kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.002,22   8,62   0.87%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Masihkah emas akan berpendar?


Jumat, 20 Mei 2016 / 00:19 WIB
Masihkah emas akan berpendar?


Reporter: Dupla Kartini | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Laju harga emas sontak terhenti. Pemicunya, Paman Sam mengumbar kabar kurang sedap bagi pasar komoditas. Perekonomian Amerika Serikat digadang-gadang akan siap menghadapi kenaikan suku bunga bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) pada Juni mendatang.

Kabar tersebut menggiring penguatan mata uang dollar AS alias The Greenback. Imbasnya, emas yang diperdagangkan dalam dollar jadi kalah menarik. Kamis (19/5) pukul 21.55 WIB, emas spot pengiriman Juni 2016 di Divisi Commodity Exchange New York Mercantile Exchange tumbang 1,84% dari hari sebelumnya ke posisi US$ 1.250,9 per ons troi.

Padahal, awal Mei ini, si kuning hampir menyentuh US$ 1.300 per ons troi. Harga tertinggi dalam setahun terakhir. Jika dihitung, sejak awal tahun ini, harga emas sebenarnya sudah naik sebesar 18,40%.

Pasar domestik pun merespons kabar itu. Mengutip  www.logammulia.com, harga jual emas PT Antam Tbk ukuran 1 gram dibanderol Rp 584.000, turun Rp 3.000 dibandingkan hari sebelumnya. Begitu pula, harga beli kembali alias buyback terpangkas sebesar Rp 3.000 per gram jadi Rp 531.000 per gram.

Meski demikian, sejak awal tahun ini, harga beli emas Antam sudah melompat sebesar Rp 39.000 per gram, dan harga buyback melejit Rp 61.000 per gram.

Lantas, apakah pamor si kuning benar-benar akan nyungsep di sisa tahun ini, atau masih ada peluang berpendar?

Peluang The Fed kian besar

Mengacu risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal alias Federal Open Market Committee (FOMC) 26-27 April silam yang dirilis Rabu (19/5), pejabat The Fed ingin melihat tanda-tanda pertumbuhan ekonomi berlanjut pada kuartal kedua, pasar tenaga kerja menguat, serta inflasi mendekati target The Fed. "Lalu, kemungkinan akan tepat bagi komite untuk menaikkan suku bunga acuan pada bulan Juni," menurut risalah.

Tak hanya itu, data ekonomi terbaru telah meyakinkan pejabat The Fed bahwa inflasi bergerak menuju target 2%. Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja juga tidak melenceng dari jalur. Bahkan, mereka tidak lagi terlalu mengkhawatirkan efek perlambatan ekonomi global.

Data ekonomi AS per April 2016 menunjukkan, tingkat pengangguran stabil di level 5%. Lalu, penjualan ritel tumbuh 1,3% pascamelorot 0,3% di bulan sebelumnya. Consumer price index (CPI) bulan April tumbuh 0,4% dibandingkan bulan sebelumnya dengan kenaikan 0,1%.

"Mereka siap menarik pelatuk kenaikan suku bunga pada bulan Juni," kata Jack Ablin, Kepala investasi di BMO Private Bank di Chicago, seperti dikutip Reuters, Kamis (19/5).

Pascarilis risalah tersebut, peluang kenaikan suku bunga di bulan Juni 2016 naik menjadi 34% dari sehari sebelumnya hanya 19%. Peluang ini mengacu pada harga kontrak berjangka suku bunga pinjaman acuan Fed (federal funds futures).

Emas kalah saing?

Analis Asia Trade Point Deddy Yusuf menilai, sinyal kuat kenaikan fed fund rate tentu menjadi sentimen negatif bagi emas. Sehingga, ia menduga, harga emas akan cenderung tertekan hingga akhir kuartal kedua ini.

Namun, selama masih ada kekhawatiran perlambatan ekonomi global, terutama di China, maka kejatuhan harga emas akan tertahan. Prediksi Deddy, si kuning akan bergulir antara US$ 1.250-US$ 1.287 per ons troi sampai akhir kuartal kedua.

Bahkan, kalau pasar keuangan bergolak jika Inggris hengkang dari Uni Eropa pada pemungutan suara bulan depan, emas masih punya peluang naik. “Investor akan memburu emas sebagai aset lindung nilai," papar Deddy, Kamis (19/5).  Itu sebabnya, ia masih melihat peluang emas menuju resistance US$ 1.340 per ons troi hingga akhir tahun ini.

Secara teknikal, ia mencatat, selama harga emas masih bergulir di atas US$ 1.250 per ons troi, maka peluang kenaikan tetap terbuka.

Namun, Senior Research and Analyst PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra menilai, si kuning akan kalah saing dengan dollar AS. Mata uang Paman Sam masih jadi pilihan utama lindung nilai (safe haven) di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi. "Emas baru diburu jika benar-benar terjadi kondisi shock seperti yang terjadi pada 2008," jelas Ariston.

Ariston menduga, hingga tutup tahun ini, harga emas masih konsolidasi di kisaran US$ 1.200-US$ 1.300 per ons troi. Perlambatan ekonomi global justru melemahkan daya beli investor emas. "Ada peluang ke level US$ 1.300, jika The Fed tidak menaikkan suku bunga dua kali pada tahun ini," duganya.

Tetsu Emori, Presiden Emori Capital Management Inc di Tokyo menduga, sekalipun dollar menguat, emas tidak akan turun lebih dalam. “Level US$ 1.250 seharusnya support cukup kuat,” ujarnya seperti dikutip Bloomberg, Kamis (19/5).

Tapi, Ibrahim, Direktur Utama PT Garuda Berjangka lebih pesimis terhadap peluang emas di sisa tahun ini. Ia menyebut, tren kenaikan yang berlangsung sejak awal tahun ini, sudah berakhir. "Emas kembali pada periode bearish," ungkapnya.

Menurutnya, isu perlambatan ekonomi China masih kalah ketimbang spekulasi kenaikan suku bunga The Fed. Ibrahim menduga, sampai akhir kuartal kedua ini, emas bisa melorot hingga menyentuh US$ 1.200 per ons troi. Bahkan, jika The Fed jadi mengerek suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini, tak menutup kemungkinan harga emas di akhir tahun melorot ke kisaran US$ 1.050-US$ 1.100 per ons troi.

Nasib emas Antam

Mau tak mau, harga emas di dalam negeri akan terimbas penurunan emas spot. Namun, Deddy menebak, penurunannya tidak akan setajam koreksi emas spot. Maklum, ada faktor rupiah yang menjadi penyangga harga emas Antam. Saat mata uang Paman Sam perkasa, nilai tukar rupiah melemah. Nah, pelemahan rupiah mendorong harga emas Antam yang diperdagangkan dalam rupiah jadi lebih mahal.

Analisanya, jika The Fed jadi mengerek suku bunga pada Juni mendatang, harga emas Antam akan ikut terkoreksi. "Jangka pendek, orang akan lebih memilih pegang dollar AS, sebab lebih cepat mendapat gain," papar Deddy.

Namun, jangka panjang atau di sisa tahun ini, Deddy masih melihat peluang emas Antam menyentuh level Rp 600.000 per gram. Pertimbangannya, gejolak ekonomi global akan memicu investor tetap memburu emas Antam.

Memang, sejak awal tahun ini, terlihat peningkatan permintaan emas di dalam negeri. Doddy Martimbang, General Manager Logam Mulia Business Unit PT Antam Tbk mengatakan, periode Januari-April 2016, perusahaan sudah menjual sebanyak 3,3 ton emas. Penjualan di pasar domestik mencapai 75% atau sekitar 2,47 ton.

Penjualan tersebut tumbuh dibandingkan periode yang sama tahun lalu di mana untuk pasar domestik hanya sekitar 1,25 ton. "Geliat ekonomi Indonesia mulai bagus sehingga  daya beli meningkat. Apalagi, imbal hasil dari tabungan dan valas kurang menarik," tuturnya.

Sebaliknya, Ariston menduga, akan sulit emas Antam mencapai harga Rp 600.000 pada tahun ini. Kecuali, kurs rupiah melemah tajam. Adapun, rupiah hingga akhir tahun ini diperkirakan masih bolak balik di kisaran Rp 12.800-Rp 13.700 per dollar AS. Kamis (19/5), rupiah di pasar spot berada di level Rp 13.565 per dollar AS.

"Inflasi domestik masih terjaga, paket ekonomi juga terus bergulir. Sedangkan, isu global belum banyak pengaruhi rupiah. Isu China sudah berkembang lama, sehingga sudah teredam," paparnya.

Perhitungan Ariston, harga emas spot harus naik lagi sekitar US$ 100-US$ 200 per ons troi, untuk mampu membawa emas Antam ke posisi Rp 600.000 per gram. Ia mematok support emas Antam hingga tutup tahun ini di level Rp 560.000.

Wait and see atau jual?

Meski masih ada potensi naik, namun peluang kenaikan emas Antam tidak terlalu besar lagi hingga tutup tahun 2016. Jika mengacu proyeksi Deddy di mana potensi harga tertinggi emas Antam tahun ini pada level Rp 600.000, maka besaran kenaikannya tidak akan besar lagi di sisa tahun ini.

Dengan asumsi tersebut, Deddy menyarankan, investor jangka pendek untuk menjual apabila sudah mendapat untung. Apalagi, jelang Ramadhan, investor dalam negeri cenderung profit taking.

"Kalau, investor dengan horizon investasi jangka panjang, masih bisa beli emas setelah ada kepastian The Fed pada Juni nanti. Masuk saat harga turun, karena ada peluang naik lagi tahun depan," sarannya.

Sementara, Ariston bilang, saat emas dalam fase konsolidasi, sebaiknya investor wait and see. Bagi investor long term minimal dua tahun, sebaiknya baru masuk setelah pengumuman suku bunga The Fed bulan Juni. "Tapi, untuk trader, tidak tepat masuk ke emas batangan, sebab spread harga beli dan buyback sangat lebar, sulit untung," ujarnya.

Sebagai gambaran, per Kamis (19/5), spread harga jual dan buyback emas Antam mencapai Rp 53.000.

Ibrahim bilang, sekalipun rupiah keok hingga menyentuh level Rp 14.000 per dollar, tapi kalau emas spot jeblok, emas Antam sulit naik. "Sebaiknya yang sudah punya koleksi emas hold saja hingga ekonomi stabil," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×