebih dari 5%.

Menteri BUMN Rini Soemarno menegaskan bakal mendorong bank-bank BUMN dalam menurunkan suku bunga kredit dalam menghadapi MEA. Menurut Rini, dalam implementasi MEA, semua negara-negara di ASEAN sudah masuk dalam satu pasar yang sama. Sehingga menjadi penting agar bunga kredit yang diberikan setara dengan bunga pinjaman di negara-negara di kawasan ASEAN untuk meningkatkan daya saing.

"Pada instrumen deposito, dana yang paling besar itu adalah dari BUMN. Otomatis dana-dana dari pemerintah dan dana keuangan negara yang ditempatkan di perbankan akan diselaraskan dengan BUMN," ujarnya.

Jika bank BUMN yang memiliki porsi cukup besar dalam skala perbankan nasional dapat menindaklanjuti program penurunan bunga tersebut, maka diharapkan dapat diikuti oleh industri perbankan swasta nasional lainnya.

Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) juga akan mendukung implementasi suku bunga rendah di daerah. Regulator di sektor pemerintahan daerah ini juga sudah meminta Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk ikut menurunkan bunga kredit sebagaimana yang akan diterapkan perbankan BUMN.

"Kami sudah meminta kepala daerah untuk menginventarisasi BUMD juga. Jadi, tidak hanya terpaku pada BPD saja, BUMD juga. Sehingga keduanya bisa koordinasikan," kata Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo.

Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin menyatakan pihaknya mendukung rencana pemerintah untuk membatasi maksimal bunga deposito dan larangan meminta bunga tinggi atas dana simpanan perusahaan BUMN atau pemerintah di bank.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) Haru Koesmahargyo. “Jika pemberian bunga simpanan untuk perusahaan BUMN maksimal 5%, maka biaya dana akan turun signifikan,” kata Haru.

Namun saat ini baik BRI maupun Bank Mandiri belum menghitung rencana pemangkasan suku bunga simpanan bagi perusahaan BUMN karena peraturannya belum terbit.

Berdampak ke likuiditas

Namun di sisi lain, Bank Indonesia (BI) mengingatkan bahwa kebijakan bunga single digit ini akan berdampak ke likuiditas perbankan.

Direktur Eksekutif Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung mengatakan, dengan suku bunga kredit rendah, maka permintaan akan kredit akan meningkat. Sementara bunga dengan deposito rendah juga akan membuat minat orang menyimpan dananya di perbankan menjadi berkurang. "Kalau pertumbuhan kredit tinggi, tapi deposito terbatas, kita akan lihat likuiditasnya," kata Juda.

Direktur Keuangan Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo menambahkan, dengan adanya pembatasan suku bunga deposito di bank BUMN ia khawatir ada potensi keluarnya dana dari bank BUMN ke bank swasta.

 “Jadi kami akan menjaga agar penurunan bunga deposito ini sesuai dengan demand dan supply,” ujar Kartika.

Sedangkan untuk likuiditas, Kartika mengaku pihaknya tidak khawatir. Sebab Bank Mandiri mempunyai cadangan likuiditas dari GWM dan konversi dana rekap bond.

Juda mengaku, BI bisa saja kembali menurunkan kembali giro wajib minimum (GWM) primer agar likuiditas bank lebih longgar. Namun, hal itu akan dilakukan setelah melihat perkembangan pertumbuhan kredit pasca kebijakan tersebut dilakukan.

Namun ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistyaningsih memprediksi akan banyak orang yang akan memindahkan dananya dari deposito ke instrumen lain, salah satunya SBN (Surat Berharga Negara). Tetapi bagi orang yang membutuhkan dana yang lebih likuid, bisa saja tetap menyimpannya dalam bentuk deposito.

Apalagi, jika dibandingkan dengan negara tetangga lainnya, bunga deposito yang diberikan di Indonesia masih lebih tinggi. Beberapa negara saat ini pun tengah menerapkan kebijakan bunga negatif, salah satunya Jepang. Sehingga potensi dana keluar masih terjaga.


Pengusaha sumringah

Kebijakan pembatasan bunga deposito dan bunga kredit single digit ini disambut positif oleh para pengusaha. Satria Hamid, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengatakan, penurunan suku bunga kredit tentu akan menumbuhkan daya saing bagi pengusaha lokal serta dapat mendorong investasi di dalam negeri.

"Upaya penurunan deposito dana pemerintah juga bisa mendorong belanja pemerintah, namun arahnya yang harus sesuai dengan kebijakan yang ada," kata dia.

Ia mengharapkan, penurunan suku bunga kredit nantinya dapat ditekan sekecil mungkin sehingga pengusaha lokal bisa bersaing di era perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

"Kalau bisa setara dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, sehingga kita bisa bersaing," kata dia.

Azis Pane, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) menambahkan, negara Asean lainnya menerapkan suku bunga kredit yang rendah, misalnya Malaysia sebesar 4% dan Singapura 2%.

"Kalau kita kan sekarang masih sekitar 7,5% ke atas. Harus bisa diturunkan," harapnya.

Sambil menunggu kebijakan tersebut diterbitkan, satu hal yang bisa dicermati dalam waktu dekat ini adalah BI rate. Suku bunga acuan ini diprediksi bakal kembali diturunkan 25 bps menjadi 6,75% dari posisi saat ini yang berada di level 7%.

Prediksi itu muncul karena di bulan Februari ini diperkirakan akan deflasi. Sehingga jika ditotal, jarak antara inflasi dan BI rate sudah terlalu lebar.  Selain itu, nilai tukar rupiah juga tergolong stabil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×