kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Kini, Indonesia masuk di jaringan produksi global


Sabtu, 15 November 2014 / 22:45 WIB
Kini, Indonesia masuk di jaringan produksi global
ILUSTRASI. 2 Cara Setor Tunai di ATM BCA Bisa Pakai dan Tanpa Kartu Debit./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/2/12/2019.


Reporter: Asep Munazat Zatnika, Jane Aprilyani, Namira Daufina, Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Dengan logat Jawa yang kental melekat, Presiden Joko Widodo (Jokowi) begitu percaya diri berpidato dalam bahasa Inggris tanpa teks. Hebatnya, pidato itu di hadapan pemimpin-pemimpin perusahaan besar di dunia pada Konferensi Tingkat Tinggi Kerja Sama Ekonomi Negara-Negara Asia Pasifik (KTT APEC) di Beijing, China. 

Begitu lugas, Jokowi mempromosikan kekayaan dan potensi Indonesia serta memaparkan kebijakan pemerintahan baru lima tahun mendatang. Terutama rencana pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) untuk program infrastruktur seperti pembangunan puluhan pelabuhan, jalur rel kereta api, pembangkit listrik, dan proyek lainnya.

Jokowi berkali-kali mengajak para pemimpin perusahaan untuk tak segan-segan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. "We need power plant. This is also your opportunity to invest in this project," ucap Jokowi.

Tepuk riuh langsung menyambut pidato Jokowi, memikat para pengusaha dunia. Tak cukup itu, pidato Jokowi ini juga menarik perhatian banyak pihak. 

Tengok saja, dalam video yang diunggah panita APEC ke situs youtube paling banyak ditonton yakni mencapai 568.000 kali. Mengalahkan pidato pemimpin negara lainnya seperti Presiden Barack Obama yang hanya ditonton 20 ribu kali.

Direktur Institute for Development Economy and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, forum APEC yang berlangsung 10-11 November sangat strategis dan merupakan peluang untuk meyakinkan para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, apalagi Indonesia memiliki banyak momentum pada saat ini.

"Indonesia memiliki pemimpin yang baru dan mempunyai arah kebijakan ekonomi yang baru dan banyak memiliki agenda penting untuk dapat dipromosikan ke dunia internasional yang tentu kepentinganya kepada para investor, nantinya bisa dengan perjanjian government to government atau business to business," jelasnya.

Dan, yang dilakukan Jokowi di hadapan pengusaha dunia tidak lain meyakinkan investor untuk berinvestasi. Menunjukkan komitmen untuk menghilangkan hambatan investasi yang selama ini dialami.

Ternyata, lawatan Jokowi bersama pengusaha ke APEC pekan lalu memberi hasil positif. Mereka menggandeng investor China untuk menanam modal di Indonesia senilai lebih dari US$ 33 miliar. 

Kerjasama yang dilakukan ialah pengembangan bisnis kapal kargo berkapasitas 3.500 ton hingga 5.000 ton dengan investasi sekitar US$ 5,15 miliar antara PT Zadasa dengan Shen Zhen Tian He Wei Hang Investment Co Ltd. PT Resteel Industry Indonesia dengan China Railway Construction Corporation Limited untuk proyek high speed train Jakarta-Surabaya. Coal and Power Joint Project Development antara China Shenhua Overseas Development dan PT Adaro Power.

China Shining Resources dan Maspion Group untuk proyek pengolahan tembaga (US$ 100 juta). Pengembangan pabrik gula berkapasitas 25.000 ton di Mojokerto, Jawa Timur antara Zou Ji Hao International Investment dan PT Sinar Sukses Mandiri (US$ 306 juta). Pabrik smelter Nikel di Kolaka dan Konawe Sulawesi Tenggara antara Fujian Yinhai Group dan PT Eka Sampoerna Sukses (US$ 1,3 miliar). Kerjasama PT Maesa Optimalah Mineral dan Versun Holding Group di bidang sumber daya alam. 

Pembangunan Hydro Power Plant 6.080 MW di Kayan, Kalimantan Timur antara Shanghai Electric Power Co Ltd China Power Investment Corporation East China dan PT Kayan Hydro Energy (US$ 17,8 miliar). Pengembangan kawasan industri di Konawe Utara dan Kolaka Utara Sulawesi Tenggara antara Fujian Tian Mao Property Group dan PT Global Sukses Grup (US$ 1,5 miliar). Pabrik smelter nikel di Konawe, Sulawesi Selatan antara Golden Mega International Holdings dan PT Wijaya Infrastruktur Indonesia (US$ 120 juta). 

Pengolahan mineral di Morowali, Sulawesi antara Jiangsu Wei-wei Mining Ltd dengan PT Integra Mining Nusantara (US$ 775 juta). Pengembangan energi, investasi dan perdagangan antara SDIC International Trade Beijing dengan Indonesia Energi Prima (US$ 350 juta).

Didie Suwondho, Ketua Komite Pelaksana Indonesia China Trade and Investment Economic Forum, bilang, kerjasama para pengusaha ini masih sebatas ketertarikan. Selanjutnya, tinggal pengusaha Indonesia dan pemerintah Indonesia menindaklanjutinya agar ketertarikan itu benar-benar menjadi penanaman modal. 

Asing kian tertarik

Pemerintahan baru sementara ini tampaknya mampu menjadi magnet bagi investor asing untuk menanam modal. Pengusaha Amerika Serikat (AS) berkomitmen memperbesar investasi di Indonesia. Lalu, pengusaha lokal juga sudah berhasil menggandeng investor China untuk ekspansi ke Indonesia.

Tingginya minat terlihat dari banyaknya perusahaan AS yang mengirimkan delegasinya ke pertemuan US-Indonesia Investment Summit, Rabu (12/11) lalu di Jakarta. US Chamber of Commerce atau Kamar Dagang dan Industri (Kadin) AS juga menekankan bahwa anggotanya akan memperbesar investasi.

Umumnya, ketertarikan itu datang dari perusahaan yang sudah berinvestasi di Indonesia. Mereka antara lain Chevron, Coca-Cola, Caterpillar, ConocoPhilips, General Electric, hingga Freeport.

Kepala Hubungan Internasional Kadin AS, Myrion Brilliant, menegaskan, Indonesia memiliki peluang untuk menarik investor AS lebih banyak ke Indonesia. Apalagi, pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Jokowi memiliki rencana yang baik untuk mengembangkan ekonomi Indonesia. 

Termasuk di dalamnya sejumlah rencana proyek infrastruktur. "Kamar dagang AS dan entitas-entitas bisnis yang kami representasikan bersemengat dengan Jokowi," ujar Myrion, saat pembukaan US-Indonesia Investment Summit (12/11) lalu.

Myrion mencatat jumlah investasi perusahaan AS dalam bentuk investasi langsung atau foreign direct investment (FDI) sepanjang 2004-2012 mencapai US$ 65 miliar. Targetnya, dalam lima tahun  ke depan, ada investasi baru senilai US$ 61 miliar.

AmCham mendata ada sekitar 34 perusahaan asal AS yang telah beroperasi di Indonesia. AmCham menaungi sejumlah perusahaan dan pengusaha asal AS di Indonesia. Perusahaan-perusahaan itu bergerak di sejumlah sektor seperti manufaktur, sumber daya alam, industri keuangan, ritel, minyak dan gas dan infrastruktur.

Rata-rata perusahaan-perusahaan AS yang berinvestasi di Indonesia bersifat jangka panjang. Misalnya General  Electric (GE), yang sudah berada di Indonesia sejak tahun 80-an. Handri Satriago,  CEO GE mengatakan, perusahaannya akan melebarkan sayap bisnis ke bidang lainnya seperti industri kesehatan atau health care industry dan pengembangan teknologi di Industri minyak dan gas.

Kemudahan izin

Namun demikian, tekad para investor AS itu bukan tanpa catatan. Mereka menilai pemerintah harus memperbaiki banyak hal agar iklim investasi di Indonesia tetap terjaga dan berkembang lebih baik. "Pemerintah harus memperhatikan kepentingan pengusaha tanpa melupakan tugasnya menjaga kepentingan dalam negeri," kata President and General Manager Exxon Mobile Jon Gibbs.

Setidaknya ada tiga catatan dari pengusaha AS ini untuk pemerintah. Pertama, komunikasi antara pemerintah dan swasta harus lebih baik lagi terutama terkait perbedaan persepsi kebijakan. Kedua, masalah kepastian hukum yang selama ini seringkali menghambat kegiatan investasi dan yang. Ketiga, kemudahan perizinan.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menilai semua keluhan para investor sudah menjadi salah satu fokus pemerintah yang akan diperbaiki oleh pemerintahan baru. Sebab, investasi merupakan fokus utama pemerintah mendatang demi mencapai pertumbuhan ekonomi 7% di tahun 2018 nanti.

Untuk mengejar target pertumbuhan sebesar itu, investasi menjadi tulang punggung pemerintah, selain konsumsi masyarakat. Tahun 2015, Bambang bilang, pemerintah memperkirakan pertumbuhan FDI di atas 10%.

Haryo Aswicahyono, peneliti ekonomi dari The Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menuturkan dengan fakta kian banyak investor asing menanamkan modalnya, kini Indonesia memposisikan dalam jaringan produksi bisnis global. Dengan menjadikan lahan investasi asing seperti China dan Amerika.

Investasi asing ini menjadi magnet roda industri lokal. "Ini saatnya bagi industri lokal bergabung dan menunjukkan kemampuannya," tuturnya.

Ini saatnya industri lokal untuk mendapatkan askes untuk masuk ke negara lain. Ini menjadi momen untuk membalikan keadaan, tidak sekadar mengimpor tetapi menjadi mengekspor. 

Jangan takut jadi pasar. Indonesia harus memanfaatkan pasar yang besar untuk masuk ke produksi global. "Jangan mau jadi konsumen tanpa peran produksi," kata Haryo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×