kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Kawasan khusus terganjal kasus (2)


Selasa, 03 April 2018 / 15:52 WIB
Kawasan khusus terganjal kasus (2)
ILUSTRASI. KEK Mandalika


Reporter: Havid Vebri, Merlinda Riska, Ragil Nugroho, Tane Hadiyantono | Editor: Mesti Sinaga


Sebelumnya: Kawasan khusus terganjal kasus (1) Masalah Klasik yang Bikin Habis Waktu

Jurus Baru untuk Problem Lama

Masalah klasik, pembebasan lahan, juga mengadang pengoperasian kawasan ekonomi khusus (KEK). Dari 12 kawasan bertabur fasilitas fiskal dan non-fiskal sebagai daya tarik investasi itu, baru empat yang beroperasi alias sepertiganya saja.

Padahal, ada delapan usulan lagi KEK baru yang menunggu penetapan dari pemerintah. Sebut saja, Kuala Tanjung di Sumatra Utara, Pulau Asam Karimun (Kepulauan Riau), dan Merauke (Papua). Yang teranyar, KEK Pendidikan Tangerang di Banten yang usulannya baru lahir dalam rapat tingkat menteri, Rabu (21/2) lalu.

Tak mau nasibnya sama dengan KEK sebelumnya yang terganjal masalah pembebasan lahan, pemerintah tengah menyiapkan dua kebijakan.

Pertama, pemerintah akan mendorong para pengusul KEK adalah badan usaha. “Kalau pun yang mengusulkan pemerintah daerah (pemda), maka juga harus membawa badan usaha yang siap mengelola. Jadi, jangan hanya pemda sendiri,” kata Wahyu Utomo, Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian kepada Tabloid KONTAN.

Dengan begitu, progres penyelesaian persyaratan operasional bisa terpenuhi sesuai aturan main yang berlaku. Yakni, tiga tahun setelah Peraturan Pemerintah (PP) KEK di wilayah itu terbit. Malah, Wahyu berharap, perkembangannya bisa berjalan lebih cepat dari batas waktu tiga tahun.

Selama ini, pemda sebagai pengusul KEK bergerak lambat karena untuk mendapatkan dana pembebasan lahan alurnya panjang dan rumit. Sebab, dananya berasal dari kantong APBD yang harus melewati persetujuan DPRD.

Kedua, pengusul harus merupakan pemilik lahan, setidaknya untuk tahap pertama pengembangan. Sebelum mengusulkan suatu wilayah menjadi KEK, para pengusul mesti membuat rencana induk (masterplan) tahapan-tahapan pengembangan di wilayah itu.

Misalnya, pengusul A mengajukan wilayah dengan luasan lahan 500 hektare (ha) untuk dijadikan KEK, dengan tahap pertama pembangunan adalah 100 ha. Maka, lahan seluas 100 ha itu statusnya harus sudah dimiliki si pengusul. “Kedua kebijakan tersebut nanti sebagai acuan sebelum mengambil keputusan,” ujar Wahyu.

Kenapa pemerintah baru kepikiran membuat dua kebijakan itu sekarang? Sekretaris Dewan Nasional KEK Enoh Suharto mengatakan, kalau aturan sejak dulu berlaku, malah bisa membebani sehingga tak ada yang mau mengusulkan KEK.

Hanya, menurut Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, ketidaktegasan pemerintah pusat juga membuat masalah pembebasan lahan tidak kelar-kelar. Kendala yang terjadi di lapangan bisa minim jika ada aturan tegas dari pusat. “KEK, kan, sebenarnya inisiatif dari pusat. Daerah hanya bekerjasama saja,” ujar dia.

Olly mencontohkan yang terjadi di KEK Bitung. Untuk lahan dan infrastruktur, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara mengklaim sudah siap. Tapi, muncul gugatan dari masyarakat atas lahan seluas 92 ha.

Kata Olly, pihaknya masih menunggu keputusan pengadilan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).  “Kalau BPN segera memberikan keputusan dan berani mengeluarkan sertifikat, maka masalah selesai,” ujarnya.

Pengusaha pun setuju. Pemerintah kudu memperkuat aturan main tapi yang tidak bikin ribet. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Kebijakan Publik Danang Girindrawardhana menyampaikan, tumpang tindih peraturan juga membuat progres KEK berjalan lambat dan minat investasi menjadi turun. “Berbagai peraturan menteri secara parsial menghambat tumbuhnya minat investasi di dalam kawasan ekonomi,” jelas Danang.

Bahkan, Danang menyebutkan, bila pemerintah memperbaiki regulasi investasi dan bisnis yang ada sekarang, sejatinya pemerintah tidak perlu repot-repot membangun KEK. Apalagi, keberadaan KEK bisa menimbulkan kecemburuan lantaran perhatian pemerintah pusat menjadi berlebihan dibanding daerah yang tidak menjadi kawasan khusus.

Minat investor

Betul, KEK yang sudah beroperasi bukan berarti kondisinya baik-baik saja tanpa masalah. Wahyu dan Enoh kompak mengatakan, empat KEK yang sudah beroperasi belum menjaring investor secara optimal.

Karena itu, pemerintah pusat rutin mengadakan mediasi dengan pihak terkait untuk membantu mendorong pertumbuhan KEK Sei Mangkei di Sumatra Utara, KEK Tanjung Lesung (Banten), KEK Palu (Sulawesi Tengah), dan KEK Mandalika (Nusa Tenggara Barat).

Adapun bentuk upaya pemerintah pusat adalah mengeluarkan kebijakan yang mendorong fasilitas dan kemudahan di keempat KEK tersebut.

Contohnya, pemberian insentif fiskal seperti pembebasan pajak (tax holiday) dan pengurangan pajak (tax allowance). Kemudian, bebas dari Daftar Negatif Investasi (DNI) dan bea masuk. Ada juga pengurangan pungutan retribusi dan pajak daerah.

Masih ada lagi, yaitu kemudahan perizinan berupa administrasi satu pintu yang lebih mudah prosesnya ketimbang di luar wilayah KEK. Ada pula fasilitas khusus ketenagakerjaan, pertanahan, dan keimigrasian.

Untuk fasilitas khusus pertanahan, misalnya, pengusaha A bisa mendapatkan hak guna bangunan (HGB) selama 30 tahun untuk pembangunan pabrik di wilayah KEK.

Setelah pabriknya beroperasi, dia bisa mengajukan perpanjangan hingga   50 tahun lagi. Jadi, total 80 tahun. “Kalau di luar KEK, harus sudah beroperasi 30 tahun dulu baru bisa ajukan perpanjangan lagi,” terang Wahyu.

Dari segi ketenagakerjaan, ada program-program solusi penunjang pertumbuhan ekonomi di wilayah KEK. Misalnya, peningkatan kemampuan para pegawai administratif pemerintah hingga sumber daya manusia (SDM) pendukung pengelola wilayah KEK.

Pemerintah membangun sekolah pariwisata di KEK Mandalika dan SMK Pariwisata di KEK Tanjung Lesung. Dan tahun ini, akan ada realisasi kerjasama dengan Balai Latihan Kerja (BLK) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Lokomotif baru

Yang paling penting adalah bantuan akses infrastruktur dari pemerintah pusat. Tapi, Wahyu menegaskan, peran pusat hanyalah sebatas penyambung bukan yang membangun infrastruktur di dalam KEK.

Contoh, tahun ini, pembangunan jalan tol Serang–Panimbang bergulir, yang kelak memudahkan akses ke KEK Tanjung Lesung. Di beberapa wilayah lain ada peningkatan status, dari jalan provinsi menjadi nasional.

Dengan berbagai fasilitas dan kemudahan yang pemerintah berikan tersebut, Wahyu berharap, KEK bisa menjadi lokomotif baru ekonomi. Untuk itu, delapan KEK lain segera beroperasi. “Target minimal, dua KEK harus segera beroperasi tahun ini,” ujar Wahyu.

Dewan Nasional KEK mencatat, dalam waktu dekat, ada dua KEK yang berpotensi segera beroperasi. Pertama, KEK Tanjung Kelayang, Belitung. Enoh bilang, meskipun belum beroperasi, sudah banyak investor perhotelan yang melakukan pembangunan di sana.

Kedua, KEK Arun Lhokseumawe. Menurut Enoh, sudah banyak perjanjian kesepakatan investasi yang terjalin di kawasan khusus yang terletak di Aceh itu.

Misalnya, PT Pelindo I dengan PT Aceh Makmur Bersama. Kongsi ini mencakup pembangunan tangka timbun minyak kelapa sawit mentah (CPO) dengan progres 40% dan beroperasi pada Mei 2018. “Kedua wilayah ini, progresnya sudah 80% siap beroperasi. Keduanya tidak perlu menunggu waktu tiga tahun untuk beroperasi,” kata Enoh yakin.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menambahkan, KEK Arun Lhokseumawe bakal berkembang cepat, terlebih masalah lahan yang selama ini menjadi kendala pengembangan sudah rampung.

“KEK Arun Lhokseumawe beruntung karena lahannya dari awal sudah beres. Ini adalah lahan negara yang kemudian dimasukkan untuk dikembangkan menjadi KEK,” ucapnya. Luas kawasan ini mencapai 2.622,48 ha.

Ada yang beruntung, tapi banyak yang tak beruntung. 

 ◆

Bank Tanah, Solusi buat Lahan Proyek Infrastruktur

SOLUSI mendorong industri di luar Pulau Jawa melalui pembentukan kawasan ekonomi khusus (KEK) menemui rintangan. Soalnya, mayoritas KEK yang pemerintah tetapkan masih terkendala persoalan klasik: lahan.

Mohammad Faisal, Direktur Riset Core Indonesia, menilai, kendala lahan seperti ini, sejatinya bisa diminimalisir, bila sejak awal pemeritah selektif dalam menetapkan KEK.

Caranya, dengan melakukan studi kelayakan terhadap setiap usulan KEK. Hasil studi itu lalu diawasi validitasnya guna memastikan ketersediaan lahan. “Kalau hanya mencatat dari hasil studi, sering tidak sesuai kenyataannya,” ujarnya.

Dalam membentuk KEK, yang paling rawan memang masalah lahan. Sementara di Indonesia, untuk menyediakan lahan dalam jumlah besar tidak mudah. “Kepemilikan lahan oleh negara relatif terbatas dibanding Vietnam dan China,” sebutnya.

Mengatasi kondisi ini, Faisal bilang, penting segera dibentuk bank tanah sebagai land bank negara. Jadi, ketika ada kebutuhan pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak, lahannya siap.

Namun, konsep bank tanah harus ditopang oleh regulasi yang tegas. Untuk itu, kata Faisal, mendesak kelahiran UU Kepemilikan Lahan. Beleid ini akan mengatur batasan kepemilikan lahan oleh individu dan swasta. Selama ini, mereka bisa menguasai lahan seluas-luasnya.

Akhirnya, ketika membutuhkan lahan buat infrastruktur, ruang gerak pemerintah terbatas. Saat pembebasan, harganya sudah mahal. “Tambah lagi, banyak spekulan bermain,” ujarnya.

**Artikel ini sebelumnya sudah dimuat di Laporan Utama Tabloid KONTAN edisi  26 Februari -  4 Maret  2018. Artikel berikut data dan infografis selengkapnya silakan klik link berikut:  "Jurus Baru untuk Problem Lama"

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×